Berita Terkini

Lestarikan Alam, KPU Tradisikan Tanam Pohon Demokrasi

Palembang, kpu.go.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) melanjutkan tradisi menanam pohon demokrasi, sebagai bagian dari melestarikan alam. Aksi tanam pohon demokrasi tersebut dilakukan di halaman kantor KPU Provinsi Sumatera Selatan, Kamis (21/7).Menurut Komisioner KPU RI Sigit Pamungkas, tradisi ini dilakukan KPU untuk mengingatkan banyaknya yang hilang dalam proses demokrasi. Setiap surat suara dan formulir-formulir yang digunakan dalam pemilu dan pilkada menghabiskan banyak kertas. Kertas terbuat dari pohon, dan pohon akan semakin habis apabila tidak dilestarikan.Selain itu, banyak pepohonan yang ditancapin paku-paku selama masa kampanye. Banyak pihak yang memasang alat peraga kampanye di pohon-pohon, sehingga menimbulkan kerusakan."Ada hadits yang juga mengatakan bahwa apa yang diambil dari pohon, seijin maupun tidak seijin dari yang menanam pohon, maka orang yang menanam tersebut tetap mendapat pahala, meski itu yang mengambil seekor burung. Banyak manfaat dari menanam pohon, meskipun kita tidak bisa menikmati, anak cucu kita yang akan menikmati, bisa berteduh atau membuat ayunan di bawah pohon ini," tutur Sigit usai menanam pohon di depan kantor KPU Provinsi Sumatera Selatan.Dalam kesempatan yang sama, Komisioner KPU RI Arief Budiman yang juga turut menanam pohon, meminta KPU Provinsi Sumatera Selatan agar menjaga baik-baik pohon tersebut. Menanam pohon itu bermanfaat bagi siapapun, baik yang hidup maupun yang sudah mati, yang bisa berpikir maupun yang tidak bisa berpikir, bahkan bermanfaat buat hewan seperti burung. (arf/red. FOTO KPU/hupmas)

Terbukti Politik Uang, Pencalonan Bisa Dibatalkan

Palembang, kpu.go.id – Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang pilkada, banyak terdapat perubahan yang signifikan. Salahsatunya penguatan peran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang dapat menerima, memeriksa, dan memutus pelanggaran administratif, seperti pelanggaran alat peraga kampanye dan praktek politik uang. Bahkan sekarang praktek politik uang bukan lagi masuk ranah pidana, tetapi pelanggaran administratif, apabila terbukti maka pencalonan bisa dibatalkan. Kewenangan pembatalan pasangan calon (paslon) peserta pilkada ini hanya dapat dilakukan oleh Bawaslu Provinsi, tidak oleh Panwas di kabupaten/kota. Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Juri Ardiantoro yang turut memberikan materi dalam Bimtek Terpadu KPU, Bawaslu, dan DKPP, Rabu (20/7) di Sumatera Selatan.“Yang baru lagi dari UU tersebut, desain dan materi alat peraga kampanye boleh didanai oleh paslon, namun ketentuan dan pemasangannya diatur dan difasilitasi oleh KPU. Prinsip KPU, kampanye harus mencerminkan keadilan bagi seluruh peserta pilkada, namun juga masyarakat dapat memahami profil pasangan calonnya. KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota juga harus berkreasi agar alat peraga kampanye ini tidak merusak lingkungan dan tidak mengganggu kepentingan orang lain,” papar Juri. Sementara itu, Komisioner KPU RI Hadar Nafis Gumay menekankan proses pendaftaran yang menyeluruh, dokumen syarat pencalonan harus ada dan sah pada saat pendaftaran. Berbeda dengan syarat calon, yang penting ada terlebih dahulu, karena KPU mempunyai ruang untuk verifikasi dan memastikan keabsahannya. Terkait verifikasi dukungan calon perseorangan, proses verifikasi administratif sampai di KPU Kabupaten/Kota, dan kemudian PPS yang melakukan verifikasi faktual. “Ada dua poin penting dalam verifikasi, yaitu mencocokkan dokumen dengan fotokopi identitas secara manual, dan memastikan pendukung tersebut harus ada dalam DP4 dan DPT di daerah yang menggelar pilkada melalui sitem informasi SILON. Aplikasi ini dapat mendeteksi apabila ada kegandaan, atau dukungan sudah diberikan pada calon yang lain. Setelah itu diturunkan ke PPS untuk verifikasi faktual. Apabila dalam tiga hari tidak bisa ditemui, tim sukses harus mendatangkan yang bersangkutan ke PPS atau menggunakan teknologi video call yang dapat di-capture sebagai bukti verifikasi,” tutur Hadar. Hadar juga menjelaskan bahwa SILON juga dapat diakses oleh pasangan calon untuk memasukkan data-data dukungan agar semua data langsung terekam, dan juga dapat mencetak formulir-formulir yang butuhkan. Khusus untuk calon perseorangan, apabila syarat dukungan masih kurang, maka pada saat menyerahkan perbaikan harus berjumlah dua kali lipat dari kekurangan dukungan tersebut. Dalam kesempatan yang sama, Komisioner Bawaslu Nasrullah mengapresiasi sistem SILON yang dipakai KPU. Namun Nasrullah berharap agar pada saat verifikasi administratif dan faktual dukungan perseorangan, pengawas dapat diikutsertakan, karena bisa jadi KPU kabupaten/kota tidak mengetahui apakah petugas verifikasi faktual telah bekerja dengan benar. Selain itu, apabila memungkinkan lembaga-lembaga yang berkopenten diajak kerjasama, misal dinas pendidikan dan kesehatan, agar seperti kasus narkoba yang menimpa oknum bupati tidak terulang kembali. (Arf/red FOTO KPU/dosen/Hupmas)

KPU Sinkronkan DP4 dengan Pemilu/Pilkada Terakhir

Palembang, kpu.go.id – Data pemilih pilkada sering menjadi sorotan, karena menjadi potensi problem dan sengketa. Pada pelaksanaan pilkada serentak 2017, Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilihan (DP4) tidak lagi menjadi sumber pokok data pemilih, tetapi sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun daftar pemilih. Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mensinkronkan data dalam DP4 dengan daftar pemilih pemilu atau pilkada terakhir di masing-masing daerah. Data hasil sinkronisasi dengan Sistem Data Pemilih (SIDALIH) tersebut yang akan dikirim ke KPU Kabupaten/Kota untuk dimutakhirkan atau dilakukan pencocokan dan penelitian (Coklit). Hasil coklit ini akan mencantumkan tiga hal, yaitu mengurangi karena meninggal, pencoretan karena tidak memenuhi syarat sebagai pemilih, dan perbaikan. Hasil coklit tersebut akan menjadi Daftar Pemilih Sementara (DPS) yang kemudian dilaunching untuk mendapatkan feedback sebelum nantinya menjadi Daftar Pemilih Tetap (DPT). “Sekarang sudah tidak ada DPTb1 dan DPTb2 lagi, semua ada di DPTb. Setelah DPT dan DPTb ditetapkan, data tidak akan berubah lagi. Bagi yang belum masuk dalam DPT dan DPTb, dapat memilih menggunakan KTP, kartu keluarga, atau surat keterangan dari dukcapil yang akan dibuat satu format sama. Jadi sekarang tidak ada lagi surat keterangan lainnya, seperti surat keterangan dari lurah, desa, atau kepala dusun,” tegas Komisioner KPU RI Ferry Kurnia Riskiyansyah di depan peserta dari KPU dan Bawaslu dalam Bimbingan Teknis (Bimtek) Terpadu, Selasa (20/7) di Sumatera Selatan. Ferry juga menambahkan, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 juga mengatur syarat pemilih yang terganggu ingatan atau jiwa tidak bisa menggunakan hak pilihnya. Namun selama belum ada surat keterangan resmi dari dokter yang berkopenten mengeluarkan rekomendasi bagi disabilitas kejiwaan, maka yang bersangkutan tetap bisa di data. Ferry juga meminta petugas coklit harus petugas yang paham daerahnya dan dilakukan kontrol baik oleh PPS maupun KPU Kabupaten/Kota, agar proses coklit selama 30 hari tersebut bisa berjalan optimal. Sementara itu Komisioner Bawaslu Nelson Simanjuntak mengungkapkan tugas pengawasan oleh Bawaslu dan Panwas bukan menjadi seperti mandor, tetapi akan lebih banyak mengawasi peserta pemilu dan pemilih. KPU merencanakan dan melaksanakan secara teknis pemilu atau pilkada, dan Bawaslu akan mengawasi penyelenggaraannya. Panwas juga harus bertugas mengutamakan pencegahan, baru bertindak jika ada pelanggaran. “Proses perebutan kekuasaan di Indonesia masih jauh dari etika politik, sehingga masih diperlukan pengawas. Dalam proses pemutakhiran data pemilih yang akurat dan komprehensif, Panwas berada dalam fungsi pencegahan, kita pastikan semua warga negara yang berhak, harus terdaftar dalam DPT, dan tidak ada orang yang tidak memenuhi syarat malah terdaftar dalam DPT,” ujar Nelson.Senada dengan Nelson, Komisioner Bawaslu Daniel Zuchron juga menekankan peran Bawaslu atau Panwas untuk memastikan kebenaran penyelenggaraan sudah on the track. Pengawas tidak bisa mengambil alih tugas penyelenggaraan dari KPU, tetapi hanya bisa memberikan rekomendasi. Setiap keputusan yang diambil KPU, Pengawas akan menilainya, apabila sudah benar maka Pengawas harus mendukung dan memperkuat apa yang sudah diputuskan KPU. (Arf/red FOTO KPU/dosen/Hupmas)

Menolak Debat Publik, Peserta Pilkada Bisa Kena Sanksi

Palembang, kpu.go.id – Banyak hal baru yang tertuang dalam rancangan peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU), salah satunya tentang pelaksanaan debat publik pasangan calon peserta pilkada. Seluruh pasangan calon peserta pilkada harus mengikuti pelaksanaan debat publik, apabila pasangan calon tersebut menolak ikut serta dalam debat publik, maka yang bersangkutan bisa kena sanksi berupa pengurangan jatah kampanye. Hal tersebut disampaikan Komisioner KPU RI Arief Budiman saat memberikan materi dalam Bimbingan Teknis (Bimtek) Terpadu KPU, Bawaslu, dan DKPP menyongsong pilkada serentak tahun 2017, Rabu (20/7) di Sumatera Selatan. “Sanksi tersebut bisa berupa tidak bisa ikut serta pada debat publik berikutnya, atau iklan kampanyenya tidak akan ditayangkan di media elektronik. Untuk itu, proses lelang pengadaan iklan kampanye ini nantinya juga harus memperhatikan klausul sanksi ini,” ujar Arief di hadapan peserta bimtek dari KPU dan Bawaslu. Arief juga menjelaskan pada pilkada 2017 nanti akan ada tiga jenis kotak suara (kotak untuk formulir C1, data pemilih, dan formulir DAA/red. ) di setiap kecamatan untuk pengelompokan dokumen. Kemudian untuk keamanan surat suara dan formulir, KPU akan menggunakan microtext dan tanda khusus hologram. KPU juga sudah menyediakan Sistem Informasi Logistik (SILOG), sistem ini tidak hanya untuk penyelenggara pilkada, tetapi juga bisa diakses oleh peserta pilkada. Mengenai dana kampanye dalam rancangan peraturan KPU, Kepala Biro Hukum KPU RI Nur Syarifah menjelaskan bahwa setiap partai politik (parpol) dapat menyumbang maksimal 750 juta kepada pasangan calon. Apabila dukungan dari gabungan parpol, maka masing-masing parpol juga maksimal menyumbang 750 juta. Kemudian untuk sumbangan pihak ketiga maksimal 75 juta dan untuk badan usaha maksimal 750 juta. “Sumbangan dana kampanye ini bersifat kumulatif selama kampanye. Selain uang, bentuknya bisa berupa barang maupun jasa, dan harus dilaporkan dalam dana kampanye. Rekening khusus dana kampanye ini harus diserahkan pada laporan awal dana kampanye yaitu satu hari sebelum kampanye dimulai. Apabila dana kampanye dari calon perseorangan, maka rekening dibuka atas nama pasangan calon. Apabila diusung oleh parpol atau gabungan parpol, maka dapat menggunakan rekening bersama,” tutur Nur Syarifah. Dalam kesempatan yang sama, Komisioner Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Anna Erliyana juga meminta penyelenggara pemilu jangan sampai membuat citra yang baik untuk berbuat buruk. KPU, Bawaslu, dan DKPP adalah keluarga besar, sehingga Bawaslu atau Panwas jangan sampai merasa sukses, kalau banyak KPU yang dilaporkan ke DKPP. Bawaslu harus cek ricek terlebih dahulu, jangan hanya karena satu temuan, langsung melaporkan. Kekompakan KPU dan Bawaslu disemua tingkatan menjadi penting dalam penyelenggaraan pemilu dan pilkada yang lebih baik. (arf/red. FOTO KPU/dosen/Hupmas)

Suara Pemilih Pemula Tentukan Jadi atau Tidaknya Pemimpin

Surabaya,kpu.go.id -Pemilih pemula adalah generasi yang akan memberikan konstribusi besar untuk perubahan, dimana mereka akan memberikan suaranya pada pemilu mendatang. Tercatat, hampir sekitar 20 juta pemilih pemula yang menjadi 'ladang' bagi konstestan pemilu yang akan datang, suara pemilih pemula menentukan pemimpin yang akan terpilih dalam pemiluHal itu dikatakan oleh Arief Budiman saat menghadiri undangan sebagai tamu undangan, sekaligus pemberi motivasi dengan topik pembahasan “Pentingnya Peran Pemilih Pemula dalam Keberlangsungan Demokrasi di Indonesia” dalam acara Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah ( MPLS ) orientasi siswa baru tahun ajaran 2016 – 2017 pada hari Selasa (19/7) di SMA Negeri 9 Surabaya, Jawa Timur.Arief Budiman, yang merupakan tamatan SMAN 9 Surabaya  tahun 1993 ini hadir memberikan motivasi,  dan kiat-kiat menjadi sukses di masa yang akan datang. Kepada siswa baru Arief mengatakan, jadikan tahun ini sebagai momen kebangkitan SMAN 9 Surabaya.“Jangan mau kalah dengan SMA-SMA lain, terbukti banyak alumnus dari sekolah ini yang menjadi orang sukses seperti Muhammad Nuh mantan Menteri Pendidikan Nasional, Wakil Walikota Surabaya Wisnu Buana Sakti, dan ada yang menjadi komisioner KPU di Kota Surabaya dan KPU RI”, demikian katanya.Ia berpesan, jika ingin sukses maka harus banyak belajar, lalu mengisi masa remaja dengan prestasi, kuasai bahasa Inggris, juga selama menjadi siswa  harus mengikuti program pertukaran pelajar dan program-program lain yang bisa banyak meraih prestasi di sekolah. Kiat sukses yang lain adalah jangan hanya dengan duduk manis di sekolah, tapi harus jadi siswa aktif, dan jangan bolos sekolah. “Anda bisa tanya kepada siswa berprestasi itu, kalau habis pulang sekolah, pastinya mengikuti kegiatan lain yang positif  agar bisa menambah pengalaman, kalau anda mau ke luar negeri harus bisa menguasai bahasa Inggris, kegagalan bukan mengakhri segalanya tapi harus manjadi cambuk untuk meraih prestasi lain”, tandasnya.Dalam kesempatan tersebut Arief Budiman menjelaskan bahwa pemilu merupakan sarana untuk memilih pemimpin misalnya presiden, gubernur, walikota, bupati, anggota DPR, DPD, DPRD. Mereka tidak bisa muncul sendiri tanpa adanya pemilu. Syarat-syarat pemilih dalam pemilu, diantaranya adalah harus berusia 17 tahun, atau sudah menikah, atau pernah menikah dan terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT). Di sekolah kalau ingin tahu proses pemilihan bisa menyelengarakan pemilihan ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), mekanismenya sama dengan pemilu. Kalau mau memilih ketua OSIS harus lewat pemilu supaya transparan, jujur, adil,  jadi bukan karena suka atau tidak suka dengan calonnya, dan bukan juga karena dekat dengan guru atau jauh dengan guru tapi karena calonnya harus punya visi dan misi yang bagus, maka pilihlah yang punya visi dan misi yang bagus.Testimoni siswa Annisa Nadhifa R; “Setelah mengikuti acara ini tentunya sangat berguna bagi saya generasi muda, pemilih yang baru, selama ini kita melihat sebatas hanya orang tua saja yang masuk ke bilik habis itu memilih, nggak tau poin-poinnya kenapa harus memilih, memilih yang benar itu seperti apa, setelah mengikuti acara ini jadi tahu dan jadi bermanfaat pentingnya pendidikan pemilih dan jadi pingin tahu kenapa kita dulu tahunya tidak boleh milih karena masalah kedewasaan, sekarang jadi tahu setelah mengikuti acara ini”.Ajie Ilham Ramadhan, “Kesan saya setelah mendapat pencerahan dari Pak Arief Budiman tadi sangat berguna bagi anak muda jaman sekarang, karena kami yang sebentar lagi akan menjadi pemilih, yang masih baru tentunya membutuhkan ilmu dan pengetahuan tentang pemilihan umum tersebut. Serta dalam acara ini sangat bermanfaat bagi kami yang menjadi pemilih baru dan ilmu yang didapatkan dari Bapak Arief tadi itu dapat menekan angka golput yang kemarin saya lihat sendiri waktu di pemilihan peresiden tahun 2014 yang lalu itu angka golputnya meningkat dari pemilu sebelumnya” (IBN/ADI-red)

KPK: Penyelenggara dan Peserta Pilkada Harus Berintegritas

Palembang, kpu.go.id – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menegaskan penyelenggaraan pemilu atau pilkada harus berintegritas. Undang-Undang KPK mengamanatkan adanya fungsi supervisi, penindakan, pencegahan, dan monitoring. KPK juga mempunyai perhatian pada dua hal, yaitu korupsi dan kerugian Negara. Hal tersebut disampaikan Saut pada kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Terpadu KPU, Bawaslu, dan DKPP Gelombang I Wilayah Barat, Selasa (19/7) di Palembang Sumatera Selatan. “KPK memperhatikan penyelenggaraan pilkada, itu karena luasnya kewenangan kepala daerah dan adanya banyak transaksional. Untuk itu KPK juga concern pada pencegahan, apabila ada sumbangan dalam pencalonan kepala daerah, penyumbang itu menuntut sesuatu apa tidak. Penyelenggara dan peserta, semua harus beritegritas,” tegas Saut dihadapan peserta bimtek dari KPU dan Bawaslu. Saut mengungkapkan berdasarkan data tahun 2015, sekitar 600 kasus yang sudah ditindak, bahkan ada yang melalui operasi tangkap tangan (OTT), sehingga apabila pilkada tidak berintegritas, pasti penindakan bisa lebih banyak lagi. KPU dan Bawalu harus bekerja bersama, karena ini sistem, apabila bekerja sendiri-sendiri akan sulit menciptakan integritas.Hal yang sama juga ditekankan oleh Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshidiqie dalam kuliah umum di bimtek terpadu, bahwa KPU, Bawaslu, dan DKPP harus bergotong royong, melanjutkan kerjasama dalam hal integritas. Semakin besar organisasinya, semakin modern organisasinya, maka ketergantungan pada sistem semakin besar, apalagi sebesar Negara Indonesia.“Sebagian masyarakat Indonesia masih tradisional, sehingga orang baik masih dibutuhkan, dan sistem juga masih dibutuhkan. Fitrah manusia itu cenderung menerima kebaikan dan kebenaran. Ada juga tiga syahwat yang mempengaruhi demokrasi, yaitu kekayaan, kekuasaan, dan seksualitas. Dalam demokrasi, ektiga syahwat itu bisa menjadi satu. Maka kita membutuhkan penataan sistem,” tutur Jimly. Jimly memandang demokrasi ini semakin lama semakin mahal, sehingga perlu dipikirkan ke depan untuk mengontrol dan mengendalikannya. Partai politik (parpol) seharusnya tidak boleh mencari dana politik sendiri, karena ini berbahaya, dan harus ada jarak antara parpol dan kekuasaan. Ada empat cabang kekuasaan yang seharusnya ada jarak, yaitu eksekutif, legislative, yudikatif, dan media. Mindset KPU dan Bawaslu harus ditingkatkan, tambah Jimly, karena KPU dan Bawaslu harus merasa pada posisi setara dengan Presiden untuk pilpres, dan dengan kepala daerah untuk pilkada, sehingga dengan posisi kuat maka integritas akan terjaga. Pemilu legislative dan presiden serentak tahun 2019 akan menjadi yang pertama bagi Indonesia, namun kuncinya KPU dan Bawaslu harus sukses terlebih dahulu pada penyelenggaraan pilkada 2017 dan 2018. (Arf/red FOTO KPU/dosen/Hupmas)