Berita Terkini

KPU dan KemenPAN-RB gelar Exit Meeting Evaluasi Reformasi Birokrasi 2017

Jakarta, kpu.go.id,- Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) bersama Kementerian Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) melakukan exit meeting Evaluasi Reformasi Birokrasi Tahun 2017, Jakarta (12/12).Rapat dihadiri oleh Kepala dan wakil kepala biro KPU, perwakilan Kemenpan-RB, serta pejabat dan staf di lingkungan Sekretariat Jenderal KPU. (ook/red. FOTO:OOK/Humas KPU) 

Perkenalkan Komisioner Baru, KI Pusat Kunjungi KPU RI

Jakarta, kpu.go.id – Komisi Informasi (KI) Pusat melakukan kunjungan perkenalan jajaran Komisioner KI Pusat yang baru periode 2017-2022, Senin (11/12) di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU). Jajaran komisioner baru KI Pusat tersebut telah diambil sumpah janji jabatan pada hari Jumat 8 Desember 2017 yang lalu. Selain memperkenalkan jajaran baru, KI Pusat juga ingin melihat bagaimana KPU mengembangkan transparansi tahapan pemilu dan pilkada kepada publik. Hal ini berkaitan dengan tugas dan kewenangan KI Pusat sesuai amanah UU Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. “KI Pusat juga ingin turut mengawal demokrasi, karena kepercayaan publik itu penting, jangan sampai demokrasi itu hanya bersifat prosedural, sehingga kehidupan demokrasi tercipta konkret,” tutur Ketua KI Pusat Tulus Subardjono. KI Pusat juga telah melihat secara langsung keterbukaan informasi yang telah disediakan KPU, tambah Tulus. Bahkan keterbukaan informasi di KPU sudah lebih dari cukup, website KPU telah menyediakan semua kebutuhan informasi bagi publik dalam pemilu dan pilkada. “Proses pemilu dari awal hingga akhir sudah terbuka, kami berharap masyarakat bisa lebih memanfaatkan apa yang telah disediakan KPU dalam keterbukaan informasi. Kami akan terus mengawal keterbukaan ini,” jelas Tulus yang sebelum di KI Pusat menjabat Direktur Komunikasi Publik Ditjen IKP Kominfo. Sementara itu, Ketua KPU RI Arief Budiman yang menerima langsung jajaran Komisioner KI Pusat menyampaikan pentingnya support dari lembaga lain dalam penyelenggaraan pemilu dan pilkada, seperti dalam penyebarluasan informasi, menyaring dan menyadur informasi, yang terkait juga dengan KI Pusat. “Untuk mendapatkan hasil pemilu yang baik, KPU perlu menjalin hubungan dengan stakeholder-stakeholder lain dalam penyediaan informasi. Dukungan stakeholder tersebut bagi KPU sangat penting dalam suksesnya penyelenggaraan pemilu dan pilkada,” ujar Arief yang didampingi Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan, Viryan, dan Ilham Saputra. (Arf/red. FOTO Ieam/Humas KPU)    

Uniknya Indonesia, Presidensil Dan Multi Partai Serta Pencegahan Siber Crime

Bandar Lampung, kpu.go.id, Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Sosialisasi Peraturan dan Mekanisme Kampanye memasuki sesi II menghadirkan 2 (dua) narasumber yaitu Titi Anggraini Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) serta Direktorat Tindak Pidana Siber AKBP Idam Warsiadi (Kanit II Subdit II Tipitsicum Mabes Polri), Jumat (8/12) di Swiss-Belhotel jalan Rasuna Said, Bandar Lampung Titi Anggraini dalam pemaparan materi akan menyampaikan yang terkait dengan Isu Strategi Dalam Permasalahan Kampanye 2014,2015,2017 dan 2019. Dalam pemaparannya Titi mengatakan bagaimana kondisi demokrasi Indonesia kalau kita lihat dari kondisi regional kawasan asia tenggara, Indonesia adalah negara demokrasi terbesar ke 3 (tiga) di dunia dengan populasi 250 juta lebih dengan jumlah pemilih melampaui angka 190 juta. Indonesia adalah negara yang menyelenggarakan pemilu serentak dalam satu hari, pemilu terbesar di dunia, selain itu pemilu Indonesia adalah pemilu yang paling komplek, paling rumit dalam penyelenggaraan pemilu di dunia, ujar Titi. Dilihat dari ukuran wilayah, geografi kapasitas penyelenggaranya dari sisi jumlah dan juga kerumitan bagaimana juga teknis pemilu diselenggarakan. Dari gambaran itu saja kemudian kedepan kita mempunyai tantangan yang sangat besar yaitu pemilu serentak dan pilkada serentak, pileg, pilpres serentak dengan sistem proporsional daftar terbuka dimana dibandingkan dengan beberapa negara lain yang menerapkan pemilu serentak tapi sistemnya adalah proporsional tertutup. Itulah situasi khas Indonesia yang nanti juga akan berpengaruh kepada kampanyenya, dimana sudah pemilunya rumit sistemnya juga berkontribusi bagi penyelenggaraan kampanye yang nanti akan menambah kompleksitas pelaksanaan dilapangan. Belum lagi kita menjalankan sistem presidensil multi partai, ini saja sebenarnya dalam pandangan ahli tidak kontetibel, itulah unik Indonesia presidensil dan multi partai. Termasuk juga yang terakhir adalah 3 (tiga) cabang penyelenggara pemilu, ini satu-satunya juga di dunia yang punya 3 (tiga) cabang penyelenggara pemilu, yaitu KPU, Bawaslu dan DKPP, negara lain punya bawaslu saja. Sementara itu AKBP Idam Warsiadi dalam pemaparan materi yang terait dengan Peran Polri Dalam Menangani Kejahatan Siber dan Disinformasi Media Sosial.     Idam menyampaikan seiring perkembangan teknologi dan informasi, maka berkembang pula media sosial online di masyarakat terutama social media seperti Facebook, Twitter, Google, Instragram, Path, Twoo. Dan apa akibatnya terhadap dengan menjamurnya media sosial yang berkembang sekarang ini. Terdapat 2 (dua) dampak dalam pemakaian media sosial, yaitu dampak positif dan negetaif. Ada data internal yang diterima dari masyrakat, dari berbagai bentuk mulai datang ke polri, melalui kirim email selama Januari sampai dengan Desember 2017 ada 1.561 laporan terkait dengan kejadian siber crime. Dalam Most Reported Case Siber Crime dari Januari-September 2017 yang dilaporkan masyarakat ada 149 kasus, kemudian yang terkait kasus sara, penghinaan, dan pencemaran nama baik ada 594 kasus. Polri dalam mananggulangi kasus-kasus ini dengan cara melakukan Preemtif, yaitu melakukan pendekatan kepada kelompok yang memiliki kepentingan tertentu, kedua Preventif yaitu mengawal, memonitor, dan mendeteksi setiap kegiatan atau isu yang berpotensi memicu pertikaian, dan yang ketiga Penegakan Hukum yaitu menindak pelanggaran berdasarkan Undang-Undang yang berlaku. Selain itu langkah yang dilakukan dengan upaya Preemtif melalui sinergi antar lembaga, yaitu membuat kebijakan dan peraturan lebih terperinci, Preemtif, Preventif, Penegakan Hukum, Kontrol dan filter konten, Laporkan penyalagunaan dan Menjadi pengguna yang cerdas dan bertanggungjawab. (dosen/teks/KPU FOTO/dosen Hupmas)    

Ada 3 Instrumen Dalam Pemilu 2019

Bandar Lampung, kpu.go.id- Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Sosialisasi Peraturan dan Mekanisme Kampanye Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi seluruh Indonesia, pada hari kedua Jumat (8/12) di Swiss-Belhotel jalan Rasuna Said, Bandar Lampung. Adapun sesi pertama rakernas diawali dengan menghadirkan pembicara dari Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu), serta anggota KPU RI Wahyu Setyawan dan Pramono Ubaid Tanthowi. Wahyu diawal sesi ini mengatakan tidak ada banyak yang berubah, hanya beberapa hal yang berubah. Jadi PKPU tentang Kampanye Pilkada 2018 itu merupakan hasil evaluasi kampanye 2015 dan 2017, sehingga dalam pandangan kami PKPU kampanye yang terbaru itu lebih berpihak kepada kita sebagai penyelenggara. “Sebenarnya tidak ada banyak yang berubah hanya kita mempertajam tentang alat peraga kampanye dan bahan kampanye”, ujar wahyu Sementara itu kita tentu saja memahami bahwa perbedaan antara alat peraga kampanye dan bahan kampanye itu sudah diketahui, prinsipnya adalah bahan kampanye itu disebar, kalau alat peraga kampanye itu dipasang. Jadi pengertian disebar adalah didistribusikan itu (bahan kampanye) sedangkan alat peraga kampanye itu dipasang. Alat peraga kampanye juga jelas, jadi 3 (tiga) komponen Baliho (bilboard), Umbul-umbul dan Spanduk, ini yang dimaksud dengan alat peraga kampanye itu jenis barangnya beda. Ada perbedaan antara alat peraga kampanye dan bahan kampanye, dalam hal pasangan calon dapat membuat atau mengadakan alat peraga kampanye tambahan maksimal 150 persen dari jumlah yang difasilitasi KPU, tetapi kita harus memastikan untuk mewaspadai apakah pasangan calon itu betul-betul tertib mengadakan APK tambahan maksimal 150 persen. Oleh karena itu kita akan membuat alat bantu di PKPU ada, alat bantu itu adalah bukti pemesan. Jadi bukti pemesan APK tambahan yang dibuat oleh pasangan calon itu wajib diserahkan kepada KPU sesuai dengan tingkatannya, ini untuk memastikan bahwa pasangan calon itu benar-benar membuat APK tambahan itu tidak melebihi ketentuan yang berlaku. Sedangkan bahan kampanye itu, pasangan calon dapat mengadakan bahan kampanye tambahan diluar yang difasilitasi KPU, maksimal 100 persen dari KK di dapil tersebut. Jadi berbeda dengan APK, kalau APK itu adalah standarnya adalah yang difasilitasi oleh KPU, tetapi kalau bahan kampanye itu standarnya adalah 100 persen jumlah KK di dapil itu. Kenapa demikian, karena masing-masing KPU sesuai dengan tingkatannya itu dalam mengadakan bahan kampanye itu bisa berbeda-beda jumlahnya sesuai dengan kemampuan daerah. Kalau kemudian kemampuan daerah itu mengadakan 25 persen misalnya, maka rugi pasangan calon kalau 100 pesrsen itu dihitung dari 25 persen, jadi kalau bahan kampanye itu 100 peresen dari jumlah KK di dapil itu, bukan dari berapa yang difasiliatsi oleh KPU, ujar Wahyu. Sementara itu anggota KPU Pramono lebih menfokus tentang materi kampanye untuk pemilu 2019, diawal materinya ia mengatakan bahwa kampanye adalah bagian pendidikan politik. Sering kali kampanye itu dimaknai untuk memperkenalkan atau mempersuasi untuk memilih kandidat. Ada 3 instrumen didalam UU nomor 7 tahun 2017, dimana ada kesamaan antara pilihan para pemilih ketika memilih capres dan memilih partai politik, secara teoritik memilih capres itu kira-kira diharapkan diikuti memilih partai politik yang mengusung capres dan wacapres. Sedangkan kampanye dilaksanakan secara serentak, kampanye pilpres dan pemilu legislatif itu dilaksanakan secara serentak waktunya sama. Sedangkan desain surat suara untuk pemilu 2019, untuk surat suara capres mencantumkan foto, nomor urut, nama, logo partai politik pengusungnya, itu diharapkan yang milih capres nomor urut tertentu diikuti dengan memilih partai politik pengusungnya. Sedangkan hari pemungutan suara dilaksanakan secara bersamaan pada hari yang sama, sehingga dari 3 (tiga) instrumen itu kampanye dilaksanakan secara serentak, desain surat suara pilpres itu memuat nomor dan logo partai poltik yang mengusung dan hari pemungutan suara dilaksanakan pada hari yang sama itu bertujuan untuk menyeimbangkan atau mendekatkan antara pilihan pada capres dengan pilihan kepada partai politk. Sementara itu kampanye dilaksanakan 3 (tiga) hari setelah ditetapkan daftar tetap DPR, DPD, DPRD serta pasangan Presiden dan Wakil Presiden. Oleh karena itu masa kampanye untuk pemilu 2019 hanya 6 (enam) bulan, ini berbeda dengan 2014 yang lalu yang masa kira-kira 1 (satu) tahun, ujar Pramano. Selain anggota KPU RI, hadir pembicara dari Wakil Ketua Dewan Pers Ahmad Djauhar dengan materi Pemberitaan Kampanye di Media Massa Dalam Perspektif Kode Etik Jurnalistik, Anggota Bawaslu RI Mochammad Afifuddin dengan materi Pengawasan dalam Pelaksanaan Kampanye dan Pengawasan Penyiaran pada Media Elektronik (Gugus Tugas), serta anggota Komisi Penyiaran Indonesia Ubaidillah dengan tema materi Pemilu dan Penyiaran dalam hal Lembaga Penyiaran, Etika Penyiaran, Pemetahan Masalah Iklan Kampanye, Kampanye Iklan Politik dan Pemberitaan, Penyiaran dan Iklan Kampanye Politik di Lembaga Penyiaran Pada Masa Tenang dan Hari Pemilihan.(dosen/teks/KPU FOTO/dosen/Hupmas)

Keterlibatan Masyarakat Sipil dalam Pemilu Meningkat

Jakarta, kpu.go.id – Keterlibatan masyarakat sipil dalam pemilu dan pilkada semakin meningkat, terutama pada pelaksanaan Pemilu 2014. Hal itu setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggunakan berbagai sistem informasi dalam tahapan pemilu yang dapat diakses oleh publik. KPU menggunakan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) sejak Pemilu 2014, kemudian ada Sistem Informasi Pencalonan (Silon), Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih), dan Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng). Hal tersebut disampaikan Ketua KPU RI Arief Budiman dalam Diskusi Media Mengukur Ketahanan Demokrasi Indonesia dalam skala global melalui indeks global state of democracy, Jumat (8/12) di Media Centre KPU RI. “Publik paling banyak mengakses Sidalih dan Situng yang menghasilkan transparansi dan akurasi. Semua sistem informasi tersebut yang merangsang publik untuk berpartisipasi dalam pemilu,” tutur Arief. Indeks demokrasi itu tumbuh menjelang 1999 yang mendorong makin banyak gerakan masif civil society. KPU juga akan terus memperbaiki sistem-sistem informasi tersebut, agar keterlibatan publik juga semakin meningkat. Indeks demokrasi akan meningkat dan keterlibatan publik juga akan lebih terbuka. “Sekarang trennya kebalik, kalau dulu Indonesia yang belajar demokrasi ke negara lain, sekarang banyak negara belajar dari Indonesia. Bahkan beberapa negara sudah meminta Indonesia agar menerima staf mereka untuk bertugas dan belajar di KPU,” jelas Arief. Publikasi dua tahunan tentang keadaan demokrasi global oleh Institute fot Democracy and Electoral Assistance (IDEA) ini menganalisis dan menilai keadaan demokrasi di seluruh dunia berdasarkan data dari indeks Global State of Democracy. Diskusi yang diinisiasi oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) tersebut juga menghadirkan Direktur CSIS Philips J Vermonte dan Direktur Asia Pasifik Internasional IDEA Leena Rikilla Tamang. (Arf/red. FOTO Arf/Humas KPU)

Kampanye pemilu yang ramah lingkungan

Lampung, kpu.go.id – Rapat kerja nasional (rakernas) mengenai pembahasan sosialisasi peraturan dan mekanisme Pemilu 2019, di selenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI pada Biro Teknis dan Hupmas di Kota Bandar Lampung, Kamis (7/12).Yang melatar belakangi acara rakernas ini diadakan, untuk menyongsong Pemilihan Serentak 2018, dan sekaligus sebagai awal menjelang didalam Pemilu 2019, Kegiatan rakernas ini sebagai bahan penyebaran informasi dan mekanisme kampanye pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 dan Pemilu Serentak Tahun 2019, agar dapat meningkatkan partisipasi pemilih dalam periode pemilu dan non-pemilu, dan berharap dalam acara kegiatan rakernas ini dapat dilakukannya sosialisasi dan sebagai gerak langkah yang sama dalam implementasi dan tahapan pemilihan. “KPU RI memandang perlu melakukan rakernas ini untuk memberikan pemahaman sosialisasi terhadap materi-materi peraturan kampanye, mempersiapkan strategi dan metode kampanye pada Pilkada 2018 dan Pemilu Serentak 2019 yang adil, setara, tertib dan partisipatif” kata Nursyarifah dalam penyampaian laporan kegiatan rakernas.Peserta kegiatan rakernas yang diikuti 51 orang peserta KPU RI, 68 orang dari 34 KPU Provinsi/KIP Aceh. Narasumber rakernas ini, yaitu: 1. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, 2. Dewan Pers, 3. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), 4. Siber Bareskrim Mabes Polri, dan 5. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Pembukaan acara rakernas ini yang di sampaikan oleh Arief Budiman (Ketua Anggota KPU RI) menegaskan, “kami (KPU) merasa perlu dan penting menyelenggarakan rakernas tentang tentang kampanye, karena ada beberapa hal dalam regulasi kita (KPU) itu sedikit berubah, pertama durasi kampanye, kita fokus pada kampanye Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg), Pemilhan Presiden (Pilpres) 2019, bukan pada Pilkada 2018 karena regulasinya sedikit berbeda, tapi pada saat kampanye pilkada itu biasanya diadopsi dalam Pemilu Nasional”, tegas Arief.Didalam Pemilu KPU mengedepankan beberapa hal, pertama, KPU menyerukan agar kampanye ramah lingkungan, jangan melukai, menyakiti mahluk hidup, seperti pohon-pohon dipaku, binatang-binatang dijadikan doorprize, KPU serukan tidak boleh membuat stiker karena stiker umurnya lebih panjang dari jabatan seseorang seperti stiker yang menempel di tembok, digedung dan rumah-rumah, umur masanya bisa sampai pada 2-3 pemilu, stiker itu tidak hilang-hilang ditempat itu terus menempel, dan perlu dilihat pada regulasi pilkada, tidak boleh menggunakan stiker, KPU bersemangat untuk melindungi alam, KPU mempunyai tanggung jawab terhadap alam karena sudah banyak energi dari alam. Untuk mengembalikan energi itu maka perlu adanya penanaman pohon.Yang kedua, durasi kampanye, karena dalam Undang-Undang (UU) yang disebut peserta pemilu adalah partai politik, yang disebut peserta pemilu adalah pasangan calon presiden dan wakil presiden, tidak bisa dipungkiri sistem pemilu kita dalah proporsional terbuka, maka kandidat pasti akan kampanye, mereka akan rebutan, bukan hanya memenangkan partainya, tapi juga untuk memenangkan dirinya sendiri.Arief mengingatkan kepada teman-teman KPU harus hati-hati dengan cara menyusun jadwal yang tepat, berapa kemampuan Kabupaten/Kota, berapa lapangan yang ada, berapa ruangan yang tersedia, kapasitasnya, waktunya semua harus diatur detil, salah sedikit saja nanti yang akan di hajar adlah PKPU dan yang akan di persoalkan KPU, dan penggunaan media elektronik juga diatur dan Dewan Pers akan mengamati kalau kampanye itu mulai sembarangan mulai tidak terkontrol, berita-beritanya berpihak dan Komisi Penyiaran nanti akan cross check, banyak media yang diingatkan dan diberi sangsi karena sikap dan prilakunya bertentangan dengan pearturan perundang-undangan. Dalam kata penutup Arief menghimbau, “ketika pulang ke daerah Anda bisa memberikan pemahaman yang cukup bukan hanya rekan KPU kabupaten/Kota tapi anda juga dapat memberikan pemahaman yang cukup kepada peserta pemilu, kalau penyelenggara dan peserta pemilu memahami aturan konflik akan bisa dihindari, tapi kalau pemahamannya berbeda maka konflik akan muncul” ,tegas Arief. (ieam/red. FOTO KPU/dosen/Hupmas).