Berita Terkini

PTUN Perkuat Putusan KPU Terkait Partai Rakyat

Jakarta, kpu.go.id - Sidang gugatan partai politik calon peserta Pemilu 2019 kembali digelar Pengadilan Negeri Tata Usaha (PTUN) Kamis (12/4/2018). Sidang dengan agenda mendengarkan putusan atas gugatan yang diajukan Partai Rakyat dimulai pukul 10.00 WIB.Dalam putusannya, majelis yang diketuai Oenoen Pratiwi menolak gugatan Partai Rakyat yang mempersoalkan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak menyertakan mereka dalam Pemilu 2019. “Mengadili, dalam pokok perkara, satu, menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya. Dua, menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp346 ribu,” ujar Oenoen di Ruang Sidang PTUN Jalan Sentra Primer Baru Timur, Jakarta.Sebelumnya dalam pertimbangan hukum yang dibacakan Hakim Anggota Edi Septa Surhaza, majelis berpendapat prosedur penelitian administrasi yang dilakukan oleh KPU telah sesuai dengan asas pemerintahan yang baik, kecermatan dan kepastian. Putusan KPU menurut majelis juga telah berlandaskan Peraturan KPU (PKPU) 11 Tahun 2017 serta Undang-undang (UU) 7 Tahun 2017.  Menurut majelis adanya perubahan PKPU akibat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak membuat proses penelitian administrasi yang dilakukan kepada Partai Rakyat berubah. “Karena proses penelitian administrasi telah selesai sebelum adanya putusan MK,” jelas Edi.Dalam hal substansi, fakta persidangan menurut majelis telah membuktikan Partai Rakyat gagal memenuhi persyaratan sebagai partai politik yang diamanatkan UU, seperti memenuhi 75 persen kab/kota serta 50 persen kecamatan. “Juga telah sesuai dengan pertimbangan putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) saat menolak gugatan Partai Rakyat beberapa waktu lalu,” tembah Edi. (hupmas kpu/dianR-James/Foto: James/ed diR)

Gugatan PKPI Diterima, Partai Republik, PBI dan PPPI Ditolak

Jakarta, kpu.go.id – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menggelar sidang putusan tiga gugatan partai politik calon peserta pemilu 2019, Rabu (11/4/2018). Gugatan Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) Indonesia dikabulkan majelis sementara gugatan Partai Republik, Partai Bhinneka Indonesia (PBI) dan Partai Pengusaha dan Pekerja (PPPI) tidak diterima.Dalam sidang yang berlangsung maraton, PKP Indonesia mendapat giliran pertama mendengarkan amar putusan yang dibacakan majelis. Dalam pertimbangannya majelis menilai gugatan dengan nomor 56/G/SPPU/2018/PTUN-JKT yang diajukan PKP Indonesia dapat diterima sementara eksepsi yang diajukan tergugat tidak dikabulkan. Oleh karenanya majelis memerintahkan tergugat untuk membatalkan surat keputusan (SK) yang dikeluarkan sebelumnya dan menerbitkan SK baru menjadikan PKP Indonesia partai peserta Pemilu 2019. “Dengan ini, Majelis Hakim mengabulkan pertama, mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya,” ucap Ketua Majelis Nasrifal.Di persidangan yang lain PTUN memutus menolak gugatan yang disampaikan Partai Republik, PBI dan PPPI. Dalam pertimbangannya untuk Partai Republik, majelis yang diketuai Deni Sutiyoso menganggap partai tersebut terbukti gagal dalam proses administrasi dan tidak mampu melanjutkan ke tahap verifikasi.Putusan yang sama dibacakan Hakim Ketua Dyah Widiastuti saat memutus gugatan yang diajukan PPPI serta Hakim Ketua Susilowati Siahaan saat memutus gugatan yang diajukan PBI. PTUN menolak gugatan dengan nomor 61/G/SPPU/2018/PTUN-JKT dan 59/G/SPPU/2018/PTUN-JKT dan menganggap keputusan yang telah dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah sesuai dengan asas kepastian hukum dan kecermatan formal. (hupmas kpu/dianR/Foto Ieam/ed diR)

Tuduhan Pemohon Asal dan Menyembunyikan Fakta

Jakarta, kpu.go.id - Sidang dugaan pelanggaran kode etik yang dialamatkan kepada Ketua dan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) serta Ketua dan Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) kembali diselenggarakan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Selasa (10/4/2018).Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Muhammad tersebut diawali dengan mendengarkan pokok permohonan pelapor Partai Rakyat dan Partai Islam Damai Aman (Idaman). Sedangkan Partai Republik hanya menyertakan surat yang memberikan kuasa bagi majelis untuk membacakan.Sidang juga mendengarkan jawaban dari pihak terlapor (KPU maupun Bawaslu). Dalam jawabannya, para terlapor tetap membantah segala tuduhan yang dialamatkan, dan menganggap dugaan pelanggaran kode etik yang dituduhkan terjadi selama proses pendaftaran, verifikasi hingga penetapan partai politik peserta Pemilu 2019 tidak berdasar, asal dan tidak disertai dengan fakta dan data.“Teradu menolak seluruh dalil yang disampaikan pengadu dan menegaskan bahwa teradu sudah melaksanakan tugas mandiri dan adil,” ujar Komisioner KPU Hasyim Asy’ari di Ruang Sidang DKPP Jalan MH Thamrin Jakarta.Sebelumnya dalam persidangan, Hasyim menjawab satu persatu tuduhan yang disampaikan oleh pihak pemohon, mulai dari Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) yang kembali dipersoalkan, keluarnya surat edaran (SE) 585 yang disebut ilegal, tuduhan inkonsistensi aturan karena munculnya PKPU 11/2017 menjadi PKPU 6/2018, sampai dengan tuduhan adanya inervensi pasca kedatangan anggota DPR Komisi II DPR saat proses pendaftaran partai. “Pengadu mempersoalkan kehadiran anggota Komisi II, tidak relevan karena petugas bekerja berdasar pedoman teknis dan kelengkapan dokumen,” jelas Hasyim.Menurut Hasyim apa yang disampaikan dalam permohonan adalah bentuk tuduhan yang menyakitkan tidak berdasar dan lebih banyak menyerang personal dirinya. Terutama ketika mantan Komisioner KPU Jawa Tengah itu dituduh memiliki kedekatan khusus dengan partai politik tertentu. Dia mengancam apabila tuduhan ini tidak dicabut maka akan ada konsekuensi hukum selanjutnya pasca putusan DKPP nanti. “Kalau aduan terkait teradu dua yang dianggap fitnah ini tidak dicabut maka apabila nanti putusan DKPP tidak menerima, ada konsekuensi hukum dari teradu kepada para pengadu,” tegas Hasyim.Sementara itu Ketua KPU Arief Budiman menambahkan, pihaknya melihat ada fakta yang sengaja disembunyikan oleh pihak pengadu dalam menyampaikan permohonannya dipersidangan. Seperti tentang kehadiran sejumlah anggota Komisi II DPR melakukan monitoring langsung proses pendaftaran yang disebutnya sengaja diopinikan mengintervensi KPU. “Yang dipersepsikan yang datang ketua dan sekjen partai yang sedang diproses pendaftarannya, padahal anggota Komisi II yang datang banyak, tidak hanya seperti yang disebutkan,” kata Arief.Begitu juga dengan keberatan pengadu bahwa KPU hanya memberikan berita acara (BA) pasca pengumuman partai politik yang lolos administrasi yang sesungguhnya KPU juga memberikan surat keputusan kepada mereka. “Jadi memang pengadu sengaja menyembunyikan ini,” tambah Arief.(hupmas kpu/dianR-ieam/Foto: Ieam/ed diR)

Tujuh Catatan Diterima, PKPU Kampanye Disepakati

Jakarta, kpu.go.id – Rapat konsultasi antara Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bersama pemerintah dan Komisi II DPR menyepakati rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Kampanye yang akan digunakan untuk Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.Rapat yang berlangsung Senin (9/4/2018), di Gedung DPR, Senayan, Jakarta ini diawali dengan pemaparan Ketua KPU Arief Budiman yang membacakan jawaban atas tujuh catatan isi PKPU kampanye yang disampaikan pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) sebelumnya.Ketujuh catatan tersebut antara lain terkait pemberitahuan kegiatan diluar masa kampanye, branding mobil, bahan kampanye, rapat umum, obyek alat peraga kampanye, masa tenang kampanye serta media sosial.Terkait kegiatan yang perlu diberitahukan diluar masa kampanye, Arief menjelaskan bahwa usulan yang meminta agar istilah pertemuan internal partai politik dilakukan perubahan bisa diakomodir dan dicarikan kata pengganti. “Saya pikir tidak masalah, nanti kita gunakan istilah pertemuan tertutup bukan pertemuan terbatas seperti catatan Bawaslu karena pertemuan terbatas ada di aturan kampanye,” tutur Arief.Sementara terkait branding mobil, KPU telah mengatur bahwa hanya mobil pribadi dengan plat hitam yang dapat digunakan untuk branding kampanye. Juga dengan catatan hal itu dilakukan dengan persetujuan pemilik mobil tersebut. “Karena tidak mungkin itu diakal-akali. Bagaimana kita menghentikan di massa tenang, maka penggunaan mobil pribadi akan membatasi di masa-masa yang sudah ditentukan,” ucap Arief.Adapun untuk pengaturan akun media sosial selama masa kampanye, KPU mengatur ada sepuluh akun yang harus dilaporkan masing-masing peserta kepada penyelenggara untuk nantinya diumumkan kepada masyarakat sebagai akun resmi. “Kalau akun pribadi tidak didaftarkan ya silahkan saja sebagai akun pribadi tapi kita tidak publikasikan ke masyarakat. Jadi, sepuluh akun di setiap platform itu yang akan kita publikasikan,” tambah Arief. (hupmas kpu bil/FOTO dosen/ed diR)

Fasilitasi Pendidikan Pemilih, KPU Arak Ondel-Ondel Keliling CFD

Jakarta, kpu.go.id – Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggelar kegiatan sosialisasi fasilitasi pendidikan pemilih Minggu (8/4/2018). Menyertakankan ondel-ondel, ikon budaya betawi tersebut kemudian diarak berkeliling area Car Free Day (CFD) mulai dari bundaran HI mengelilingi Jalan Sudirman Jakarta.Kegiatan di CFD ini juga bertujuan untuk menyebarluaskan informasi rencana kegiatan Pagelaran Seni Budaya “Menyongsong Pemilu Serentak 2019” yang akan digelar pada tanggal 21 April 2018 yang akan datang di Area Timur Kawasan Monumen Nasional (Monas) Jakarta.Selain mengarak ondel-ondel, para pegawai KPU RI juga disebar untuk berinteraksi dengan masyarakat pengunjung CFD,  berdialog terkait kepemiluan serta membagikan souvenir yang menginformasikan kegiatan Pagelaran Seni Budaya.Salah seorang masyarakat pengunjung CFD Sutrisno menuturkan, kegiatan yang dilakukan KPU di CFD ini sangat tepat untuk masyarakat sehingga bisa mengetahui informasi terkait kepemiluan dan aturan-aturan baru tentang pemilu dan pilkada.“Saya pikir KPU bisa bersosialisasi di CFD setiap minggu, karena disini berkumpul semua usia pemilih dan semua kalangan masyarakat, jadi sangat tepat kalau KPU menyasar masyarakat pemilih di CFD ini,” ujar Sutrisno yang juga menjadi instruktur senam di CFD. (hupmas kpu Arf/Foto Arf/ed diR)

Soal LHKPN dan Mantan Terpidana Korupsi Jadi Bahasan Menarik

Jakarta, kpu.go.id - Uji publik Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) terkait Pencalonan Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta Anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota 2019 mengerucut pada dua isu utama, rencana mewajibkan penyertaan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) serta tidak dicalonkannya mantan terpidana korupsi, bandar narkoba serta kejahatan seksual anak sebagai calon legislatif (caleg) 2019.Dua hal ini yang banyak dipertanyakan oleh para peserta rapat yang berasal dari partai politik serta aktivis kepemiluan diacara yang digelar di Ruang Rapat KPU Jalan Imam Bonjol Kamis (5/4/2018).Seperti yang ditanyakan Ketua DPP Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Chris Taufik yang menganggap aturan ini baik namun perlu dikaji lebih jauh efektivitas dan kemudahan bagi caleg saat mengurusnya. Dia juga menganggap caleg yang notabene belum pasti menduduki jabatan publik sebaiknya melaporkan LHKPN setelah dinyatakan terpilih. “Selain itu ini terkait kesanggupan KPK menerima semua laporan. Menurut saya bukti SPT pajak sudah cukup,” kata Chris.Hal senada disampaikan Wakil Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) Partai Demokrat, Andi Nurpati yang menganggap LHKPN sebaiknya diperuntukkan bagi caleg yang sudah terdaftar. Juga disampaikan Ketua DPP Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Sutrisno Iwantono yang meminta agar aturan ini tidak diberlakukan.Hal berbeda disampaikan Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz serta Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Wulandari, yang menganggap aturan melampirkan LHKPN baik bagi integritas caleg. Mereka pun tak sependapat dengan alasan pengurusan LHKPN merepotkan. “Kalau merepotkan tidak karena LHPKN sekarang sudah bisa melalui online dan itu cepat,” ucap Wulandari.Dalam diskusi juga mengemuka dukungan serta penolakan terhadap rencana tidak diusungnya calon mantan terpidana korupsi, bandar narkoba serta kejahatan seksual anak di Pemilu 2019. Pihak yang sepakat menganggap aturan ini sejalan dengan upaya menciptakan pemerintahan yang bersih dan diisi orang-orang terbaik. “Karenanya kita perlu mulai mengatur itu sejak awal dan ini terobosan baik,” ujar Pendiri sekaligus penasehat Constitutional and Electoral Reform Center (Correct), Hadar Nafis Gumay.Sementara bagi pihak yang menentang, aturan ini dianggap membatasi ruang bagi calon, sementara putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyebut memperbolehkan mantan terpidana untuk ikut dalam proses pemilihan.Lain dari itu, pembahasan dua PKPU juga membicarakan tentang tidak disertakannya logo partai baru dalam surat suara pemilihan presiden dan wakil presiden 2019 serta potensi calon tunggal dan pencegahannya atau masalah belum meratanya masyarakat memiliki Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTPel).Menanggapi semua pertanyaan dan masukan dari peserta uji publik, Ketua KPU Arief Budiman menjelaskan bahwa KPU tetap mengacu pada aturan Undang-undang (UU) pemilu saat menyusun dua PKPU tersebut. Seperti soal usulan mengganti calon dengan status tersangka pada proses pencalegan, menurut dia tidak dapat dilakukan sebab itu dapat mengganggu jalannya tahapan. “Bagaimana kalau penetapan tersangkanya jelang pemungutan suara, (kondisi ini) juga negara dirugikan karena sejak dia ditetapkan peserta kemudian harus diganti sudah berapa biaya yang dikeluarkan untuk menyediakan alat peraga kampanye dan sebagainya,” tutur Arief.Juga tentang rancangan KPU yang tidak membolehkan calon mantan terpidana korupsi ikut dalam pencalegan. Menurut dia hal ini juga telah sesuai dengan aturan. “Ketentuan bahwa penyelenggaraan pemerintahan bebas korupsi kolusi nepotisme (KKN), maka dengan beberapa fakta, data, kita masukkan dalam regulasi,” tutup Arief.Hasil uji publik selanjutnya jadi bahan bagi KPU saat menggelar konsultasi dengan Komisi II DPR serta pemerintah. Usulan yang ada akan dibahas dan disampaikan dalam forum yang digelar dalam bentuk rapat dengar pendapat (RDP) tersebut. (hupmas kpu/dianR-Foto dosen/ed diR)