Berita Terkini

Santunan Bagi 12 Ahli Waris Petugas Adhoc di Banyumas, Purbalingga dan Banjarnegara

Purwokerto, kpu.go.id - Rangkaian pemberian santunan bagi keluarga ahli waris petugas penyelenggara pemilu adhoc yang wafat di Pemilu 2019 kembali dilakukan. Kali ini KPU menyampaikan santunan bagi ahli waris yang ada di Kabupaten Banyumas (9 keluarga), Purbalingga (2 keluarga) dan Banjarnegara (1 keluarga), di Aula KPU Kabupaten Banyumas, Selasa (30/7/2019). Santunan diberikan langsung oleh Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan yang sekaligus menyampaikan bela sungkawa yang sedalam-dalamnya kepada keluarga ahli waris. Pria yang sempat menjabat sebagai Anggota KPU Jawa Tengah juga menjelaskan bahwa pemberian santunan bukan untuk menggantikan rasa kehilangan keluarga. “Duka yang bapak/ibu rasakan adalah duka kami bersama. Kita doakan mereka yang gugur mendapat pahala disisiNya,” katanya. Wahyu juga mengatakan bahwa santunan ini diberikan secara simbolis. Nantinya ahli waris akan menerima dana melalui transfer rekening. Oleh karenanya dia meminta kepada keluarga ahli waris agar aktif menginformasikan, terutama bagi yang belum menerima yang kemungkinan masih dalam proses administrasi. Adapun Petugas KPPS yang meninggal dari Kabupaten Banyumas yaitu Sopiah (KPPS Banjarsari Kidul, Sokaraja), Sukirno (KPPS Kebokuro, Sumpiuh), Darsito (KPPS Cihonje, Gumelar), Sudiran (Linmas TPS Cikakak, Wangon), Slamet (Linmas TPS Kober, Purwokerto Barat), Sunaryo (KPPS Bojongsari, Kembaran), Casan (KPPS Karangmangu Purwojati), Titut Susanto (Linmas TPS Jatiwinangun, Purwokerto Timur) dan Siswadi Wartim (Linmas TPS Bancarkembar, Purwokerto Utara). Sedangkan dari Kabupaten Banjarnegara yaitu Sugi Miarjo (KPPS Kalipelus, Purwonegoro), dari Kabupaten Purbalingga, Minarti (KPPS Tlahab, Tlahab Lor, Karangreja) dan Edy Santosa (PPS Desa Bobotsari).  Masing-masing menerima santunan sebesar Rp 36 juta. Hadir pula dalam acara ini Komisioner KPU Provinsi Jawa Tengah Diana Ariyanti, Anggota KPU Kabupaten Banyumas, Purbalingga dan Banjarnegara beserta jajaran Sekretariat dari KPU RI, Provinsi dan Kabupaten. (sks/ed diR)

Pendidikan Antikorupsi Bagi CPNS KPU RI

Jakarta, kpu.go.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menaruh perhatian besar pada upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan pendidikan antikorupsi bagi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) KPU RI tahun 2019 dalam Workshop Kepemiluan di Jakarta, Selasa (30/7/2019). Sebelumnya, pada hari pertama workshop peserta yang terdiri dari 68 CPNS lingkungan Setjen KPU RI diberikan bekal dari Komisioner dan pejabat di masing-masing biro Setjen KPU RI. Kali ini, peserta diberikan materi terkait pendidikan antikorupsi bagi calon abdi negara. Materi pendidikan antikorupsi sendiri disampaikan langsung oleh Fungsional Deputi bidang Pencegahan Korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Zulfadli Nasution. Dalam paparannya, Fadli mengingatkan pentingnya pembangunan budaya antikorupsi. “Pembangunan budaya antikorupsi haruslah dimulai dari diri kita masing-masing karena resiko korupsi itu melekat mulai dari diri sendiri, keluarga, lingkungan kerja, sampai lingkungan yang jauh sekalipun,” ungkap Fadli. Lewat kesempatan itu, Fadli juga banyak menceritakan pengalamannya selama bekerja di KPK, mulai dari kewenangan, modus-modus kasus korupsi yang pernah ditangani, sampai pentingnya pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) untuk mencegah dari resiko-resiko korupsi. Lebih jauh, lewat Workshop Kepemiluan ini juga peserta diberikan informasi tata kerja dari beberapa biro. Mulai dari Inspektorat yang diisi langsung Inspektur KPU RI, Adiwijaya Bakti, dilanjutkan Kepala Biro Umum, Yayu Yuliani, dan Kepala Biro Keuangan, Nanang Priyatna. Ketiganya menyampaikan Tupoksi dan bagian-bagian yang ada di dalam stukturnya masing-masing. Selain pemaparan, peserta juga diajak aktif bertanya dan membangun dialog dalam forum tersebut. Melalui kegiatan ini diharapkan seluruh peserta dapat semakin mengetahui kerja-kerja kepemiluan yang ada di lingkungan KPU. (Hupmas KPU RI Bil/foto: Ieam/ed diR) 

Rekapitulasi Berjenjang Buktikan Dalil Pemohon Keliru

Jakarta, kpu.go.id - Sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pileg 2019 banyak didominasi Pemohon yang mendalilkan adanya dugaan perpindahan maupun perubahan suara dari formulir C1 ke DA1.    Bahkan dalam persidangan dengan agenda pembuktian (yang menghadirkan saksi maupun ahli di persidangan), tidak jarang Pemohon melalui saksi-saksinya dengan yakin menyebut ada permainan dari penyelenggara atas berubahnya perolehan suara tersebut.    Untuk menjawab kecurigaan tersebut, Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku Termohon meresponnya dengan menunjukkan hasil rekapitulasi berjenjang di wilayah yang dicurigai Pemohon.    Seperti yang terlihat pada persidangan di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Selasa (30/7/2019), Pemohon untuk Kota Jambi mempertanyakan adanya penambahan untuk Partai Perindo dari C1 ke DA1. Hal sebaliknya terjadi untuk PDI Perjuangan dimana ada pengurangan suara dari C1 ke DA1.    Oleh saksi Termohon Husein, dalil tersebut tegas dinyatakan tidak benar, sebab melalui hasil pencermatan rekapitulasi berjenjang diketahui ada kekeliruan penjumlahan suara parpol pada waktu di TPS yang kemudian dikoreksi di tingkat kecamatan. "Suara yang dicatat belum termasuk suara sah calon. Sehingga Perindo bertambah 1," ujar Husein.    Penjelasan serupa juga diberikan pada persidangan lain dimana saksi Pemohon untuk PKB dari Tanjung Jabung Timur, Eko Supriyanto keberatan dengan perubahan hasil penghitungan suara dari C1 ke DA1. Diketahui PKB semula tertulis 11 suara kemudian terkoreksi menjadi hanya mendapat 2 suara.    Oleh saksi Termohon Ahmad selaku PPK Mendahara Ulu, dijelaskan bahwa PKB sejatinya memang hanya memperoleh 2 suara, angka 11 yang muncul dalam formulir C1 disebabkan ada kekeliruan KPPS saat menyalin hasil suara.    Meski demikian tidak seluruhnya keberatan Pemohon atas berbedanya hasil rekapitulasi C1 dan DA1 dikarenakan kesalahan penyelenggara adhoc dalam menginput hasil suara di TPS. Di satu kesempatan dalil dari saksi Pemohon yang menerangkan berkurangnya suara justru tidak diimbangi dengan pengetahuannya akan PKPU 3/2019 khususnya Pasal 54 yang mengatur tentang perolehan suara partai dan caleg.    Saksi Pemohon, Rangga yang awalnya keberatan dengan perolehan calegnya di Provinsi Riau kebingungan saat ditanya hakim perihal pengetahuannya tentang pembagian suara untuk parpol dan caleg pada Pemilu 2019 lalu. Dirinya salah menjawab (menyebut surat suara tidak sah) saat ditanya bagaimana dengan surat suara yang tercoblos untuk tanda gambar dan juga untuk dua nama caleg.    "Kalau untuk itu, surat suara tetap dinyatakan sah dan suara untuk parpol," bantu Anggota KPU RI Evi Novida Ginting Manik menjelaskan.    "Ini jadi persoalan," kata Hakim Konstitusi Arief Hidayat melanjutkan.     "Kalau dibaca jelas sekali di Pasal 54 PKPU 3/2019 mana suara partai dan caleg," tambah Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menambahkan.   Sidang Selasa menjadi hari terakhir dari agenda pembuktian PHPU Pileg 2019. Selanjutnya MK akan mengundang kembali para pihak untuk hadir mendengarkan sidang pembacaan putusan.    Hadir pada sidang, Anggota KPU RI Ilham Saputra, Hasyim Asy'ari serta Evi Novida Ginting Manik. (hupmas kpu ri dianR/foto: dosen/ed diR)

CPNS KPU Wajib Punya Tiga Nilai Ini

Jakarta, kpu.go.id - Bekerja sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di lingkungan Sekretariat Jenderal Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidaklah mudah. Setidaknya ada tiga nilai utama yang harus dipegang dalam menjalankan tugas dan fungsi kepemiluan.   Tiga nilai itu, ditekankan Ketua KPU, Arief Budiman saat membuka Workshop Kepemiluan yang dihadiri 68 CPNS Setjen KPU RI, di Jakarta, Senin (29/7/2019).   "Setidaknya ada tiga nilai yang saya selalu dengung-dengungkan yaitu pertama kerja yang transparan, karena kalau anda bekerja tapi tidak bisa diakses banyak orang, maka publik tidak akan percaya kepada anda, sebagai penyelenggara pemilu kepercayaan itu penting," ungkap Arief.   Kedua, sambung Arief, nilai integritas menjadi nilai yang penting bagi pegawai di lingkungan KPU yang kerap bersinggungan dengan persoalan politik.    "Ketiga bekerja profesional, artinya dia memang menguasai pekerjaan-pekerjaannya," tambah Arief.   Lebih lanjut, Komisioner KPU, Ilham Saputra yang juga hadir mengingatkan kepada seluruh CPNS KPU tidak bermain-main dengan urusan polik yang dapat mengganggu jalannya tahapan pemilu.   "Kalau ketahuan anda terbukti lakukan itu. tidak segan-segan melaporkan anda untuk kemudian kita bebas tugaskan, terima uang dari partai politik untuk mempengaruhi hasil itu tidak boleh, anda harus bekerja dengan penuh integritas, harga diri yang harus anda jaga untuk keberlangsungan dipercayanya KPU oleh masyarakat," tegas Ilham.   Sementara itu, juga tak kalah penting, Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi menyampaikan informasi terkait dasar hukum lahirnya KPU yang perlu diketahui seluruh CPNS.   "Dalam pasal 22 E UUD disebutkan bahwa pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional tetap dan mandiri. Nasional itu bahwa KPU hadir di seluruh wilayah Indonesia. Tetap itu bekerja dalam jangka waktu tertentu dan dipilih dalam jangka waktu berikutnya. Sedangkan mandiri itu dia tidak bisa dipengaruhi oleh siapapun ketika menjalankan tugas atau saat pengambilan keputusan," jelas Pramono.   Perkenalan Tugas Masing-Masing Biro   Melalui Workshop Kepemiluan ini juga, CPNS KPU RI dikenalkan tugas dan fungsi struktur organisasi yang ada di lingkungan Setjen KPU RI oleh masing-masing pimpinan di bironya.   Dimulai dari Kepala Biro Teknis dan Hupmas, Nur Syarifah. Dalam paparannya Nur Syarifah menjabarkan tugas-tugas yang selama ini dikerjakan di bironya mulai dari tahap persiapan sampai pelaksanaan pemilu. Paparan selaras juga disampaikan Kepala Biro Perencanaan dan Data, Sumariyandono berkaitan dengan perencanaan persiapan pemilu yang sudah disiapkan sejak 2 tahun sebelumnya.   Sedangkan, Kepala Biro Hukum, Sigit Joyowardono dan Kepala Biro Logistik, Purwoto Ruslan Hidayat dalam suasana akrab menjelaskan kerja-kerja yang dilakukan beserta pengalaman-pengalaman di bironya masing-masing.   Terakhir, Kepala Biro Sumber Daya Manusia (SDM), Lucky Firnandy Majanto menjelaskan core kerja di Bironya yakni pengangkatan Komisioner KPU sesuai dengan undang-undang mulai dari pembentukan tim seleksi, uji kelayakan dan kepatutan, pelantikan hingga penyampaian orientasi tugas. (Hupmas KPU RI Bil/foto Ieam/ed diR)

Sebut Suara Berpindah, Saksi Pemohon Justru Kesulitan Jelaskan Lokasi TPS

Jakarta, kpu.go.id - Hal menarik kembali terjadi pada sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pileg 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Pada Senin (29/7/2019) di Panel 1, Hakim Konstitusi Arief Hidayat sempat kebingungan dengan pernyataan saksi Pemohon.  Pasalnya saksi atas nama M Abdullah menyebut dengan tegas akan adanya perpindahan suara pada Pemilu 2019 lalu, namun tidak dapat menjelaskan dimana lokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS) dimaksud. "Kecamatan Alor Barat Laut Desa Ternate di TPS berapa?" tanya Arief kepada saksi yang menjelaskan keterangannya melalui video conference.  Berkali-kali Arief mengulang ucapannya, saksi terlihat kebingungan. Saksi bahkan terlihat sibuk memilah dokumen yang ada disekitarnya. Butuh waktu beberapa menit hingga saksi menyebut angka TPS 03 yang kemudian langsung dikoreksi oleh yang bersangkutan beberapa menit setelahnya menjadi TPS 02. "Ini bagaimana, karena kuasa hukum anda saja tidak bisa menyebutkan. Keterangan anda kalau bisa sebut akan menjadi bukti baru," kata Arief. Nyatanya kebingungan saksi M Abdullah tidak berhenti disana. Saat hakim bertanya di TPS di Pulau Buaya NTT mana yang diduga terjadi perpindahan suara, yang bersangkutan juga kesulitan untuk menjawab. Bahkan untuk pertanyaan terakhir, saksi sama sekali tidak menjawab.  Kesaksian dari Pemohon yang meragukan juga kembali terjadi saat saksi lainnya Rahmin Labe mencoba memberikan keterangannya. Pria yang awalnya mengaku sebagai Anggota KPPS 02 di Alor ini mencoba menutupi keterangannya tersebut setelah hakim mengkritik kedudukannya di Pemohon. Yang bersangkutan kemudian coba mempertahankan penjelasannya hanya sebagai saksi Pemohon.  Hakim pun dengan tegas mengingatkan saksi bahwa kedudukannya dipersidangan telah melalui sumpah yang harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan. "Anda berusaha berbohong, tapi kan tidak bisa, pasti ketahuan. Tadi anda sudah disumpah lho," kata Arief.  Kejadian hampir sama terjadi di Panel 2 saat Hakim Konstitusi Aswanto dan Saldi Isra mengingatkan saksi Pemohon untuk memberikan keterangan yang benar dipersidangan. Bahkan Hakim Saldi Isra disalah satu kesempatan menyebut keterangan saksi bertentangan dengan data yang dimilikinya sendiri. Adapun saksi Aswanto pada kesempatan memeriksa sengketa dari Distrik Heram Jayapura Papua meminta saksi untuk tidak menggunakan kata sekian dalam memberikan jawaban. Kata sekian untuk menyempurnakan jawaban diakhir angka menandakan ketidakpastian. "Tidak bisa bapak memberi keterangan seperti itu karena bisa menyesatkan kami. Di MK tidak bisa seperti itu, angka sekian sekian, di MK ini satu suara saja dipersoalkan," pungkasnya.  Hadir untuk sidang dengan agenda pembuktian ini prinsipal Anggota KPU RI Evi Novida Ginting Manik (Panel 1), Hasyim Asy'ari (Panel 2), Ilham Saputra (Panel 3) serta para penyelenggara pemilu baik ditingkat provinsi, kabupaten/kota hingga PPK. Adapun daerah yang dipersengketakan, NTT, DKI Jakarta, Sulawesi Barat, Papua, Sumatera Barat serta Sulawesi Tenggara. (hupmas kpu ri dianR/foto: dosen/ed diR)

Hakim Temukan Ketidaksamaan Bukti Pemohon

Jakarta, kpu.go.id - Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pileg 2019 kembali berlanjut pada Jumat (26/7/2019). Di Panel 1 dan 2, Hakim Konstitusi kembali memeriksa sengketa yang diajukan Pemohon untuk DPR, DPRD dan DPD dari Provinsi Papua Barat.    Di Panel 1, Hakim Konstitusi Arief Hidayat sempat meminta saksi Pemohon dan Termohon untuk menunjukkan dokumen rekapitulasi suara yang dimilikinya. Hal tersebut dilakukan setelah sebelumnya saksi Pemohon Abdullah Manaray dari Kabupaten Maybrat berujar bahwa terdapat perbedaan suara milik Pemohon hasil perhitungan KPU.     Saat proses penyandingan dilakukan, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih justru bertanya atas perbedaan dokumen rekapitulasi milik saksi Pemohon dengan Termohon, dimana dokumen milik Pemohon tidak dibubuhi tanda tangan sebagaimana yang dimiliki Termohon. Hakim pun meminta kepastian dari Bawaslu yang menyebut bahwa dokumen yang benar harus ditandatangani oleh penyelenggara pemilu ditingkatannya.    Proses penyandingan juga kembali berulang saat hakim di Panel 1 memeriksa perkara dari Pegunungan Arfak khususnya perkara Nomor 21-01-34. Untuk mendapat kebenaran, dari Pemohon, Termohon dan Bawaslu, hakim berhati-hati dan meminta formulir C1 dan C1 Plano dari masing-masing pihak untuk diperiksa. "Kita berhati-hati betul karena selisih suaranya hanya dua," ujar Arief.   Sementara itu di Panel 2, Hakim Konstitusi Aswanto saat menyidangkan perkara Kab Yapen sempat mengingatkan Bawaslu untuk tidak mengeluarkan rekomendasi sesudah perkara masuk di MK. Apalagi rekomendasi juga diberikan lebih dari tiga hari pasca penetapan tingkat nasional.    Dikesempatan lain, Hakim Konstitusi Saldi Isra di Panel 2 juga meminta KPU dan Bawaslu menyerahkan surat Bawaslu Nomor 353 dan 359 dipersidangan. "Kalau memang diperlukan hari ini kami bisa sediakan," respon Anggota KPU RI Hasyim Asy’ari yang hadir sebagai prinsipal. (hupmas kpu ri dianR/foto: dosen-desy/ed diR)