Berita KPU Daerah

Menakar Peluang dan Tantangan Pilkada Serentak

Bogor, kpu.go.id - Setelah melalui proses yang cukup panjang, akhirnya Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah telah diundangkan pada tanggal 18 Maret 2015 yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah  Pengganti  Undang-Undang  Nomor  1  Tahun  2014  tentang  Pemilihan  Gubernur,Bupati  dan  Walikota  Menjadi  Undang-Undang.  Undang-Undang  Pilkada  ini  telah  menyedot perhatian publik yang begitu besar disebabkan kesadaran masyarakat akan pentingnya Undang-Undang ini  dalam menentukan arah dan perkembangan demokrasi  di  aras  lokal.  Masyarakat masih sangat yakin pilkada langsung memiliki peluang lebih besar untuk melahirkan pemimpin yang kompeten dan berintegritas dibandingkan dengan pemilihan melalui DPRD. Terlepas dari proses politik yang cukup rumit dalam pembentukan Undang-undang ini, ada beberapa terobosanyang perlu mendapat perhatian, salah satunya adalah mengenai pilkada serentak. Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,dan Walikota menjadi Undang-undang, telah secara jelas menguraikan skenario Pilkada serentak yang  akan  dimulai  pada  bulan  Desember  tahun  ini  bagi  daerah  yang  masa  jabatan  kepala daerahnya berakhir tahun 2015 dan semester pertama tahun 2016. Kemudian untuk daerah yang masa Jabatan Kepala daerahnya berakhir pada semester 2 Tahun 2016 dan tahun 2017 Pilkada serentaknya dilaksanakan pada Bulan Februari 2017, sedangkan bagi daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir tahun 2018 dan 2019 pelaksnaan pilkadanya pada bulan Juni tahun2018. Kemudian Tahun 2019 dijadikan Tahun pelaksanaan Pemilu Nasional serentak, dimana pemilu legislatif dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan pada hari dan waktu yang sama.  Selanjutnya  pilkada  akan  kembali  digulirkan  pada  Tahun  2020  yang  merupakan kesinambungan pelaksanaan Pilkada Tahun 2015, Tahun 2022 yang merupakan kesinambungan pelaksanaan pilkada  2017 dan  Tahun 2023 sebagai  kesinambungan  dari  pelaksanaan pilkada Tahun 2018. Pada akhirnya Pilkada serentak secara nasional akan terwujud pada Tahun 2027.Dengan demikian, pasca Tahun 2027 hanya akan ada dua kali pemilu, yaitu Pemilu Nasional yang terdiri dari Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden serta Pemilihan Kepala Daerah.  Menurut beberapa  sumber,  Pilkada  Serentak  didesain  paling tidak  berdasarkan  3 (tiga)  pertimbangan.Pertama, berdasarkan  pengalaman  pelaksanaan  pilkada  selama  ini  menunjukan  kepada  kita bahwa begitu berserakannya jadwal pilkada selama kurun waktu 2005 sampai dengan 2014. Pada kurun waktu tersebut dalam setiap tahunnya selalu ada daerah yang melaksanakan pilkada, hal ini memunculkan  kelelahan penyelenggaraan yang tak jarang diwarnai kegaduhan dan konflik ditingkat lokal yang kadang merembet menjadi konflik nasional. Kedua, gagasan pilkada serentak pada  prinsifnya  merupakan  keinginan  memberikan  efektifitas  pada  semua,  dan  membangun demokrasi lokal yang lebih ramah baik bagi Partai Politik, Pasangan Calon, Penyelenggara, dan Pemilih.  Ketiga, pilkada serentak juga bisa menjadi alat penguatan sistem pemerintahan yang ditandai dengan siklus pemilu yang lebih rapi. Kaitannya dengan penataan siklus pemilu yang lebih rapi, idealnya pemilu serentak itu dilaksanakan  dalam  dua  tingkatan.  Tingakat  pertama  adalah  Pemilu  serentak  nasional  yang terdiri  dari  Pemilu  Anggota  DPR,  DPD  dan  Pemilu  Presiden  dan  Wakil  Presiden  yang dilaksanakan  pada  hari  dan  waktu  yang bersamaan.  Kemudian  tingkat  kedua  adalah  Pemilu serentak  daerah  yang  terdiri  dari  Pemilu  DRPD  Provinsi  dan  DPRD  Kabupaten/Kota  serta Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur dan Wakil Gubernur, dan  Pemilu Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Walikota yang dilaksanakan pada hari dan waktu bersamaan. Dengan adanya dua  tingkatan pemilu serentak tersebut pengisian jabatan di legislatif maupun eksekutif selalu akan diawali  dari  tingkat nasional baru kemudian tingkat daerah.  Sayangnya desain ideal ini  tidakakan  mudah  terwujud,  dikarenakan  Pilkada  bukan  bagian  dari  rezim  Pemilu,  karena  rezim pemilu menurut Pasal 22E UUD 1945 hanya terdiri dari Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum. Atas  dasar  itu  pula  Mahkamah  Konstitusi  melalui  Putusan  No  97/PUU-XI/2013  yang  pada pokoknya menyatakan bahwa Pilkada bukan merupakan rezim pemilu melainkan bagian dari rezim  Pemerintah  Daerah  yang  pengaturannya  berdasarkan  Pasal  18  UUD  1945.  Dengan demikian,  tidak  mungkin  pelaksanaan  pilkada  dilebur  dengan  pemilu,  atau  dengan  kata  lain tidaklah mungkin menyelenggarakan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Walikota berbarengan dengan Pemilihan Anggota DPRD Provinsi dan DPRDKabupaten.  Desain  ideal  Pemilu  bertingkat/berjenjang  hanya  akan  terwujud  apabila  pilkada masuk menjadi bagian dari rezim pemilu atau ketika sitem pemilihan itu hanya terdiri dari satu rezim, yaitu rezim Pemilu.Karena Pilkada bukan rezim Pemilu, sedangkan KPU sebagai bagian dari rezim Pemilu maka  konsekuensinya  akan  terjadi  kekosongan  konstitusional  penyelenggara  Pilkada,  dalam artian posisi penyelenggara Pilkada menjadi tidak pasti apakah KPU atau Pemerintah Daerah.Kemudian  untuk  mengisi  kekosongan  konstitusional  inilah   KPU  “dipaksa”  oleh  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 untuk menyelenggarakan Pilkada. Konsekuensi lain dari persolan ini adalah terkait dengan kewenangan memutus sengketa hasil pilkada, karena Pilkada bukan merupakan  rezim  Pilkada,  maka  Mahkamah  Konstitusi  tidak  berwenang  untuk  memutus sengketa  hasil  pilkada,  dengan  demikian  kewenangan  tersebut  harus  diserahkan  kembali  ke Mahkamah  Agung.  Mungkin  karena  berdasarkan  pertimbangan  pengalaman  penanganansengketa pilkada  dan pertimbangan-pertimbangan lainnya, sehingga pembuat Undang-undang Nomor  8  Tahun  2015  “memaksa”  Mahkamah  Konstitusi  untuk  menangani  dan  memutus sengketa hasil Pilkada. Untuk jangka pendek persoalan konstitusional ini mungkin tidak akan banyak yang mempermasalahkan, tetapi untuk jangka panjang bisa saja akan menjadi masalah serius dan menjadi faktor penghambat pelaksanaan pilkada-pilkada serentak selanjutnya.  Terlepas dari persoalan konstitusional diatas, disain pilkada serentak yang sudah diatur dalam  Undang-Undang  Nomor  8  Tahun  2015  patut  diapresiasi  sebagai  salah  satu  upaya penguatan  sistem  pemerintahan  dan  demokrasi  yang  hendak  mengatur  siklus  pilkada  agar terlaksana lebih rapi. Efektifitas Undang-undang Pilkada ini akan teruji mulai Desember Tahun 2015 ini, dimana berdasarkan data yang dirilis PERLUDEM akan ada 269 Daerah yang akan menyelenggarakan Pilkada. Februari Tahun 2017 ada 99 daerah dan pada gelombang terakhir yaitu Juni Tahun 2018 sebanyak 171 daerah.   Ujian pertama pelaksnaan Pilkada serentak Tahun 2015 ini akan bermula dari penyediaananggaran,  Ketentuan  Pasal  166  ayat  (1)  Undang-Undang  Nomor  8  Tahun  2015  mengatur pendanaan  pilkada  bersumber  dari  APBD  dan  dapat  didukung  oleh  APBN,  dalam  ayat selanjutnya  disebutkan  dukungan  pendanaan  dari  APBN  akan  diatur  dengan Peraturan Pemerintah, sampai saat ini Peraturan Pemerintah mengenai dukungan pendanaan dari APBN belum juga diterbitkan. Disisi lain dalam Perpu pilkada mengatur sebaliknya, yaitu pendanaan Pilkada  bersumber  dari  APBN dengan  dukungan  pendanaan  dari  APBD.  Perubahan  sekema penganggaran  inilah  yang  mungkin  membuat  daerah  luput  untuk  mengalokasikan  anggaran Pilkada  dalam  pembahasan  APBDnya  atau  bisa  jadi  daerah  berasumsi  bahwa  ketentuan penganggaran ini tidak akan berubah seperti yang diatur dalam Perpu dan mungkin daerah hanya mempersiapkan  dana  dukungan  pilkada.  Selain  itu  Undang-Undang  Nomor  8  Tahun  2015disahkan pada  Tanggal  18  Maret  2015 pada saat  APBD sudah disahkan.  Sehingga beberapa daerah  cukup  kesulitan  untuk  melakukan  revisi  APBD yang  berdampak  pada  terhambatnya tahapan Pilkada yang seharusnya sudah berjalan, padahal dalam rentang waktu yang kurang darisatu  bulan  setelah  Undang-undang  ini  di  sahkan,  menurut  tahapan  pelaksanaan  pilkada sebagaimana  diatur  dalam  Peraturan  KPU  Nomor  2  Tahun  2015  KPU  Provinsi  dan  KPU Kabupaten/Kota  yang  menyelenggarakan  Pilkada  harus  sudah  membentuk  PPK  di  tingkatkecamatan dan PPS di tingkat desa/keluraran, serta harus sudah merancang aktivitas sosialisas idan  pendidikan  politik  kepada  masyarakat  dalam  rangka  pelaksanaan  pilkada.  Ditengah keterbatasan waktu dan persoalan anggaran yang belum tuntas tersebut, jangan berharap banyakkonsolidasi di  tingkat penyelenggara berjalan secara optimal dan akankah tersusun rancangan aktivitas sosialisasi dan pendidikan politik yang visioner.Masalah  lain  yang  masih  terkait  dengan  anggaran,  yaitu  potensi  membengkaknyaanggaran pilkada dikarenakan adanya kampanye yang dibiayai Negara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan  Pasal  65  ayat  (2)  yaitu  kampanye  berupa  debat  publik,  penyebaran  bahankampanye, pemasangan alat peraga dan iklan di  media,  dampak dari  ketentuan ini diprediksiakan  membuat  anggaran  pilkada  membengkak  pada  kisaran  30-40  % dibandingkan  dengananggaran pilkada sebelumnya, dan itu belum termasuk penghitungan kenaikan akibat inflasi yang dalam batasan normal kurang lebih 6 % per tahun.Dampak lain  dari  ketentuan  kampanye  yang dibiayai  Negara  yaitu  makin  bertambahrumitnya  pekerjaan  KPU  Provinsi  dan  KPU  Kabupaten/Kota  dikarenakan  harus  disibukandengan pengadaan dan pengelolaan bahan kampanye yang dalam pilkada sebelumnya sebagian besar  menjadi  domain  peserta  pilkada.  Harusnya  hal  ini  harus  segera  diantisipasi  dengan diterbitkannya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pendanaan kampanye olehnegara  yang  pada  pokoknya  mengatur  mekanisme  pendanaan  yang  tidak  membuat  sibukpenyelenggara, misalnya dengan sitem reimburse, yaitu pasangan calon dipersilahkan melakukanpengadaan  bahan  kampanye  serta  melakukan  kegiatan  kampanye  yang  termasuk  katagori kampanye  di  biayai  Negara,  baru  kemudian  mengajukan  penggantian  kepada  Negara  sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Hal  baru  lainnya  dalam  Undang-undang  pilkada  ini  yang  berpotensi  menambahbengkaknya  anggaran  yaitu  dibentuknya  pengawas  TPS  yang  dibentuk  23  hari  sebelumpemungutan suara dan dibubarkan 7 hari sesudah pemungutan suara sebagaimana diatur dalam Pasal 27. Bisa dibayangkan betapa besar anggaran yang harus dialokasikan untuk membayar honor pengawas TPS, ambil contoh Kabupaten Bogor yang dalam Pilkada Tahun 2013 memilikiTPS sebanyak 7.716 berarti sebanyak itu pula pengawas TPS yang harus di beri honorarium.Maksud diadakannya pengawas pilkada dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 adalah untuk meminimalisir potensi kecurangan. Padahal, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan LP3ES justru  kecurangan pilkada  berupa manipulasi  angka dan sejenisnya banyak terjadi  ditingkat rekapitulasi  mulai dari  Desa,  Kecamatan sampai dengan tingkatan diatasnya.  Artinya,dibentuknya pengawas TPS merupakan diagnosa keliru yang justru membebani anggaran. TPS tidak perlu diawasi secara khusus, karena penghitungan suara di TPS sudah sangat transparan dengan  adanya  pengawasan  langsung  dari  masyarakat.  Justru  proses  pemungutan  dan penghitungan suara di TPS pada pemilu/pilkada di Negara kita merupakan yang terbaik di dunia,karena pemungutan  dan penghitungan dilaksanakan pada hari  dan  waktu yang bersamaan diseluruh wilayah Indonesia serta dengan proses yang sangat transparan. Di Amerika dan India saja prosesnya tidak seperti yang terjadi di Negara kita, di India misalnya pemungutan suara hari dan waktunya berbeda-beda untuk setiap Negara bagian.Tantangan  lain  dari  pilkada  serentak  yaitu  adanya  kemungkinan  isu  spesifik  daerah tenggelam  dengan  isu  nasional,  kondisi  ini  amat  mungkin  terjadi  pada  daerah-daerah  yang jadwal pelaksanaan pilkadanya berbarengan dengan DKI Jakarta. Hampir dipastikan isu pilkada DKI  Jakarta  akan  menjadi  isu  nasional  yang  menyedot  perhatian  masyarakat  se-nusantara termasuk masyarakat  yang didaerahnya sedang berlangsung pilkada.  Menjadi  kontraproduktif ketika masyarakat lebih paham isu pilkada di luar ketimbang isu pilkada yang ada di daerahnya.Selain hal  tersebut  diatas,  titik  waspada pelaksanaan pilkada  serentak  yaitu  potensi konflik serentak atau bahkan kerusuhan serentak, hal ini bisa dipahami dikarenakan berdasarkan pelaksanaan  pilkada-pilkada  sebelumnya  tidak  sedikit  daerah  yang  diwarnai  konflik  bahkan kerusuhan. Untuk mengantisipasi hal ini perlu adanya konsolidasi serius aparat keamanan dan strategi pengamanan harus diperbaharui. Selain itu proses penegakan hukum dalam pilkada harus lebih baik dengan belajar dari evaluasi pelaksanaan penegakan hukum pileg dan pilpres yang lalu, sehingga prinsip electoral  justice  dapat terjaga dengan baik.Kekurangan yang nampak dalam Undang-undang Pilkada terkait dengan proses penegakan hukum adalah tidak terdapatnya ketentuan pidana yang mengatur tentang politik uang (money politic) dan mahar politik. Padahal dua tindakan tersebut harusnya diganjar dengan hukuman yang sangat berat, karena politik uang dan mahar politik merupakan sisi gelap pelaksanakan demokrasi di Indonesia yang karenannya prinsip electoral justice tidak akan pernah tegak.Pada akhirnya,  perlu kerja keras dari  seluruh  stakeholder  untuk mewujudkan pilkada serentak yang kondusif sebagi upaya penataan siklus pemilu yang lebih rapi. Kita masih percaya bahwa  proses  yang  baik  akan  berbuah  baik,  rakyat  masih  percaya  bahwa  melalui  pilkada langsung  peluang  untuk  menghasilkan  pemimpin  daerah  yang  berintegritas  lebih  besar ketimbang  dipilih  melalui  DPRD,  mungkin  karena  keyakinan  rakyat  itulah  Undang-undang pilkada ini lahir dengan segala kekurangannya. Semoga kekurangan-kekurangan ini bisa dengan cepat tertutupi dengan peraturan perundang-undangan dibawahnya. Kita tidak berharap pilkadaserentak menjadi kekacauan serentak.Curiculum Vitae Udin Syahruldin, SH

Sebanyak 598 PPK dan PPS Ikuti Bimtek Pemutahiran Data Pemilih

Masamba, kpu.go.id-Dalam rangka menyukseskan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Luwu  Utara  tahun  2015  Komisi Pemilihan Umum  (KPU)  Luwu  Utara  menggelar bimbingan teknis (bimtek) pemutahir data pemilih bagi  Panitia Pemilihan Kecamatan(PPK) dan  Panitia  Pemungutan Suara (PPS)  yang dilangsungkan  di Aula  Hotel  Bukit Indah Masamba, Minggu (14/6).Komisioner  KPU  Luwu  Utara  Devisi  Teknis  Srianto  mengatakan, berdasarkan  hasil pertemuan tentang pemutakhiran data pemilih di Jakarta tanggal 9-11 Juni 2015,  maka pada hari ini kami kembali mengundang PPK dan PPS untuk mengikuti  bimtek yang dibagi  ke  dalam tiga kelompok.  Pertama hari  Minggu  (14/6)  pesertanya Kecamatan Bone-bone, Malangke, Sukamaju, kedua  hari  Senin  (15/6) Kecamatan  Baebunta,Malangke  Barat,  Mappedeceng, dan  terakhir  ketiga hari  Selasa  (16/6) Kecamatan Sabbang, Masamba, Tanalili.“Kami berharap agar bimtek ini dapat di ikuti dengan cermat karna sebagai dasar danmodal PPK dan PPS untuk melakukan pemutahiran data pemilih,’’ pesan Srianto.Selanjutnya  Srianto  menghimbau  kepada  PPS  agar  dalam  mengangkat  PanitiaPemutahiran  Data  Pemilih   (PPDP) dengan memilih  orang  yang  benar-benar  mau bekerja  dan  berintegritas  serta  melakukan  pendataan  dari  rumah–kerumah, jangan mendata  di atas  meja  dan bekerja  berdasarkan asumsi  pribadi, karena dengan data pemilih yang baik dan akurat maka akan menghasilkan pemilu yang berkualitas baik itu hasilnya mau prosesnya.Srianto berharap agar PPK dan PPS bisa menjadikan Pilkada ini sebagai sarana hiburan rakyat, sehingga tidak  ada rasa kejenuhan untuk memilih  karena dengan kejenuhandapat  dipastikan  akan  menurunkan  partisipasi  pemilih. Silahkan berkreasi  sesuai dengan kemampuan masing-masing yang penting tidak melanggar  kode etik  sebagai penyelenggara, agar pemilih tertarik untuk mau memilih. Karena suksesnya pemilu itu dapat diukur dari data pemilih yang akurut dan partisipasi masyarakat tinggi.Selanjutnya, Ketua KPU Luwu Utara Suprianto mengatakan, berdasakan Peraturan KPUNo. 2 tahun 2015 tentang tahapan pemutahiran data pemilih,  maka pada saat ini kami melakukan bimtek, karana proses pendataan pemilih (coklit) akan dimulai pada tanggal 15 - 19 agustus mendatang. “Saya berharap PPK dan PPS dalam melakukan pemutahiran data  pemilih  agar  banyak  koordinasi  dengan  aparat  desa maupun sesama penyelenggara, juga agar data pemilih ini menjadi perhatian yang serius karena data pemilih adalah hal yang sangat mudah dan gampang dipersoalkan, untuk itu mari kita bekerja dengan baik sehingga menghasilkan data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan,” harapnya. (Iqbal)

1 Paslon Perseorangan Belum Memenuhi Syarat Di Pilkada Kota Dumai

Dumai, kpu.go.id-Dumai (15/6) Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Dumai tidak memroses lebih lanjut persyaratan administrasi satu pasangan calon perseorangan, setelah sebelumnya (13/6) menerima pasangan calon perseorangan atas nama Amri, S.Sy dan Sakti.Berdasarkan informasi yang diperoleh tim kpu-riauprov.go.id, bahwa penolakan yang dilakukan oleh KPU Kota Dumai dikarenakan kurangnya jumlah dukungan yang diajukan oleh pasangan Budi Andrian Saputra dan Imanuddin. “Dukungan mereka berjumlah 1.595 jiwa dari jumlah minimal yang disyaratkan sebesar 22.463 jiwa”, ujar Ketua KPU Kota Dumai Darwis, S.Ag. untuk itu proses pencalonan pasangan dimaksud tidak dilanjutkan ketahapan berikutnya.Sementara itu KPU Dumai sebelumnya telah menerima pasangan pencalonan perseorangan atas nama Amri, S.Sy dan Sakti dengan menyerahkan dukungan sebanyak 31.601 jiwa, “Proses pencalonan pasangan ini sudah kami terima tanggal 13 Juni 2015 kemarin” ujar komisioner KPU Kota Dumai Edi Indra.Edi Indra menyampaikan bahwa langkah selanjutnya adalah meneliti kebenaran berkas, “apakah sesuai dengan syarat jumlah minimal dukungan dan sebarannya atau tidak, dan apabila dinyatakan memenuhi syarat maka akan ditindaklanjuti dengan melakukan penelitian ditingkat PPS, dimana berkas tersebut akan disampaikan ke Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) tanggal 19 Juni 2015, untuk diverifikasi factual oleh Panitia Pemungutan Suara(PPS) di 33 kelurahan,”pungkasnya. (myd)

Pilkada Sijunjung Tanpa Paslon Perseorangan

Sijunjung, kpu.go.id - Dipastikan tidak ada warga yang mendaftar sebagai bakal pasangan calon (Paslon)  melalui jalur perseorangan di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sijunjung, Sumbar, hingga pukul 16.00 WIB, Senin (15/6). Dengan demikian, KPU Kabupaten Sijunjung mencopot spanduk ucapan selamat datang pada bakal Paslon Perseorangan yang terpampang di halaman kantor itu.“Kita copot spanduk selamat datang ini. Karena yang ditunggu-tunggu tak ada yang tiba. Keberadaannya sebagai media ucapan bersuka cita atas kedatangan bakal Paslon sudah kadaluwarsa setelah pukul 16.00 WIB,” kata Koordinator Divisi Teknis dan Perencanaan KPU Kabupaten Sijunjung, Ade Yulanda seusai pencopotan spanduk.Pencopotan spanduk disaksikan Ketua Panwas Kabupaten Sijunjung, Agus Hutrial Tatul dan Kepala Kesbangpol serta Linmas Pemkab Sijunjung, Yunani, Ade menambahkan, KPU Kabupaten Sijunjung selalu stand by menunggu mereka yang akan menyerahkan syarat dukungan pada masa penyerahan dukungan, yaitu 11 – 15 Juni 2015. Kabupaten yang terkenal dengan julukan Lansek Manih ini, mempunyai 8 Kecamatan sehingga syarat dukungan calon perseorangan yang harus dikumpulkan sebanyak 23.024 jiwa. “Sebenarnya di masa pengumuman dan sosialisasi PKPU Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota, ada warga yang mengambil formulir dan mengaku sebagai tim sukses bakal calon perseorangan. Namun entah bagaimana ceritanya, sampai tenggak waktu yang ditentukan peraturan, mereka tidak mendaftar,” kata Ade.Sebelumnya, jelas Ade, KPU Kabupaten Sijunjung sudah melaksanakan sosialisasi pencalonan kepada pimpinan partai politik, tim sukses, tokoh masyarakat, dan Ormas. “Hal ihwal pencalonan sudah disampaikan, termasuk aplikasi pencalonan juga sudah diberikan pihak terkait,” tutur Ade. (*)

KPU Kota Solok Lakukan Sosialisasi Tahapan Pencalonan Pilkada di Kota Solok

Solok, kpu.go.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Solok menyosialisasikan tahapan pemilihan kepala daerah (pilkada) khususnya tahapan pencalonan pada Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah,  Senin (15/6) di ruang pertemuan (aula) Kantor KPU Kota Solok. Acara itu  dihadiri Komisioner KPU beserta jajaran sekretariat, Ketua dan Sekretaris Partai Politik, Ketua KAN, Ketua LKAAM, Ketua Bundo Kanduang, Panwas Kota Solok, Kabag Ops, Kasat Intel, Kasat Serse, dan Kasat Bimmas Polres  Solok Kota,  Pasi  Intel  Kodim 0309 Solok,  Kesbangpol,  Bakal  Calon Walikota  dan Wakil Walikota Solok, serta wartawan media cetak dan elektronik.Dalam sambutan pembukaannya,  Ketua  KPU  Kota  Solok  Budi  Santosa menyampaikan  tahapan, program, dan jadwal penyelenggaraan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Solok Tahun 2015. “Saat  ini  kita  sedang  menunggu  pendaftaran  calon  perseorangan  dari  tanggal  11-15  Juni  2015.Selanjutnya KPU Kota Solok akan memulai tahapan pemutakhiran data dan daftar pemilih,  yang akan diawali dengan pembentukan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP). Diharapkan seluruh masyarakat  Kota  Solok  yang  telah  memenuhi  syarat  sebagai pemilih  dapat  terdaftar  sebagai pemilih,” jelas Budi.Selanjutnya  Div.  Teknis  KPU  Kota  Solok  Asraf  Danil  Handhika  menjelaskan  tentang  Pencalonan Walikota dan Wakil Walikota Solok tanggal 26-28 Juli 2015. Dalam pencalonan formulir yang harus disiapkan adalah : 1. Model B-KWK Parpol (Surat Pencalonan Walikota dan Wakil Walikota Solok), 2.Model  B1-KWK Parpol  (Keputusan  DPP Persetujuan Pasangan Calon), 3.  Model  B2-KWK Parpol (Surat Pernyataan Kesepakatan Parpol/Gabungan Parpol), 4. Model B3-KWK Parpol (Surat Pernyataan  Kesepakatan  Parpol/Gabungan  Parpol  Dengan  Pasangan  Calon),  5.  Model  B4-KWK Parpol  (Surat Pernyataan Kesesuaian  Naskah  Visi,  Misi, & Program),  6.  Model  BB1-KWK Parpol (Surat Pernyataan Calon), 7. Model BB2-KWK Parpol (Daftar Riwayat Hidup Calon). Kelengkapan Dokumen Pasangan Calon :a. surat keterangan tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah  memperoleh  kekuatan hukum  tetap  karena  melakukan  tindak  pidana  yang  diancam dengan  pidana  penjara  5  (lima)  tahun  atau  lebih  dari  pengadilan  negeri yang  wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal Bakal Calon;b. surat keterangan tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari  pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal Bakal Calon;c. surat  keterangan  catatan  kepolisian  yang  menerangkan  Bakal  Calon  pernah/tidak  pernah melakukan  perbuatan  tercela,  yang  dikeluarkan  oleh  Kepolisian  Resort  yang  wilayah kewenangannya meliputi tempat tinggal Bakal Calon;d. surat  tanda terima penyerahan laporan harta kekayaan penyelenggara  negara  (LHKPN)  dari instansi yang berwenang memeriksa laporan harta kekayaan penyelenggara negara;e. surat  keterangan  tidak  sedang  memiliki  tanggungan  hutang  secara  perseorangan  dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan Negara, dari pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal Bakal Calon;f. surat  keterangan  tidak sedang dinyatakan pailit  berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dari  pengadilan niaga yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal Bakal Calon;g. fotokopi  Kartu  Nomor  Pokok  Wajib  Pajak  (NPWP)  atas  nama  Bakal  Calon,  tanda  terima penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi atas nama Bakal Calon, untuk masa 5 (lima) tahun terakhir atau sejak Bakal Calon menjadi wajib pajak, dan tanda bukti tidak mempunyai tunggakan pajak dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP)tempat Bakal Calon yang bersangkutan terdaftar;h. daftar  riwayat  hidup yang dibuat dan ditandatangani  oleh Bakal  Calon dan Pimpinan Partai Politik atau para Pimpinan Gabungan Partai Politik bagi Bakal Calon yang diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik menggunakan Formulir Model BB.2-KWK Parpol ;i. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP); j. fotokopi  Ijazah/Surat Tanda Tamat  Belajar (STTB),  yang telah dilegalisasi  oleh instansi  yang berwenang;k. naskah visi,  misi dan program Pasangan Calon mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota Solok yang ditandatangani Pasangan Calon;l. daftar  nama  Tim  Kampanye  tingkat  Kota  Solok,  Kecamatan,  dan  Kelurahan disertai  dengan alamat kantor/posko tim sesuai dengan tingkatannya;m. Pasfoto terbaru masing-masing calon ukuran 4 x 6 cm berwarna 4 (empat) lembar dan hitamputih 4 (empat) lembar, serta foto  Pasangan Calon ukuran 10.2 cm x 15.2 cm atau ukuran 4R sebanyak 2 (dua) lembar beserta softcopy dengan latar belakang merah putih;Pada akhir pertemuan Ketua KPU Kota Solok meminta kepada pimpinan  partai politik/gabungan partai  politik membentuk tim kampanye tingkat kota, kecamatan dan tingkat kelurahan, disertai alamat kantor/posko/sebutan lain, dan menunjuk penghubung pasangan calon.Sementara  itu,  Div.  Hukum KPU Kota Solok Ilham Eka Putra juga mengharapkan agar pimpinan partai politik/gabungan partai politik, segera  menyiapkan  Rekening Khusus Dana Kampanye yang dibuka oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang mengusulkan Pasangan Calon, dibuka atas nama Pasangan Calon dan spesimen tanda tangan harus dilakukan bersama oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dan Pasangan Calon. “Berkas ini disampaikan pada saat pendaftaran tanggal 26-28 Juli 2015,” tegas Ilham.Disamping menyiapkan rekening khusus tersebut, pimpinan partai politik/gabungan partai politik juga  menyiapkan  laporan awal  dana  kampanye  (LADK)  yang  memuat  rekening  khusus  dana kampanye, sumber perolehan saldo awal,  rincian perhitungan penerimaan dan pengeluaran yangdiperoleh  sebelum  pembukaan  rekening,  dan  penerimaan  sumbangan yang bersumber  dari Pasangan Calon atau Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dan pihak lain. Ilham mengingatkan agar berkas ini disampaikan kepada KPU Kota Solok paling lambat tanggal 23 Agustus 2015, atau satu hari sebelum penetapan pasangan calon walikota dan wakil walikota. Ketua  Bundo  Kanduang  Milda  Murniati  mengajak seluruh  yang  hadir  agar  dapat  mewujudkan “Pemilihan Badunsanak,” dan siap menang/siap kalah, menjaga suasana aman, damai, dan kondusif serta secara bersama-sama berperan aktif mengawal tahapan, program dan jadwal penyelenggaraan Pemilihan Walikota dan wakil Walikota Solok Tahun 2015. (KPU Kota Solok).

KPU Lutra Pastikan Tidak Ada Calon Perseorangan

Masamba, kpu.go.id- Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Luwu Utara memastikan untuk Pemilihan Bupati Kabupaten Luwu Utara Tahun 2015 tidak akan ada calon yang muncul dari jalur perseorangan, Senin (15/6).Pasalnya, sejak tanggal 11 hingga 15 Juni 2015 (pukul 16.00 WIB), tidak ada pasangan calon dari jalur perseorangan yang menyerahkan syarat dukungan pencalonan.Ketua KPU Luwu Utara Suprianto, SH mengatakan, berdasarkan Peraturan KPU Nomor: 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan dan berdasarkan hasil rapat pleno yang dituangkan dalam Berita Acara Nomor: 88/BA/VI/2015 tanggal 15 Juni 2015,  maka pada hari Senin, (15/6), KPU Luwu Utara secara resmi menutup penyerahan syarat dukungan calon Bupati dan Wakil Bupati yang ingin maju melalui jalur perseorangan.“Calon perseorangan, kita pastikan tak ada. Sampai sekarang belum ada yang datang untuk menyerahkan syarat dukungannya,” ujar Suprianto.Selanjutnya Suprianto menjelaskan, dengan tidak adanya pasangan calon perseorangan yang mendaftar, akan lebih mempermudah kerja KPU Kabupaten Luwu Utara, karena proses verifikasi berkas calon pasangan perseorangan, akan lebih berat dari pada pasangan calon yang diusung Partai politik. “Pasangan perseorangan proses verifikasi berkasnya itu berat ketimbang calon yang diusung dari partai politik,” katanya.Lanjutnya, bagi pasangan perseorangan, KPU harus melakukan proses verifikasi faktual melalui Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan  KPU harus turun langsung mengecek keberadaan pendukung calon perseorangan sebagai upaya pencocokan data pendukungnya sesuai bukti Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK).“KPU harus verifikasi memastikan kebenaran para pendukung sesuai photo kopi KTP dan KK yang diserahkan ke KPU,” urainya.Suprianto menambahkan, pendaftaran pasangan calon yang diusung partai politik, akan dimulai dari tanggal 26-28 Juli 2015 (iqbal/red. )

Populer

Belum ada data.