Berita Terkini

Ketua KPU: Masyarakat Antusias Sambut Debat Capres

Jakarta, kpu.go.id- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menggelar debat calon presiden yang ketiga dengan tema "Politik Internasional dan Ketahanan Nasional", di Holliday Inn, Jakarta, Minggu (22/6). Dalam sambutannya, Ketua KPU Husni Kamil Manik, mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dari debat pertama sampai ketiga masyarakat menyambut kegiatan ini dengan penuh antusias dan gegap gempita.“Dalam tema politik internasional dan ketahanan nasional ini, kita akan mengikuti bagaimana para calon presiden menjelaskan masalah, yang kata-kata kuncinya antara lain globalisasi dan ketangguhan kita sebagai satu bangsa yang besar,” kata Husni.“Problem-problem internal kita sebagai sebuah negara akan dikupas dengan secara rinci dan terurai di sini. Begitu juga kaitannya bagaimana posisi kita dalam era globalisasi ini dimana kita tidak terhindarkan dari pergaulan internasional,” imbuh HusniDi akhir sambutannya, ia kembali mengimbau masyarakat agar kegiatan debat capres ini menjadi referensi dalam menentukan pilihan pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, yang akan digelar pada Rabu, 9 Juli 2014 mendatang.Acara debat yang disiarkan langsung oleh TV One, sebagai TV host penyelenggara ini dimoderatori oleh Prof. Hikmahanto Juwana. (bow/red. FOTO KPU/dosen/Hupmas)

Diskusi Tematik Ketentuan Pidana Pilpres

Jakarta, kpu.go.id- Kemitraan Partnership menggelar diskusi bertajuk  “Ketentuan Pidana Pemilu Presiden dan Wakil Presiden” bertempat di Ruang Media Center Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Jalan Imam Bonjol No. 29 Jakarta Pusat, Kamis (19/6). Hadir sebagai narasumber dalam diskusi tersebut, Komisioner KPU RI Ida Budhiati, Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Nelson Simanjuntak, Titi Anggraini dari Perludem serta Ramlan Surbakti dari Kemitraan.Melalui diskusi ini, terungkap bahwa di antara permasalahan dalam penyelenggaraan Pemilu, baik  Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres), Pemilu Legislatif (Pileg), maupun Pemilu Kepala Daerah (Pemilukada) ialah kurang selarasnya Undang-Undang (UU) yang mengaturnya. Menurut Titi Anggraini, hal itu disebabkan oleh perbedaan dimensi waktu ketika UU atau peraturan tersebut dibuat.  “Masing-masing UU ini dibuat pada dimensi waktu yang berbeda, sehingga pengaturan atau penegakan hukumnya menjadi tidak konsisten dan tidak selaras satu sama lainnya,” ujar Titi.Ia mencontohkan UU tentang Pemerintah Daerah, yang dibuat pada 2014, pengaturannya masih merujuk pada Pileg dan Pilpres tahun 2004. Bila diperhatikan aturan-aturannya, terutama tentang penegakan hukum, UU itu nyaris serupa dengan UU Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilu Legislatif. Sementara UU Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif yang digunakan tahun 2009, pengaturannya tidak jauh berbeda dengan UU yang mengatur tentang Pilpres tahun 2009. “Ketika 2014 dilaksanakan pemilu lagi, peraturan diubah lagi. Ternyata rentang waktu lima tahun itu menjadikan isinya berbeda dan tidak konsisten. Salah satunya tentang batas waktu bagi masyarakat untuk melaporkan pelanggaran pemilu,” kata Titi. Dalam UU nomor 32 tahun 2004, lanjut Titi, masyarakat melaporkan pelanggaran pemilu tujuh hari setelah kejadian, baik pidana maupun administrasi. Dalam UU Nomor 8 tahun 2012, untuk Pileg  kemarin, pengaturannya jadi berbeda. Bukan tujuh hari setelah kejadian tapi dua hari setelah kejadian atau setelah diketahui. “Tapi kemudian pada UU tentang Pilpres, UU nomor 42 tahun 2008 pengaturannya berbeda, soal batas waktu pelaporan pelanggaran. Masyarakat melaporkan pelanggaran tiga hari setelah terjadi. Bisa dibayangkan secara psikologis, masyarkat pada Pileg lalu melaporkan tujuh hari setelah diketahui, sekarang jadi tiga hari setelah kejadian,” jelas Titi.Mengenai hal tersebut, Komisioner KPU RI Ida Budhiarti menjelaskan, jangka waktu pelanggaran yang semakin singkat karena semangatnya ialah sebelum tahapan pemilu selesai, sudah ada kepastian hukum dan keadilan Pemilu yang transparan dan partisipatif. Demi menghindari ketidakpastian hukum dalam penyelenggaran pemilu, Titi menawarkan solusi, yakni dengan membuat kodifikasi UU Pemilu . Hal itu juga disepakati oleh Ida Budhiarti. Menurut Ida, kodifikasi hukum pemilu, diharapkan, tak hanya meringankan tugas penyelenggara pemilu, tapi juga mempunya implikasi yang lebih luas, yakni memberikan kepastian hukum pemilu. “Karena salah satu syarat terwujudnya pemilu yang demokratis adalah kepastian hukum pemilu,” terang Ida.Dalam konteks ketentuan pidana, Titi mengatakan, perlu bagi Bawaslu mengevaluasi keberadaan Sentra Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu). Di dalam UU Pilpres tidak diatur pelembagaan Sentra Gakkumdu, yang terdiri dari kolaborasi Bawaslu, Kepolisian, dan Jaksa. Tapi dari hasil pantauan Perludem di lapangan, Sentra Gapumdu terjadi disharominisasi antara Bawaslu dengan aparat penegak hukum yang lain. “Ambil contoh, kasus yang kami laporkan ke Bawaslu soal kampanye di luar jadwal di media massa cetak dan elektronik oleh beberapa partai. Karena Sentra Gakkumdu ini sejatinya forum diskusi, maka semuanya sudah sepakat sejak awal. Tapi kasus kemarin itu, Bawaslu menyatakan itu tindak pidana pemilu, dan meneruskan ke Mabes Polri. Namun oleh Mabes Polri dinyatakan itu tidak memenuhi unsur pidana. Jadi, langsung kan itu iklannya membabi buta,” ungkap Titi.Sementara itu, Ramlan Surbakti menggaris bawahi kekurangan UU Pemilu yang berkaitan dengan kekerasan Pemilu. “Yakni suatu tindakan yang mencederai, atau ancaman mencederai orang atau harta benda yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu, ancaman penyelenggaraan pemilu itu sendiri yang terjadi pada masa pemilu. Dalam hal ini setidaknya ada empat korban yakni pemilih, penyelenggara, calon, unsur-unsur civil soceity. Selama ini baru dua, pemilih dan peserta pemilu,” papar Ramlan. (bow/red. FOTO KPU/dosenHupmas)

Pemantapan Pilpres 2014

Jakarta, www.kpu.go.id- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar pertemuan Trilateral guna membahas pedoman dalam pelaksanaan penyelenggaraan tugas dan kewajiban masing-masing lembaga dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres), Selasa (17/6), di Hotel Sultan, Jakarta.Pedoman dan pembagian tugas itu diharapkan mampu menghasilkan kesepahaman bersama antar ketiga lembaga tersebut dalam tiap proses dan tahapan pemilu, terutama event yang paling dekat, yaitu Pilpres 9 Juli 2014 mendatang. Ketua KPU RI Husni Kamil Manik mengatakan, ada tiga poin yang penting dibahas dalam kesempatan ini. Pertama, merujuk kepada pedoman menyangkut tentang rekapitulasi penghitungan suara di tingkat PPS, dimana peraturan KPU ini menyangkut tentang jadwal, program dan tahapan. Dalam peraturan tersebut mengatur bahwa KPU akan tetap melakukan rekapitulasi penghitungan suara di tingkat PPS, begitu juga peraturan KPU tentang pemungutan penghitungan dan rekapitulasi penghitungan suara. Dalam hal ini, KPU merujuk kepada Undang-Undang nomor 15 Tahun 2011 tentang penyelenggara pemilu, dimana di sana diatur adanya kewajiaban PPS untuk menyelenggarakan rekapitulasi. Landasan ini juga yang dipakai untuk menyelenggarakan Pemilukada setelah Undang-Undang nomor 15 tahun 2011 terbit, padahal Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah 32 Tahun 2004 dan 12 Tahun 2008 itu tidak ada mengatur. Jadi serta merta setelah terbitnya itu maka kemudian rekapitulasi penghitungan suara di PPS untuk pemilukada diadakan.Kemudian, poin yang kedua menyangkut proses persiapan logistik. KPU sudah mulai melakukan proses pengiriman logistik ke daerah. Sedangkan luar negeri jadwalnya sudah satu minggu yang lalu dimulai. “Untuk daerah Ambon sudah sampai, artinya di daerah-daerah timur itu prosesnya sudah mulai sampai. Ini artinya bahwa KPU Kab/Kota sudah mulai bekerja, konsekwensi dari mereka sudah mulai bekerja, yang penting kami sampaikan dalam forum ini adalah apabila status mereka masih dalam problematika, yang bersangkutan apakah diproses DKPP atau tidak proses DKPP, ini akan mempengaruhi kinerja secara langsung,” terang Ketua KPU.Poin ketiga menyangkut kebijakan penerbitan rekomendasi Bawaslu sehubungan dengan proses penghitungan dan pemungutan suara agar berpedoman pada kepastian hukum (kinerja pengawasan harus lebih efektif di tingkat bawah).Anggota Bawaslu Nasrullah mengatakan, terkait rekapitulasi di tingkat nasional perlu diantisipasi menyangkut keabsahannya dan perlu pembenahan di tingkat bawah. Ada persoalan baru yang didesain pihak luar yang menyita waktu panjang. Sehingga seringkali ada perintah penghitungan ulang dan sebagainya, Ia juga mengusulkan KPU dan Bawaslu tidak lagi dibebani dalam hal persoalan tersebut dan perlu ada penguatan di tingkat Provinsi (dalam hal persoalan yang menyangkut di tingkat PPS/PPK maka penyelesaiannya di tingkat tersebut) dan perlu ada parameter dalam merekomendasi di tingkat bawah.Perlu proses koordinasi antar penyelenggara di tingkat bawah (PPS/PPK dan Panwascam) sehingga lebih mudah dalam transparansi.Terkait dengan rekapitulasi memang banyak persoalan (terutama di Papua yang memakai sistem noken) sehingga perlu dilibatkan beberapa lembaga sebagai aspek transparansi.KPU yang lebih memahami secara teknis kondisi di daerah sehingga persoalan tersebut tidak ada masalah karena itu manajemen di tingkat provinsi perlu diperkuat (dalam hal penyelesaian sengketa di tingkat bawah).Pada kesempatan yang sama Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie mengatakan, dalam penyelenggaraan Pileg dan Pilpres berbeda dan persoalannya pun pasti berbeda yang perlu diperhatikan adalah netralitas penyelenggara pemilu dan kepercayaan peserta pemilu sehingga kehati-hatian perlu dijaga oleh penyelenggara pemilu. Perlu melihat kondisi real dan emosi secara keseluruhan di publik/massa dan upaya sungguh-sungguh dari penyelenggara dalam menjaga netralitas. Hal ini menjadi kesempatan bagi penyelenggara untuk menunjukkan netralitas kelembagaan. Perlu dibuat Surat Edaran (SE) bersama terkait dengan penguatan kewenangan di tingkat Provinsi sampai dengan di tingkat bawah (dalam penyelesaian sengketa). (dosen/red. FOTO KPU/dosen/Hupmas)

KPU-KPK Gelar Persiapan Pengumuman Laporan Harta Kekayaan Capres-Cawapres

Jakarta, kpu.go.id- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menggelar rapat koordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rangka persiapan pengumuman laporan harta kekayaan Capres dan Cawapres Pemilu 2014, Selasa (17/6) sore. Rapat yang berlangsung di Ruang Rapat Lantai I KPU, Jalan Imam Bonjol No.29 Jakarta Pusat ini dihadiri Kepala Biro Teknis dan Hupmas KPU, Sigit Joyowardono beserta jajarannya. Sementara dari pihak KPK, hadir Fungsional dari Direktorat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK, Budi Waluya beserta jajarannya.“Yang perlu kita diskusikan di sini adalah mengenai tempat dan waktunya. KPK belum tentukan dimana, karena selama ini memang yang memfasilitasi adalah KPU. Kemudian soal waktu, itu juga harus jelas jam berapa untuk kami beritahukan pada pimpinan KPK. Karena maklumat dari pimpinan kita, bahwa pada saat pengumuman itu ada acara penyampaian gagasan-gagasan dari pimpinan KPK. Selanjutnya, untuk yang mengundang pasangan capres-cawapres itu dari KPU,” jelas Budi Waluya dalam rapat tersebut.Budi menambahkan, pengumuman LHKPN yang akan digelar ini merupakan yang pertama untuk capres dan cawapres. Namun hal tersebut telah diterpakan KPK pada pelaksanaan Pemilu Kepala Daerah (Pilkada).Sementara itu, Sigit Joyowardono menjelaskan bahwa KPU berencana menggelar pengumuman LHKPN capres dan cawapres ini pada 1 Juli 2014. “Nanti, KPU akan menjadwalkan dan menyusun acara dalam rangka pengumuman hasil laporan harta kekayaan dari masing-masing pasangan capres-cawapres. Yang mengadakan acara nanti otoritasnya KPU. Jamnya jam berapa, nanti akan kita tentukan pastinya. Yang jelas, tanggalnya pada 1 Juli,” terang Sigit Joyowardono.Ia menambahkan, dalam acara tersebut, selain masing-masing pasangan Capres-Cawapres beserta tim kampanyenya, KPU akan mengundang lembaga-lembaga terkait Pemilu, seperti Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), KPK, beberapa Kementrian serta media massa. “Tapi yang terpenting, nanti kita akan memberi waktu kepada masing-masing pasangan capres-cawapres untuk membacakan hasil laporan harta kekayaan mereka yang sudah diaudit, diperiksa dan diklarifikasi oleh KPK,” ungkap Sigit Joyowardono. (bow/red. FOTO KPU/dosen/Hupmas)