Jakarta, kpu.go.id– Sistem pengendalian internal atau biasa disebut Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) adalah sistem pengendalian di kementrian/lembaga (K/L) dalam menjaga efektifitas dan akuntablitas keuangan negara. Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga telah memiliki sistem pengendalian internal yang diatur dalam Peraturan KPU Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di lingkungan Sekretariat Jenderal KPU, Sekretariat KPU Provinsi, dan Sekretariat KPU Kabupaten/Kota.Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPU RI Drs. Arif Rahman Hakim, M.S. dalam kegiatan sosialisasi SPIP bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Senin (08/09), di Hotel Swiss-BelHotel, Jakarta. “Apabila kita melihat pencapaian KPU, sistem pengendalian internal telah berjalan dengan baik, dan SPIP ini akan mempunyai efektifitas yang baik oleh komitmen seluruh jajaran pimpinan di KPU, baik Komisioner maupun Sekretariat, untuk melakukan penyempurnaan dan memperbaiki kinerja, sesuai tugas dan fungsinya masing-masing,” papar Arif dalam sambutan pembukaan kegiatan sosialisasi tersebut.Selanjutnya, Inspektur KPU RI Drs. Adiwijaya Bakti menambahkan, tujuan kegiatan sosialisasi ini adalah untuk mencapai tujuan organisasi dengan kegiatan yang efektif, efisien, dan akuntable, mengenai sistem pengendalian internal di KPU. Sebab, hal ini selaras dengan penyelenggaraan pemilu yang jujur, adil, transparan, dan akuntabel, sesuai amanat yang diemban oleh KPU sebagai penyelenggaran pemilu.Kegiatan yang dilaksanakan selama tiga hari tersebut dihadiri oleh jajaran pimpinan dan staf Sekretariat Jenderal KPU RI, Sekretariat KPU Provinsi DKI Jakarta, serta Sekretariat KPU dari Kota Administratif di Jakarta. Sedangkan dari BPKP hadir Deputi dan Direktur Bidang Polsoskam BPKP.Dalam kesempatan tersebut, Deputi Bidang Polsoskam BPKP DR. Binsar H. Simanjuntak menyampaikan, sistem pengendalian ini berproses pada sistem akuntabilitas yang terkait dengan keuangan negara. Ada suatu sistem yang dibangun dalam akuntabilitas keuangan negara, yang selanjutnya disebut SPIP. “Yang menjadi tonggak itu pada UU Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara. Semua itu mencerminkan adanya proses yang terkait akuntabilitas keuangan negara, mulai dari sejak perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pelaporan, monitoring, hingga pertanggungjawaban,” papar Binsar.UU Nomor 1 Tahun 2004 pada Pasal 58 menyebutkan bahwa dalam rangka transparansi, akuntabulitas, dan kinerja pemerintah, presiden mengatur dan menyelenggarakan pengendalian negara, termasuk Menteri dan pimpinan K/L, Gubernur, dan Walikota/Bupati. Kemudian sistem ini diatur dalam Peraturan Pemerintah(PP) Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP.Menurut Binsar, Indikator SPIP yang belum optimal adalah masih maraknya kasus-kasus korupsi, kemudian adanya 325 kepala daerah yang berhadapan dengan aparat penegak hukum, menteri dan pimpinan K/L, serta eselon 1-3 juga sudah ada yang menjadi tersangka. Binsar berharap, KPU dapat menjadikan penilaian opini BPK yang masih Wajar Dengan Pengecualian (WDP) sebagai semangat untuk menuju Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Indikator catatan BPK tersebut ada dua hal, yaitu aset dan ketaatan terhadap aturan, sehingga perlu ada komitmen dan kebersamaan untuk menghilangkan jejak-jejak yang ada di WDP, untuk bisa tertata dan terakuntabilitas dengan baik. (arf/red. FOTO KPU/Hupmas)