Berita Terkini

KPU RI Fit and Proper Test Calon Anggota KPU Provinsi Kalimantan Utara

Tarakan, kpu.go.id – Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Juri Ardiantoro dan Sigit Pamungkas menguji pada test tahap akhir uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) calon Komisioner KPU Provinsi Kalimantan Utara, tes dilaksanakan pada hari Rabu (18/2), di swiss-belhotel Jl. Mulawarman Kota Tarakan.Dari 45 pendaftar, terjaring 43 peserta yang memenuhi persyaratan administrasi untuk mengikuti tes tertulis, tes kesehatan, dan wawancara, dari hasil tes tersebut timsel mendapatkan 15 peserta untuk mengikuti psikotes kemudian mengerucut menjadi 10 peserta yang dinyatakan lolos untuk mengikuti fit and proper test.Adapun peserta yang lolos ke-10 besar mempunyai latar belakang beragam, dan pernah menjadi penyelenggara pemilu di tingkat bawah. Ada dari  akademisi, jurnalis, wiraswasta, incumbent Anggota KPU Kabupaten dan Mantan Anggota KPU Kabupaten. Berdasarkan hasil Keputusan Tim Seleksi  peserta yang lolos tersebut adalah :1.    Abdul Harits, S.Ag2.    Anna Prasetyawati, S.Psi3.    Busra, SE4.    Chairullizza, SH.I5.    Erry Sonley, SP 6.    Muhammad Rusman, S.Pd7.    Rustam Akif, S.Pd, SH, M.Pd8.    Suryanata Al-Islami, SH.I 9.    Syafruddin, SH, M.Hum10.  Winarno, M.PdPelaksanaan fit and proper test menekankan pada sistem pemilu, sistem kepartaian, integritas, netralitas, ilmu kepemiluan, regulasi kepemiluan dan kinerja kelembagaan yang dikuasai oleh para calon, hal tersebut didapat melalui metode wawancara selama kurang lebih 30 menit yang dilakukan oleh Komisioner KPU RI Juri Ardiantoro dan Sigit Pamungkas. Pelaksanaan fit and proper test berlangsung dalam suasana kondusif. Hal ini tidak luput dari kerja keras timsel yang diketuai oleh Sapriani, SH, M.Hum, sekretaris Saparni Husien, SH serta anggota M. Afifuddin, Very Junaidi, , Warkiatun Najidah, SHKetika di temui wartawan setempat terkait fit and proper test ini Sigit Pamungkas mengatakan Waktu yang di berikan kurang lebih sekitar 30 menit, pertanyaan dan waktu peserta sama pada prinsipnya ada yang kurang dan ada yang lebih tergantung kemampuan mereka menjelaskannya, bentuk pertanyaan di kontektualisasikan tapi prinsip-prinsipnya sama intinya ingin mencari kandidat yang terbaik yang bisa bekerja sebagai tim  karena KPU itu kolektif kolegial terang sigit.(us/dosen/red.FOTO KPU/dosen/hupmas)

KPU Gelar ToT Implementasi Keterbukaan Informasi

Tangerang, kpu.go.id- Seiring dengan akan diterbitkannya Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik, KPU RI bekerja sama dengan Indonesian Parliamentary Center (IPC), Selasa (17/2), mengadakan training of Trainers (ToT) implementasi keterbukaan informasi publik yang dihelat di Hotel Atria, Gading Serpong, Tangerang, Banten, dan berlangsung selama empat hari (17-20 Februari 2015).Training of Trainers ditujukan untuk para peserta yang akan memberikan pelatihan kepada calon Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) baik di tingkat KPU maupun KPU di daerah. Selain itu, ToT juga berbasis kepada Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2014 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan PKPU tentang Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik.Peserta ToT berasal dari pejabat dan staf di lingkungan Sekretariat Jenderal KPU, serta personil Sekretariat KPU Provinsi yaitu, DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Aceh, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Maluku.Materi kegiatan yang ada di dalam ToT ini diantaranya, penjelasan tentang PKPU dan Standart Operational Procedure (SOP) Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Informasi, penjelasan tentang PPID, serta bagaimana melayani permohonan informasi dan keberatan. Selain itu, juga dilakukan simulasi tentang bagaimana beracara di Komisi Informasi. Ketua KPU Husni Kamil Manik mengemukakan harapannya, agar para peserta dapat memahami mekanisme tentang pelayanan informasi sehingga pelayanan kepada masyarakat akan semakin meningkat.“Dengan adanya pelatihan ini, para peserta dapat mengimplementasikan ilmu yang diperoleh, sehingga pelayanan informasi kepada publik akan lebih meningkat lagi kedepannya,” ujar Husni. Harapan yang sama juga dikemukakan Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah, agar para peserta yang berasal dari KPU Provinsi, dapat mendeseminasikan informasi pelayanan informasi ini kepada KPU Kabupaten/Kota di bawahnya.“Setelah kegiatan ini, terkait dengan pelayanan informasi, saya mengharapkan ada upaya dari para personil untuk ketok tularkan terhadap satuan kerja masing-masing. Jadi, ilmunya tidak hanya sebatas untuk masing-masing peserta saja,” pungkas Ferry. (ook/red)

Seleksi Terbuka Jabatan Sekretaris KPU Provinsi

Jakarta, kpu.go.id- Untuk memenuhi ketentuan Pasal 108 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, pengisian jabatan Sekretaris Komisi Pemilihan Umum Provinsi (jabatan pimpinan tinggi pratama) dilakukan melalui seleksi terbuka, dengan ketentuan sebagai berikut: (dd)Surat Sekjen KPU Nomor 188/SJ/II/2015 perihal Seleksi Terbuka Jabatan Sekretaris KPU ProvinsiKlik di sini

KPU Menunggu Revisi Terbatas UU 1 Tahun 2015

Jakarta, kpu.go.id-Pasca ditetapkannya Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015, KPU masih menunggu revisi UU tersebut untuk menetapkan peraturan terkait pemilihan gubernur, bupati dan walikota. Hal itu disampaikan Ketua KPU, Husni Kamil Manik saat melakukan audiensi  Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (PERLUDEM) di gedung KPU RI, Jl. Imam Bonjol 29, Jakarta Pusat (16/2). Ketua KPU Husni Kamil Manik menjelaskan, KPU sudah mengajukan 23 poin usulan, pengajuan usulan dilakukan dengan cara KPU langsung menyebutkan pasal demi pasal yang menurutnya dapat ditambahkan. Meskipun demikian sampai saat ini KPU masih belum mengetahui poin mana yang masuk dalam revisi undang-undang tersebut yang rencananya akan disahkan pada Rabu (18/2) mendatang."Kemarin kami diminta untuk langsung mengajukan usul dengan cara menyebutkan pasal dan membahasakan pasal tersebut, tetapi sampai saat ini kami belum mengetahui pasal mana saja yang diterima dan pasal mana yang ditolak atau pasal mana yg di terima tapi masih membutuhkan perubahan (oleh DPR)," jelas Husni.Dalam audiensi tersebut, Perludem memberikan beberapa usulan yang dapat dijadikan pertimbangan bagi KPU dalam menetapkan peraturan-peraturan terkait penyelenggaraan pemilihan gubernur, bupati dan walikota. Ketua Perludem Didik Supriyanto, menyampaikan beberapa pokok usulan yang diharapkan dapat masuk ke dalam revisi UU, diantaranya mengenai jadwal dan tahapan pelaksanaan pilkada, serta pembatasan dana kampanye.Terkait tahapan pelaksanaan Pilkada serentak, Perludem memberikan usulan jadwal yang di bagi dalam 3 (tiga) tahap pelaksanaan, pilihan itu dianggap ideal dengan konsekuensi ada kepala daerah yang mengalami kekosongan dan ada pula yang mendapat pemotongan masa jabatan kurang lebih 3 (tiga) tahun."Kami memberikan usulan Pilkada serentak dibagi dalam tiga tahap, yakni pertama Juni tahun 2016 untuk kepala daerah yang masa jabatannya berakhir tahun 2015 sampai dengan Agustus 2016, tahap kedua Juli 2017 untuk kepala daerah yang masa jabatannya berakhir 2016 sampai Agustus 2017 dan tahapan Juli 2018 untuk mereka yang berakhir September 2017 sampai Desember 2019," usul Didik.Hal lain soal penganalisaan keputusan partai dan pemerintah yang masih menyetujui pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2015, Didik merasa itu hanya naluri politik saja, disebabkan pada masa transisi tersebut akan banyak jabatan kosong. Untuk menjalankan roda pemerintahan dibutuhkan pejabat sementara dimana akan ditunjuk PNS sebagai pelaksananya.Tidak tepatnya penyelenggaraan Pilkada pada Desember 2015, Perludem berpendapat banyak faktor yang menghambat pelaksanaannya. Dari faktor cuaca yang tidak bagus pada bulan itu sampai dengan adanya persiapan hari besar (natal) dimana pada beberapa wilayah Indonesia menjadi suatu momen penting.Mengenai pembatasan dana kampanye, Perludem menyarankan agar pengaturan dalam UU dapat lebih jelas sehingga KPU tidak perlu mengeluarkan kebijakan, menurutnya tidak menutup kemungkinan DPR akan menyoroti kebijakan yang dibuat karena tidak mengacu pada UU.Berbeda dengan Didik, Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraeni menyoroti soal substansi penyelesaian sengketa pencalonan dan uji publik bagi bakal calon, dua hal ini dianggap penting karena dapat memangkas waktu tahapan Pilkada. (dam/red.FOTO KPU/dosen/Hupmas)

MK Tidak Keberatan Tangani Sengketa Pilkada

kpu.go.id, Jakarta- Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak keberatan untuk menangani sengketa hasil Pilkada, hal ini dilakukan apabila hasil revisi UU Pilkada memandatkan MK untuk menyelesaikan sengketa Pilkada. Langkah ini merupakan hasil Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) MK pada hari Kamis, 12 Februari 2015 yang lalu. Selanjutnya MK meminta adanya peninjauan kembali mengenai waktu yang lebih lapang, mengingat pelaksanaan Pilkada yang akan dilaksanakan secara serentak, sehingga proses penyelesaian sengketa bisa berjalan dengan baik.Hal itu disampaikan oleh Koalisi Masyarakat Sipil Kawal UU Pilkada yang terdiri dari Perludem, ICW, JPPR, Puskapol UI, LP3ES, PPUA Penca, ILR, YLBHI, saat menggelar konferensi pers, Jumat (13/2), di Media Centre Komisi Pemilihan Umum (KPU).Mereka menyatakan sikap agar sengketa hasil Pilkada pada masa transisi ini tetap diselesaikan di MK. Kemudian mereka juga mendesak DPR dan pemerintah untuk segera merevisi ketentuan penyelesaian sengketa hasil Pilkada tersebut tetap diselesaikan oleh MK. Hal tersebut bisa dilakukan dengan menyesuaikan peraturan perundang-undangan yang ada dengan putusan MK yang terkait dengan penyelesaian sengketa hasil Pilkada.Isu krusial yang masih diperdebatkan dalam proses revisi UU Pilkada tersebut salah satunya mengenai mekanisme penyelesaian sengketa Pilkada. Hal itu merujuk ketentuan UU Nomor 1 Tahun 2015 yang mengamatkan penyelesaian sengketa Pilkada di Mahkamah Agung (MA), meskipun secara terbuka MA telah menolak untuk menyelesaikan sengketa Pilkada.“Kami sudah pernah menemui Hakim Agung, mereka saat itu menyampaikan penolakannya, agak berat bagi MA jika kemudian menerima kewenangan penyelesaian sengketa Pilkada.” Ungkap Veri Jumaidil.Hal itu terkait penataan internal di MA yang sedang dilakukan dan jumlah tunggakan perkara yang cukup besar di setiap tahunnya. Apabila kemudian ditambah dengan kewajiban untuk menyelesaikan sengketa Pilkada, maka dapat menambah beban MA. Hal tersebut menjadi alasan penolakan MA untuk tidak menangani sengketa Pilkada, terang Veri mengutip kata Hakim MA.Menambahkan keterangan Veri, Pengamat dari Indonesian Parliamentary Center (IPC) Sulistiyo berpendapat, sarana tehnologi yang dimiliki MK untuk menyelesaikan sengeketa melalui video conference menjadi pertimbangan juga mengapa MK lebih tepat sebagai lembaga penyelesaian sengketa Pilkada.(dam/arf/red.KPU FOTO/dam/Hupmas)

Pentingnya Komunikasi Publik dalam Proses Kepemiluan

Jakarta, kpu.go.id- Komunikasi publik dalam pemilihan umum (pemilu) dilakukan untuk menyampaikan pesan yang ada di dalam penyelenggaraan pemilu yang harus disampaikan kepada masyarakat. Hal itu penting, mengingat masyarakat berhak mengetahui seluruh proses dan tahapan pemilu. “Kita perlu melakukan komunikasi publik, karena ada hak publik yang ingin mengetahui tentang proses kepemiluan, sekaligus sebagai kewajiban kita sebagai penyelenggara pemilu untuk memenuhi hak publik tersebut,” ungkap Anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) Sigit Pamungkas. Selain untuk memenuhi hak publik, KPU sebagai salah satu lembaga penyelenggara pemilu memiliki kepentingan yang ingin dituju. Untuk mencapai tujuan tersebut, harus dilakukan dengan komunikasi publik. “Kalau kita tidak pernah mengomunikasikan kepada seluruh pihak, maka kepentingan-kepentingan organisasi KPU tidak dapat terwujud dengan baik. Bahasa legalnya ialah tidak pernah dapat melakukan tugas dengan baik,” sambung Sigit. Hal tersebut dipaparkan Sigit Pamungkas dalam Knowledge Exchange Desain Komunikasi Publik Badan Penyelenggara Pemilu gelombang ke-2, Kamis (12/2), di Hotel Aryaduta, Jakarta. Acara ini merupakan kerja sama antara KPU dengan Australian Election Commision (AEC) sebagai ajang pertukaran pengetahuan dan pengalaman sesama penyelenggara pemilu di masing-masing negara. Sigit menambahkan, tujuan dari komunikasi publik dalam pemilu tidak hanya bersifat tunggal, tetapi berlapis dan hierarkis. “Komunikasi tidak hanya sekedar menyampaikan, tapi untuk memastikan bahwa publik harus dapat memahami. Selain itu, ada efek-efek yang diharapkan, seperti partisipasi publik dan kepercayaan terhadap penyelenggara pemilu,” lanjutnya. Dalam melakukan komunikasi publik, perlu menggunakan berbagai saluran media yang ada, agar hal tersebut berjalan lebih efektif. “Perhatikan juga dengan apa yang ingin disampikan dan penggunaan bahasa tubuh dalam penyampaian pesan tersebut,” ujar Sigit. Peita Mamo, narasumber dari pihak AEC memaparkan tentang penggunaan intranet dalam melakukan komunikasi internal diantara staf dan pimpinan. Disamping itu, intranet juga dimanfaatkan dalam melakukan koordinasi antara AEC pusat dan daerah. “Intranet ini merupakan saluran khusus yang dikembangkan dalam menyebarkan informasi kepada seluruh staf yang ada di AEC, ataupun antara tingkat pusat dan daerah. Jadi seluruh personil dapat langsung meng-update informasi yang berkembang di internal kami,” pungkas Peita. Hadir pada gelombang ke-2 ini Anggota KPU Provinsi Divisi Sosialisasi dari Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Timur dan Papua Barat, serta pejabat dan staf di Sekretariat Jenderal KPU. Sedangkan pihak AEC hadir pula, Kepala Perwakilan di Indonesia Shan Strugnell. (ook/red.FOTO KPU/dosen/hupmas)