Berita Terkini

Logistik Pilkada Instrumen Penting Membangun Legitimasi Pemilih

Balikpapan, kpu.go.id - Prinsip-prinsip dasar dalam mengelola logistik pemilu dan pilkada adalah bagaimana logistik tersebut menjadi bagian atau instrumen yang penting untuk membangun legitimasi pemilih. Orang banyak yang meragukan hasil pemilu dan pilkada, apabila logistiknya tidak standar.Apabila ada improvisasi atau kreatifitas mengenai logistik pemilu dan pilkada, kreatifitas tersebut harus sesuai standar Peraturan KPU. Contohnya dalam pengisian formulir di TPS, harus menggunakan formulir yang sudah diatur dalam Peraturan KPU. Apabila ada kreatifitas menggunakan formulir yang tidak sesuai standar, maka itu bisa mempengaruhi legitimasi hasil pemilu atau pilkada."Legitimasi itu sumbernya dari persepsi, bagaimana kita bisa mengorganisasikan logistik pemilu dan pilkada yang sesuai standar Peraturan KPU. Selain itu, distribusi logistik juga harus tepat jenis, tepat jumlah, dan tepat waktu. Logistik juga harus aksesible bagi penyandang disabilitas," papar Komisioner KPU RI Juri Ardiantoro dalam Bimbingan Teknis Pilkada, Selasa (25/10) di Balikpapan.Manajemen logistik menjadi penting dalam penyelenggaraan pilkada, khususnya apabila dokumen-dokumen logistik tersebut nantinya diperlukan dalam proses sengketa pilkada. Pada penyelenggaraan pilkada serentak 2015 ini KPU akan menyediakan minimal tiga kotak suara di kantor PPK untuk menghimpun formulir-formulir."Tiga kotak suara yang minimal disediakan di PPK itu untuk menghimpun formulir C1, data pemilih, dan formulir DAA hasil penghitungan suara di tingkat kecamatan. Apabila terjadi persoalan sengketa, kita sudah amankan dokumen-dokumen itu dan disegel dengan berita acara yang baru," terang Juri yang memegang divisi logistik di KPU RI.Sementara itu, Komisioner KPU RI Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengharapkan formulir C1 dari TPS bisa dikirim secepatnya ke KPU kabupaten/kota untuk dilakukan proses scan dan uploading. Apabila memungkinkan dari sisi jarak tempuh dan geografis, pada hari yang sama formulir C1 bisa sampai di KPU kabupaten/kota."Kami berharap proses di TPS sore hari selesai, dan malamnya formulir C1 bisa dikirim ke KPU kabupaten/kota. Namun apabila dari sisi geografis tidak memungkinkan, maksimal tiga hari harus sudah sampai di KPU kabupaten/kota. Proses scan & uploading ke website ini adalah prinsip keterbukaan dan transparansi informasi, seperti halnya pada saat pileg dan pilpres yang lalu," ujar Ferry. (Arf.ft;dam/Humas)

Tahapan Pilkada Harus Aksesible dan Tidak Diskriminasi bagi Disabilitas

Balikpapan, kpu.go.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah satu-satunya lembaga negara yang memfasilitasi penyandang disabilitas dalam pemenuhan hak kedaulatan rakyat. Pemenuhan hak tersebut juga diatur dalam UUD 1945, sehingga penyandang disabilitas berhak mendapatkan perlakuan khusus untuk mendapatkan persamaan hak dan kesempatan yg sama dengan warga negara lainnya. Untuk itu, tahapan pemilu dan pilkada harus aksesible dan tidak diskriminasi bagi penyandang disabilitas.Khusus untuk tahapan pilkada serentak 2015, tahapan harus mudah dipahami dan bisa diikuti oleh semua kalangan, termasuk bagi penyandang disabilitas. Hal itu bisa berkaca pada pelaksanaan debat capres 2014 yang lalu, KPU memfasilitasi akses penyandang disabilitas, baik pada kegiatannya maupun penyiaran di televisi. Bahkan saat ini sudah ada penyelenggara pemilu dari penyandang disabilitas, seperti di Kalimantan Timur, Jambi, Jakarta, dan Sumatera Barat.Hal itu disampaikan Ketua Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat (PPUA Penca) Ariani dalam diskusi materi Bimbingan Teknis (Bimtek) Pilkada 2015, Minggu (25/10) di Balikpapan."Saat ini fasilitasi pemilih disabilitas telah masuk di buku panduan KPPS, baik itu untuk penyandang cacat fisik atau tuna daksa, kemudian tuna netra, tuna rungu, tuna wicara, dan tuna grahita. Mereka semua bisa ikut dalam pilkada dan dapat melakukan haknya sebagai warga negara dalam menggunakan hak pilihnya di TPS," ujar Ariani dihadapan peserta bimtek.Akses yang dibutuhkan bagi penyandang disabilitas adalah akses fisik dan non fisik, terang Ariani. Akses fisik adalah akses di lokasi TPS, harus aksesibel bagi penyandang disabilitas. Kemudian akses non fisik, seperti informasi di tayangan televisi bisa menggunakan bahasa isyarat atau running text, seperti pada waktu debat capres 2014 yang lalu. Khusus bagi disabilitas tunanetra, butuh informasi suara dalam bentuk suara melalui radio dan juga informasi dalam bentuk huruf braile.Ariani juga menambahkan pentingnya akses yang ramah petugas KPPS di TPS kepada penyandang disabilitas. Apabila ada penyandang disabilitas mengalami kesulitan di TPS, petugas bukan hanya menonton, tetapi turut membantu. Contohnya bagi penyandang tunanetra, cukup disentuh tangannya, dan ditawarkan bantuan apa yang perlu dilakukan. Petugas KPPS juga harus tahu cara membantu penyandang disabilitas dengan kursi roda, apabila jalan ke TPS harus naik tangga. (Arf,ft;dam/Humas)

Hadar Nafis Gumay, Perbaiki Hasil Melalui Proses Penyelenggaraan Pemilu

Balikpapan, kpu.go.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI terus memperbaiki kualitas hasil pemilihan umum (pemilu), tetapi sebelum mencapai hasil tentu melalui tahap demi tahap. Salah satunya melalui tahapan pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi suara, serta penetapan hasil. Dalam hal tahapan pemungutan dan penghitungan suara mengalami perubahan-perubahan cukup fundamental yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dari pelaksanaannya.Hal tersebut diuraikan Komisioner KPU RI, Hadar Nafis Gumay pada acara Bimbingan Teknis (Bimtek) pemungutan, penghitungan rekapitulasi dan penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) tahun 2015, yang digelar KPU di Balikpapan, Kalimantan Timur, 24 hingga 26 Oktober 2015. Kegiatan ini bertujuan untuk memperbaiki hasil pemilu dengan penyempurnaan proses penyelenggarannya, yang dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu dari tingkat pusat, hingga daerah, baik yang tetap maupun badan penyelenggara ad hoc (PPK, PPS, KPPS). Di hari kedua pelaksanaan Bimtek dibagi ke dalam dua kelas, kelas B terdiri dari KPU Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Tengah dan KPU Provinsi Nusa Tenggara Timur, dengan menghadirkan narasumber dari KPU RI Hadar Nafis Gumay, Komisioner KPU RI yang mengampu Divisi Teknis Pemilu menjelaskan hal-hal baru dalam proses pemungutan dan penghitungan suara, mulai dari persiapan yang diawali dari penyampaian Formulir C6 kepada pemilih dan pengumuman/pemberitahuan tempat dan waktu pemungutan suara. Kemudian, kegiatan pada pelaksanaan meliputi pemungutan dan penghitungan suara, penyusunan berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara, pengumuman hasil penghitungan suara dan penyampaian hasil penghitungan suara serta alat kelengkapan di Tempat Pemungutan Suara (TPS).Ada tujuh hal baru dalam proses pemungutan dan penghitungan suara pada penyelenggaraan Pilkada 2015. Pertama jumlah pemilih paling banyak 800 orang tiap TPS, kedua adanya formulir C7 yakni daftar hadir pemilih, ketiga terdapat pengawas di masing-masing TPS, keempat adanya pencatatan pengguna hak pilih disabilitas di formulir C1, kelima Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) wajib mengembalikan formulir C6 yang tidak terdistribusi kepada PPS, keenam terdapat perubahan tugas KPPS terutama pengadministrasian pengguna hak pilih, dan hal baru ketujuh adanya hasil penghitungan suara disampaikan kepada Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) melalui Panitia Pemungutan Suara (PPS) pada hari itu juga artinya pada hari pemungutan dan penghitungan suara.Hadar juga menekankan, dalam hal langkah-langkah penghitungan suara terutama untuk  menentukan sah atau tidak sahnya surat suara, dan mengisi formulir model C, model C1 dan lampiran model C1, karena ini semata-mata untuk melindungi dan mengamankan suara pemilih yang telah memberikan suaranya ke TPS.“Ini perlu diperhatiakn agar tidak ada suara pemilih itu hilang padahal dia sudah niat sekali untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemilu. Misalnya dalam hal surat suara itu tercoblos lebih dari satu kali, kalau masih terdapat dalam satu kolom pasangan calon, ya kita lihat dan pastikan bahwa maksud dari pemilih itu adalah ya memilih pasangan calon itu, jadi ini adalah sah,” tegas Hadar.Hadar juga menjelaskan terkait pemungutan dan penghitungan suara di TPS dapat diulang jika terjadi gangguan keamanan yang mengakibatkan hasil pemungutan suara tidak dapat digunakan atau penghitungan suara tidak dapat dilakukan. Pemungutan suara dapat diulang apabila juga terdapat hasil penelitian dan pemeriksaan panitia pengawas (panwas) kecamatan terbukti terdapat satu atau lebih keadaan yakni: pembukaan kotak suara tidak dilakukan sesuai dengan tatacara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, petugas KPPS meminta pemilih memberi tanda khusus pada surat suara, dan petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang sudah digunakan pemilih sehingga menjadi tidak sah, lebih dari satu pemilih menggunakan hak pilih lebih dari satu kali atau lebih dari satu pemilih yang tidak terdaftar sebagai pemilih mendapat kesempatan memberikan suara. Apabila sampai terjadi pemungutan suara ulang, tambah Hadar, ini tidak perlu lagi dilakukan pemutakhiran daftar pemilih.Terkait dengan penghitungan suara ulang, ini dapat dilakukan di TPS dan juga di PPK.Dijelaskan juga mekanisme pemungutan dan penghitungan suara dengan satu pasangan calon tunggal. Ini akan diselenggarakan serentak bersamaan dengan yang lain, kecuali terjadi penundaan yang jadwal, tahapan, dan programnya melewati hari dan tanggal pemungutan suara secara serentak.  “Hanya saja dalam desain surat suaranya yang mengalami perbedaan, karena pada daerah-daerah dengan pasangan calon tunggal akan didesain dengan ada foto pasangan calon, kemudian di bawah foto terdapat dua kolom, yakni kolom SETUJU dan TIDAK SETUJU, jadi pemilih nantinya akan mencoblos pada kolom itu bukan pada kolom foto pasangan calon,” jelas Hadar.Tatacara pemungutan dan penghitungan suara Pemilihan Satu Pasangan Calon dapat memedomani Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2015. Bimtek masih akan berlangsung hingga dilakukannya simulasi pemungutan dan penghitungan suara di TPS. (wwn, ft:dam/humas kpu)

Antisipasi Penyalahgunaan Memilih, KPU Gunakan Formulir C7 di TPS

Balikpapan, kpu.go.id – Pilkada 9 Desember 2015 akan diselenggarakan secara serentak, sehingga ada beberapa daerah yang menggelar pilkada sekaligus, antara pemilihan gubernur dan wakil gubernur dengan bupati dan wakil bupati atau walikota dan wakil walikota. Potensi kemungkinan pindah memilih bisa saja terjadi, untuk itu KPU mengeluarkan formulir C7 di TPS.Formulir C7 itu untuk daftar hadir memilih, sehingga petugas KPPS 3 tidak perlu menandai lagi. Formulir C7 itu bisa untuk mengantisipasi penyalahgunaan memilih, dan itu yang akan menjadi daftar akurat yang menjadi pegangan dalam pertanggungjawaban proses kerja ini. Hal tersebut disampaikan Komisioner KPU RI Hadar Nafis Gumay dalam paparannya pada kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Pemungutan, Penghitungan, Rekapitulasi dan Penetapan Hasil Pilkada 2015, (24/10) di Balikpapan. “Kami juga ingin masyarakat dapat mengontrol proses kerja kita dari petugas paling bawah, termasuk seperti pada pemilu 2014 dengan melakukan publikasi C1, sehingga masyarakat bisa melihat hasil dengan cepat per-TPS. KPU juga sedang mengkaji kemungkinan publikasi hasil rekapitulasi dengan scan dan uploading seperti halnya C1,” papar Hadar.Hadar juga mengharapkan adanya antisipasi praktek jual beli C6, karena pada dasarnya C6 itu hanya bentuk pemberitahuan. Untuk itu, apabila ada C6 yang tidak sampai ke pemilih harus segera kembali ke PPS paling lambat satu hari sebelum hari pemungutan suara.Pada kesempatan yang sama, Ketua Bawaslu RI Muhammad, mengapresiasi adanya formulir C7 daftar hadir di TPS, mengingat masih banyak praktek jual beli C6, mobilisasi pemilih, dan mengganti pemilih. Bawaslu juga mengapresiasi masuknya Pengawas TPS ke dalam Skema TPS, karena Pengawas TPS itu akan menjadi mitra petugas KPPS. “Pengawas TPS dapat menguatkan keputusan yang diambil petugas KPPS yang sudah sesuai peraturan KPU, apabila ada saksi peserta pilkada yang komplain atau melakukan tekanan mengenai hasil perolehan suara. Petugas KPPS dan Pengawas TPS harus punya standar sama terkait suara sah dan tidak sah. Untuk itu, kami mengintruksikan kepada Pengawas TPS agar dapat berkomunikasi dengan Petugas KPPS tiga hari sebelum pemungutan suara, sehingga persoalan-persoalan di TPS bisa diselesaikan dengan baik,” ujar Muhammad di depan peserta bimtek. Menyangkut integritas dan kepercayaan publik, tambah Muhammad, kami di Bawaslu ada instruksi kepada Panwaslu agar menghindari minum-minum kopi di warung atau restoran. Hal ini karena banyak peserta pemilu juga memanfaatkan warung kopi sebagai tempat untuk beraktifitas, jangan sampai publik menilai negatif, meskipun sebenarnya tidak ada apa-apa. Sementara itu Kepala Bagian Persidangan Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) Osbin Samosir, mengungkapkan bahwa DKPP tidak hanya memberhentikan dan memberi peringatan bagi pelanggaran kode etik, tetapi juga memberikan rehabilitasi dan pujian. Sejak Juni 2012 sampai 22 Oktober 2015, sebanyak 1.857 pengaduan masuk ke DKPP, tetapi hanya 572 yang disidangkan dan lebih banyak yang direhabilitasi daripada diberhentikan dan diberi peringatan. (Arf.FOTO KPU/dam/Hupmas)

Keserentakan Pilkada dengan Standar Kerja Nasional

Balikpapan, kpu.go.id – Proses Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota tahun 2015 di selenggarakan secara serentak, untuk itu dibutuhkan keserentakan juga dalam proses tahapannya. Poin penting dalam proses keserentakan ini adalah adanya standarisasi kerja secara nasional antara satu daerah dengan daerah yang lain. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi dan Kabupaten/Kota harus menjalankan standar kerja nasional tersebut dalam menyelenggarakan pilkada. KPU harus memberikan fasilitasi yang sama kepada masyarakat pemilih, cara kerja yang sama, dan output juga harus sama. Standar nasional itu menegaskan tidak ada pilkada ala daerah tertentu, misalnya pilkada ala Papua, ala Madura, atau daerah lainnya, KPU tidak boleh mentolerir hal tersebut.“Kita harus memaknai pilkada serentak ini dengan menjaga semua proses bisa berjalan sama, semua harus sama pelaksanaannya dari awal sampai akhir. Khusus adanya akibat dari rekomendasi Bawaslu atau Panwaslu, sehingga tahapan yang berjalan agak berbeda, juga bagi daerah yang mempunyai calon tunggal, proses akhirnya harus tetap sama, yaitu pemungutan suara pada tanggal 9 Desember 2015,” papar Ketua KPU RI Husni Kamil Manik saat membuka pelaksanaan Bimbingan Teknis (Bimtek) Pemungutan, Penghitungan, Rekapitulasi dan Penetapan Hasil Pilkada, (24/10) di Balikpapan.Husni juga menekankan penggunaan panduan yang dikeluarkan KPU, seperti buku panduan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), panduan rekapitulasi di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), dan rekapitulasi di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. KPU juga telah membuat video panduan pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara yang menjadi standar kerja nasional. Munculnya persoalan dan ketidakpuasan beberapa pihak sehingga ada laporan ke Bawaslu/Panwaslu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), hal itu karena masih ada penyelenggaraan tahapan yang belum sama standarnya. Penyelesaian sengketa pilkada pasca penetapan juga harus dilakukan dengan standar yang sama. Orientasinya adalah semua harus dipertanggungjawabkan dalam laporan, termasuk dokumentasi arsip yang tertib dan mudah ditelusuri apabila terjadi sengketa.“Kita menargetkan fasilitasi proses publikasi hasil pilkada bisa seperti waktu Pemilu 2014 yang lalu, bahkan kualitas harus ditingkatkan. Form C1 ini harus secepatnya dikumpulkan di KPU kabupaten/kota untuk proses scanning dan uploading. Ini semangat transparansi kita sebagai penyelenggara pemilu. Apa yang kita lakukan ini juga harus dibarengi dengan integritas yang kuat, karena negara ini telah mempercayakan kepada kita untuk mengelola penyelenggaraan pemilu,” tegas Husni di hadapan peserta Bimtek.Bimtek yang diselenggarakan selama tiga hari tanggal 24 - 26 Oktober 2015 tersebut diikuti oleh 279 peserta yang berasal dari 10 KPU Provinsi, yaitu: Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara, serta 83 KPU Kabupaten/Kota di provinsi tersebut yang menyelenggarakan Pilkada, termasuk tiga kabupaten yang hanya mempunyai satu pasangan calon, yaitu Tasikmalaya, Blitar dan Timur Tengah Utara. Sementara itu Kepala Biro Teknis dan Hupmas KPU RI, Sigit Joyowardono, menyampaikan bahwa materi dalam bimtek ini menyangkut pemungutan dan penghitungan suara di TPS. Proses ini agak sedikit berbeda dengan pemilu sebelumnya, termasuk rekapitulasi penghitungan suara hingga penetapan hasil pilkada. “Kita bersinergi dengan Bawaslu dan DKPP dalam mengawasi proses tahapan pilkada, sehingga potensi pelanggaran kode etik juga akan dibahas dalam bimtek ini. KPU juga mengundang PPUA Penca terkait pelayanan penyandang disabilitas di TPS, kemudian kita juga akan melakukan simulasi pengisian formulir. Seluruh kegiatan bimtek ini bertujuan untuk membangun pemahaman yang sama, sehingga pelaksanaan tahapan dan penyelesaian persoalan juga sama di semua daerah,” ujar Sigit. (Arf.FOTO/dam/Hupmas)

Siswa Republik Argentina Lakukan Simulasi Pemungutan Suara di KPU

Jakarta, kpu.go.id- Siswa-siswi kelas 6 Sekolah Dasar Gondangdia 01 (SD Republik Argentina), Menteng, Jakarta, melakukan simulasi pemungutan suara di Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jl. Imam Bonjol No. 29, Jakarta, Kamis (22/10). Simulasi itu dilakukan untuk memilih ketua kelas, persis seperti tata cara pemberian suara di TPS. Petugas TPS juga dilakukan oleh mereka sendiri. Dalam simulasi itu juga ada DPT, kampanye, serta tata cara pemungutan dan penghitungan suara.Irawan, ketua rombongan dari SD Gondangdia 01 menyatakan bahwa kunjungan ke KPU merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk memberikan pengalaman langsung bagi para siswa mengenai proses pemilu. "Siswa kelas VI di sekolah kami mendapatkan pelajaran mengenai Pemilu dan kunjungan ini tujuannya adalah untuk memberikan pengalaman bagi anak-anak agar dapat merasakan langsung bagaimana proses pemilihan umum itu berlangsung,” tutur Irawan.Senada, Titik Prihati, yang menerima kunjungan itu menyampaikan, selain memberikan pengenalan tentang organisasi KPU, para siswa juga diberikan nilai-nilai dasar kepemiluan dan tahapannya serta demokrasi secara umum.“Ini (audiensi dengan siswa SD -red) adalah bagian dari strategi pendidikan pendidikan pemilih yang dirancang KPU. Kami berharap, para siswa memperoleh pemahaman tentang pentingnya nilai-nilai demokrasi dan tahapan kepemiluan. Penanaman nilai-nilai itu sejak usia dini menjadi sangat penting,” kata Kepala Bagian Partisipasi Masyarakat Sekretariat Jenderal KPU itu.Bagi KPU, kunjungan dari instansi pendidikan terutama sekolah dasar menjadi agenda rutin yang dilakukan setiap tahun. Kegiatan itu merupakan salah satu bentuk pendidikan pemilih yang dilaksanakan untuk segmen pra pemilih. Selain pra pemilih, segmen lain yang juga menjadi sasaran dari pendidikan pemilih adalah kelompok pemilih pemula, kelompok perempuan, kelompok agama, kelompok disabilitas dan kelompok marginal. (ina/dd)