Berita Terkini

Ketua KPU Monitoring Persiapan Pilkada di Bali

Gianyar,kpu.go.id- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik, Jumat (30/10), melakukan monitoring pencetakan surat suara Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Jembrana Tahun 2015 di percetakan Gramedia, Jl. Prof. Dr. Ida Bagus Mantra, Gianyar, Bali.Selain malakukan monitoring percetakan, Husni juga melakukan kunjungan ke KPU Kabupaten Jimbaran, Tabanan dan Kota Denpasar. Dalam kunjungan tersebut, mantan Komisioner KPU Sumatera Barat ingin memastikan pelakasnaan Pilkada di daerah tersebut dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan koridor hukum. Kemudian, kesiapan logistik jelang hari pemungutan suara juga menjadi perhatian mantan Komisioner KPU Sumatera Barat itu. (Ook/red)

KPPS Harus Paham Tanda Coblos Surat Suara

Denpasar,kpu.go.id- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ida Budhiati mengungkapkan, jelang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan Walikota dan Wakil Walikota 9 Desember 2015 mendatang, petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) harus paham dalam mengenali tanda coblos untuk menentukan surat suara bisa disebut sah.“Ada beberapa kejadian dimana petugas KPPS salah dalam mengenali tanda coblos, misalnya karena keadaan pemilih yang tidak membuka lebar-lebar surat suara sehingga pemilih tersebut mencoblos hingga tembus ke halaman belakang surat suara dan dinyatakan tidak sah oleh petugas KPPS, padahal surat suara tersebut sah,” jelas Ida.Hal tersebut diungkapkan Ida dalam Bimbingan Teknis (Bimtek) Pemungutan, Penghitungan, Rekapitulasi Suara dan Penetapan Hasil Penghitungan Suara, Jumat (30/10), di Denpasar, Bali.Ida menambahkan, dalam proses penghitungan suara dengan satu pasangan calon (paslon) dilaksanakan bersamaan dengan pemungutan suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota secara serentak.“Kecuali terjadi penundaan yang jadwal, tahapan dan programnya melewati hari dan tanggal pemungutan suara secara serentak, proses penghitungan suara dengan satu paslon dilaksanakan bersama dengan proses pemilihan gubernur, bupati dan walikota di daerah lainnya,” ujar Ida.Pada kesempatan yang sama, mantan Komisioner KPU Provinsi Jawa Tengah itu mengungkapkan beberapa variasi suara sah dan tidak sah pada pemilihan kepala daerah dengan satu paslon.“Ada beberapa variasi untuk menentukan suara sah p ada satu pasangan calon dilakukan dengan cara; tanda coblos pada kolom setuju, tanda coblos pada kolom tidak setuju, sah untuk suara tidak setuju, tanda coblos pas garis pada kolom setuju, sah untuk suara setuju, tanda coblos pas garis pada kolom tidak setuju, sah untuk suara tidak setuju, tanda coblos pada kolom photo dan kolom tidak setuju, sah untuk suara tidak setuju,” pungkasnya. varian suara sah  (ajg/red.FOTO KPU/ook/Hupmas)

Hal Baru Dalam Pilkada 2015

Denpasar, kpu.go.id - Terdapat hal berbeda pada perhelatan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (Pilkada) serentak tahun 2015, khususnya tahapan pemungutan dan penghitungan suara. Hal baru yang perlu diperhatikan seperti jumlah pemilih dalam satu Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang jumlah maksimalnya mencapai 800 pemilih."Praktik di lapangan berapa persen jumlah TPS kita yang jumlahnya mencapai 800 pemilih? tapi hal ini bisa kita laksanakan dalam rangka efisiensi pelaksanaan pilkada, dengan tetap memerhatikan aksesibilitas atau kemudahan bagi pemilih untuk mengakses TPS ini," tutur Komisioner KPU RI Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu, Hadar Nafis Gumay, Jumat (30/10) saat memberikan materi Bimbingan Teknis (Bimtek) Pemungutan, Penghitungan, Rekapitulasi dan Penetapan hasil Pilkada tahun 2015.Hal baru lainnya adalah penggunaan formulir C7 yang digunakan untuk mencatat pemilih yang hadir di TPS, serta adanya Panitia Pengawas Lapangan (PPL) di TPS."Dalam pilkada ini pastikan formulir C7 dikenali betul oleh para petugas kita, dan dicatat seluruh pemilih yang adil dan akurat. Kita mengandalkan form ini untuk memastikan dan mempertanggungjawabkan tentang pemilih yang hadir harus terekam dengan baik, ujar Hadar dihadapan peserta bimtek yang digelar di Sanur, Denpasar.Adanya pencatatan pengguna hak pilih penyandang disabilitas dalam formulir C1 juga merupakan hal baru. KPU perlu mencatat pemilih disabilitas untuk mengukur perjalanan demokrasi melalui pilkada berapa banyak warga penyandang disabilitas yang ikut berpartisipasi.Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) juga harus mengembalikan formulir pemberitahuan (formulir C6) yang tidak terdistribusikan kepada Panitia Pemungutan Suara (PPS). Hal ini untuk menghindari penyalahgunaan yang kerap terjadi.Terkait pencatatan pemilih di TPS oleh KPPS, pada pilkada ini petugas KPPS 4 dan 5 mencatat administrasi para pemilih yang hadir menggunakan hak suaranya. KPU juga menggunakan petugas keamanan untuk menerima pemilih dan menanyakan adanya form C6. Jika tidak membawa, petugas akan mengarahkan pemilih untuk melihat Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dipasang di TPS."Pastikan petugas KPPS menempel DPT di TPS. Kalau pemilih tersebut terdaftar, beritahukan kepada petugas KPPS 4 dan 5 untuk mencatat pemilih itu. Jika memang tidak terdaftar pemilih bisa dicatatkan kedalam formulir DPTB-2. Pastikan mereka dicatat pada pukul 12.00 siang atau satu jam sebelum pemungutan suara berakhir, papar Hadar.Menyangkut penghitungan di TPS, hasil suara disampaikan dan dikirim pada Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) melalui PPS pada hari itu juga."Pastikan TPS ini adalah TPS yang ramah khususnya penyandang disabilitas dan orang tua. Kita upayakan keadaan TPS rata dan cukup luas dengan ukuran 8 x 10 meter, pungkas Hadar yang juga mantan Direktur Centro (ook/red. FOTO KPU/ook/Hupmas)

PPK Menentukan Kualitas Hasil Pengitungan Suara

Denpasar, kpu.go.id- Rekapituasi hasil penghitungan suara di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) menjadi salah satu kunci dalam menentukan kualitas hasil penghitungan suara pada akhirnya. Untuk itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi dan Kabupaten/Kota dituntut untuk intensif melakukan monitoring dan supervisi kepada penyelenggara pemilu di tingkat kecamatan tersebut.“Kita semua harus mau turun dan memberikan perhatian terhadap proses rekapitulasi di tingkat kecamatan yang akan menentukan kualitas penghitungan suara. Kalau di tingkatan ini berhasil, maka beban kita (KPU-red) di tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi akan berkurang,” ujar Ketua KPU Husni Kamil Manik pada saat membuka Bimbingan Teknis (Bimtek) pemungutan, penghitungan dan rekapitulasi serta penetapan hasil, Kamis (29/10).Bimtek yang digelar di Sanur, Bali ini merupakan bimtek lanjutan ketiga, dimana sebelumnya telah dilaksanakan di dua Kota yakni Serang dan Balikpapan. Hadir pada Bimtek ini, KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota yang berada di wilayah timur Indonesia.Tingkat PPK, lanjut Husni, merupakan salah satu kunci keberhasilan rekapitulasi suara berjenjang yang nantinya akan bermuara di KPU Kabupaten/Kota untuk Pemilihan Bupati dan KPU Provinsi untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur.“intinya bagaimana tingkat kecamatan ini berhasil kita lakukan. Ini kunci keberhasilan Pilkada, rekap kecamatan harus berhasil dan tidak ada masalah,” tegas Husni yang juga merupakan mantan anggota KPU Provinsi Sumatera Barat. Selain rekapitulasi di tingkat kecamatan, Husni juga menekankan pentingnya pencatatan administrasi yang baik, guna mengantisipasi sengketa yang nanti akan terjadi.“Pencatatan administrasi dan aspirasi pemilih di Tempat Pemungutan Suara (TPS) harus tercatat dengan baik. Pencatatan administrasi yang baik, dapat menjadi “senjata” kita (KPU-red) apabila nanti ada sengketa atau permasalahan yang muncul di kemudian hari,” tandas Husni.Sejalan dengan Husni, Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nelson Simanjuntak yang menjadi narasumber dalam Bimtek tersebut menjelaskan, persoalan administrasi menjadi salah satu dari beberapa potensi permasalahan yang terjadi pada proses rekapitulasi.“Dalam rekapitulasi penghitungan suara, potensi permasalahan yang sering terjadi adalah pengelembungan suara, persoalan administrasi, ketidak jujuran dan ketidak netrealan, serta  transaksi politik, “jelas Nelson.Untuk menghadapi permasalahan yang ada baik KPU dan Bawaslu menghadapi tantangan yang sama dalam menjaga integritas sebagai penyelenggara sehingga kerjasama antar sesama penyelenggara harus dilaksanakan dengan baik.“Kami berharap rekan-rekan Panwas (Panitia Pengawas Pemilu-red) tidak menjadi rival atau pihak yang menganggu bagi KPU, tetapi Panwas dijadikan sebagai pihak yang membantu proses-proses penyelenggaraan pemilu,” tuturnya.Komsioner KPU lainnya Hadar Nafis Gumay, menyoroti rekapitulasi tingkat PPK dapat dilakukan secara paralel, khususnya daerah yang jumlah TPS-nya ratusan. Proses ini dapat dibagi maksimal empat kelompok, sehingga diharapkan dapat selesai dengan baik dan tepat waktu. Selain itu, Scan formulir hasil penghitungan suara (C1) yang menjadi kunci keberhasilan pada pemilu sebelumnya, pada momen Pilkada ini, harus dapat sesegera mungkin discan dan diunggah. “Kita harap dapat menunjukkan hasil kerja yang transparan dan publik dapat mengontrol kinerja kita,” Kata Hadar.  Dalam kesempatan yang sama, Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Anna Erliyana mengungkapkan untuk mengurangi jumlah pengaduan terhadap penyelenggara pemilu, DKPP telah mengadakan sosialisasi ke 10 daerah.“Saya memahami beban berat yang harus dijalankan oleh rekan-rekan di Kabupaten/Kota dan Provinsi, tetapi sebagai penyelenggara pemilu kita harus bersikap netral, dan profesional kepada siapapun yang kita hadapi,” ujar Anna. (Ajg/ook/red. FOTO KPU/ook/Hupmas KPU)

Golput ibarat Pembiaran Terhadap Peristiwa Kejahatan

Jakarta kpu.go.id- Sigit Pamungkas, Komisioner KPU RI Divisi Pendidikan Pemilih mempertanyakan moralitas pemilih apabila memutuskan untuk Golput (tidak menggunakan hak pilih) dalam pemilu. Pertanyaan tersebut diajukan dalam kesempatan menjadi pembicara dalam Diskusi Panel: Dilema Idealisme Mahasiswa, Antara Memilih atau Golput, Kamis (29/10) di Ruang Seminar Kampus Universitas Jayabaya Jakarta. Dalam paparannya, Sigit mengajukan beberapa pertanyaan yang perlu dijawab oleh pemilih sebelum memutuskan untuk Golput. Pertanyaan pertama yang Sigit ajukan ialah apakah golput merupakan pilihan yang tepat dalam kondisi Indonesia kontemperer?Sigit mengilustrasikan pelaku golput mungkin dapat disamakan dengan seseorang yang melihat suatu tindak kejahatan, punya kesempatan untuk menghentikan tapi ternyata hanya memilih diam. Ilustrasi tersebut bukan diartikan bahwa sedang terjadi kejahatan di negara ini, tapi Sigit menyebutkan bahwa di luar berbagai pencapaian yang telah diraih, masih memungkinkan untuk dilakukan pencapaian-pencapaian yang lebih tinggi oleh negara ini.Sigit juga memaparkan bahwa telah terjadi pendangkalan terhadap makna golput itu sendiri. Pria yang masih tercatat sebagai dosen di juruasn Ilmu Politik UGM ini menjelaskan bahwa pada masa awal-awal pelaksanaan pemilu, golput merupakan gerakan politik untuk mengingatkan kepada penguasa saat itu untuk mengingatkan perbedaan. “Penting untuk melakukan purifikasi agar istilah (golput) ini benar-benar bermakna. Tidak semua orang yang tidak datang (ke TPS) dilabeli golput” Ujar Sigit. Pentingnya purifikasi makna golput tersebut agar makna golput itu tetap otentik dan tetap memiliki kekuatan moral.   “Sekarang golput tidak memiliki kekuatan moral” terang Sigit. “Sehingga perlu ada pelabelan lain untuk orang-orang yang tidak datang ke TPS dengan alasan teknis, administratif dan non ideologis”.Senada dengan Sigit, Agus Ainurahman, Ketua Pelaksana Diskusi Panel dari Universitas Jayabaya menyatakan bahwa alasan diangkatnya tema golput dalam diskusi ini adalah untuk mengingatkan kepada para pemilih pemula bahwa golput bukan pilihan. “Kita coba disini, mengangkat tema ini supaya kita bisa memberitahu bahwa golput bukan pilihan” ujar Agus. Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional, Angkatan Tahun 2014 ini juga menyerukan kepada generasi muda agar turut menggunakan hak pilihnya. “Seharusnya sebagai mahasiswa atau anak muda kita ikut mencoblos calon peserta yang akan memimpin bangsa ini.” tambah Agus.(ftq/red.FOTO KPU/dosen/Hupmas)

KPPS agen sosialisasi Pilkada

Denpasar, kpu.go.id- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik, Kamis (29/10), mengharapkan agar Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dapat menjadi agen sosialisasi terkait dengan hari pemungutan suara pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tanggal 9 Desember 2015.“Pada saat memberikan formulir model C6 (surat pemberitahuan memilih) , petugas KPPS yang bertemu secara langsung dengan pemilih dapat mensosialisasikan hari pemungutan suara. Dan jika semua petugas KPPS melakukan hal tersebut tidak ada lagi ruang bahwa penyelenggara tidak melakukan sosialisasi dan tidak ada lagi pemilih tidak tahu hari penyelenggaraan,” ujar Husni dalam diskusi dengan awak media Diskusi yang dilakukan dalam rangka Media Gathering KPU tersebut dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan Bimbingan Teknis (bimtek) pemungutan dan penghitungan serta rekapitulasi suara yang digelar di Sanur, Bali.Lanjut Husni, KPU RI mendorong kepada KPU Kabupaten/Kota untuk melakukan supervisi terkait dengan penyebaran formulir model  C6  yang dilakukan oleh KPPS.“KPPS tidak hanya berperan sebagai kurir tetapi bagaimana momen itu dimanfaatkan oleh KPPS memastikan formulir model C6 sampai kepada yang berhak,”tutur Husni.Sejalan dengan Husni, Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah menambahkan bahwa formulir model C6 bukanlah surat undangan untuk memilih, tetapi surat pemberitahuan.“C6 bukanlah undangan, tetapi surat pemberitahuan, kalau undangan kesannya jika tidak menerima tidak boleh hadir, padahal walaupun tidak menerima sama tidak menggugurkan hak untuk memilih sepanjang dia terdaftar di DPT,” jelasnya. (ajg/ook/red. FOTO KPU/ook/Hupmas)