Berita Terkini

Pembatasan Mantan Napi Korupsi untuk Tingkatkan Kualitas Pemimpin

Jakarta, kpu.go.id – Rapat Dengar Pendapat (RDP) Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Pencalonan antara KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), DPR dan Pemerintah juga membahas tentang aturan batasan mantan narapidana korupsi, kejahatan seksual anak serta bandar narkoba ikut dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.Dalam pembahasan, terjadi beda pendapat antara KPU dengan DPR, Pemerintah serta Bawaslu tentang ruang bagi mantan narapidana korupsi, kejahatan seksual terhadap anak serta narkoba untuk ikut bersaing dalam Pemilu Legislatif 2019. Bagi KPU aturan ini sejatinya untuk meningkatkan kualitas pemimpin di masa yang akan datang, dimana masyarakat disuguhkan dengan calon-calon yang memiliki trek rekor baik.“Kepentingannya sebetulnya bukan mengatur orang-orang yang sudah terlibat kasus korupsi sebelumnya, tapi ini sebetulnya jauh mengantisipasi pemilu kita yang akan datang, calon kita yang akan mencalonkan diri di pemilu akan datang. Kalau ini bisa disepakati kami bayangkan pemilu kita kedepan akan diisi orang-orang yang bebas dari kasus korupsi,” jelas Ketua KPU Arief Budiman di Ruang Sidang Nusantara I, Selasa (22/5/2018).Arief juga menganggap aturan ini tidak menabrak keterpenuhan hak konstitusi seseorang, mengingat diaturan lain pembatasan tentang mantan napi juga telah dilakukan sebelumnya. “Dalam UU Pilkada itu mantan napi narkoba dan kejahatan seksual anak itu walaupun hak politiknya tidak dicabut oleh pengadilan, tetapi didalam UU Pilkada itu juga tidak boleh mencalonkan. Maka atas yurisprudensi itu KPU mengambil sikap boleh kita mengatur hal-hal yang kita anggap penting untuk menciptakan pemilu lebih baik,” tambah Arief.Penjelasan juga disampaikan Komisioner KPU lainnya, Hasyim Asy’ari bahwa klausul pembatasan napi korupsi, kejahatan seksual anak serta bandar narkoba telah mengacu pada aturan perundang-undangan yang berlaku. Regulasi yang menjadi rujukan menurut dia, UU 7/2017 tentang pemilu, UU pengisian jabatan negara, UU 10/2016 tentang Pilkada serta UU 28/1999 tentang penyelenggara negara yang bebas KKN. “Ini yang jadi dasar pemikiran kami, sepanjang kami diberikan penjelasan mengapa rumusan dibeberapa rumusan PKPU demikian, karena dalam penafsiran hukum itu sistematis merujuk pada sistem hukum di Indonesia, dalam hal ini hukum tata negara pengisian jabatan kenegaraan,” tutur Hasyim.Hasyim mencontohkan, seperti di UU 7/2017 sendiri pada syarat pencalonan presiden dan wakil presiden termuat bahwa calon tidak pernah mengkhianati negara serta tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana berat lainnya. “Itu pasal 69 itu di huruf (d),” tambah Hasyim. (hupmas kpu dianR/foto:dosen/ed diR)

RDP PKPU Pencalonan, DPR Pertanyakan Penempatan Caleg Perempuan

Jakarta, kpu.go.id - Bahasan mengenai keterwakilan perempuan mengemuka saat  Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Komisi II DPR serta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait Peraturan KPU (PKPU) Pencalonan Selasa (22/5/2018).Sejumlah anggota DPR mempersoalkan mekanisme penempatan calon legislatif (caleg) perempuan apabila pada prakteknya jumlah calon dalam satu daerah pemilihan ganjil sehingga menyisakan bilangan pembagi dibawah lima. "Apabila pencalonan tiap dapil 2,1% baiknya dibulatkan ke bawah. Meskipun maksudnya, filosofi meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik tapi tidak berarti wanita diatas laki-laki," ujar anggota Komisi II, Sudiro Asno di Ruang Sidang Nusantara I DPR. "Lalu kalau calon hanya ada dua disatu dapil bagaimana, apakah tidak boleh dua-duanya caleg laki-laki," tambah anggota Komisi II DPR lainnya Sarwendah. Sebelumnya Komisioner KPU Ilham Saputra memaparkan isi draft PKPU Pencalonan. Saat membahas tentang keterwakilan perempuan, menindaklanjuti isi pasal 245 dan 246 UU 7/2017 tentang pemilu, dia mencontohkan apabila dalam satu dapil tersedia 7 caleg dan menyisakan 2,1 persen maka pembulatan akan dilakukan ke atas. "Nantinya akan dibulatkan menjadi 3," kata Ilham. Merespon banyaknya komentar dari anggota dewan, Ketua KPU Arief Budiman ikut menjelaskan terkait isi draft PKPU tersebut. Dia menjelaskan bahwa didalam pasal 245 UU 7/2017 memang diatur tentang keterwakilan 30 persen perempuan. Sementara didalam pasal 246 UU 7/2017 diatur setiap tiga bakal calon ada satu perempuan. "Jadi antara pasal 246 tidak berdiri sendiri, dia berkaitan dengan pasal sebelumnya. Jadi kenapa dibulatkan ke atas itu karena formulasi pasal 246 itu," jelas Arief. Arief menambahkan bahwa sesungguhnya keberatan anggota dewan terkait penempatan caleg tidak perlu dilakukan, mengingat perintah UU seberapa besar apapun sisa persentase disuatu dapil ada hak calon perempuan didalamnya. “Mau itu 0,1 atau 0,3 itu ada hak perempuan yang tidak bisa dihilangkan. Maka dia harus dipenuhi untuk menjadi kursi,” tambah Arief.Hal senada disampaikan Komisioner lainnya, Pramono Ubaid Tanthowi yang meluruskan apabila jumlah caleg disatu dapil tujuh maka tetap saja jumlah calon perempuan harus tiga. “Itu untuk memenuhi jumlah 30 persen,” tambah Pramono. (hupmas kpu dianR/foto: dosen/ed diR)

Caleg 2019 Bisa Lapor LHKPN Lewat Aplikasi Online

Tangerang, kpu.go.id – Salah satu syarat bagi calon Anggota DPR, DPD, dan DPRD pada Pemilu 2019 adalah melaporkan harta kekayaannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengetahui cashflow para calon tersebut. Pelaporan dapat disampaikan melalui Aplikasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (e-LHKPN).“Sekarang semua sudah memakai aplikasi, termasuk pelaporan LHKPN ini,” tutur Jeji Azizi, spesialis pendaftaran LHKPN dari KPK pada acara Bimbingan Teknis (Bimtek) Pencalonan Anggota DPR, DPD, dan DPRD Pemilu 2019, Selasa (22/5) di Tangerang Banten.“Stigma perubahannya pasti dianggap ribet, namun yang penting harus disampaikan kepada para calon tersebut, stigma itu hanyalah dulu memakai kertas, sekarang menjadi mengetik di aplikasi, yang berubah medianya saja,” jelas Jeji.Tata cara pelaporan LHKPN itu ada dua sumber, yaitu dari calon yang dulunya Aparatur Sipil Negara (ASN) dan non ASN, tambah Jeji. Bedanya, apabila bukan ASN bentuknya pelaporan biasa LHKPN, jika ASN maka maka ada dua kemungkinan yaitu pernah lapor dan belum, apabila belum lapor maka pelaporannya sama dengan yang non ASN.“Bagi ASN yang sudah pernah lapor LHKPN, maka sudah memiliki username dan password, jadi cukup kirim email untuk mutasi data di KPK, misalnya data dari DPRD Tangerang ke KPU Tangerang,” ujar Jeji di depan peserta Bimtek.Jeji juga menjelaskan, tata cara pelaporan awal dengan mengisi formulir aktivasi yang diserahkan ke KPK dilampiri fotokopi KTP, kemudian KPK yang akan meng-online-kan dan mengirim username dan password ke email yang bersangkutan.Selanjutnya para calon bisa login dan isi LHKPN untuk disampaikan ke KPK, kemudian dinyatakan laporan selesai apabila yang bersangkutan sudah mendapatkan kode token atau autentifikasi yang dikirim ke email dan nomor HP yang bersangkutan.“Seluruh pengisian LHKPN secara elektronik, tetapi ada satu dokumen yang dikirim secara fisik, yaitu surat kuasa pada lembaga keuangan yang formatnya bisa diunduh di aplikasi. Khusus untuk bukti kepemilikan harta bisa disisipkan pada e-LHKPN, atau dikirim email, atau dikirimkan fisiknya ke KPK,” pungkas Jeji. (hupmas kpu Arf/Foto: Arf/ed diR)

10 Langkah Strategis Tangani Daftar Pemilih

Jakarta, kpu.go.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Senin (21/5/2018) menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) dalam rangka pembahasan Daftar Pemilih Sementara (DPS) dan Daftar Pemilih Tetap ( DPT) menjelang Pilkada 2018 dan Pemilu 2019, diruang rapat Nusantara I gedung DPR RI Senayan Jakarta.Hadir dalam RDP yang dipimpin Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali, Ketua KPU Arief Budiman beserta Komisioner KPU Viryan, Evi Ginting Manik, serta Pramono Ubaid Tanthowi. Selain itu juga hadir Dirjen Kependudukandan Catatan Sipil Kementrian Dalam Negeri RI (Dukcapil) Zudan Arif Fakhrulloh, serta Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Abhan.Sebelum RDP di mulai, Ketua Komisi II DPR RI, zainudin amali menyampaikan bahwa rapat pada hari ini hanya difokuskan pada DPS serta DPT menjelang pilkada 2018 dan pemilu 2019. "Kita harus selesaikan beberapa keluhan keluhan mengenai daftar pemilih khususnya dalam pilkada 2018," tegas zainudin.Ketua KPU Arief mempersilakan koleganya, viryan menyampaikan ada 10 poin langkah strategis dalam pembahasan DPS dan DPT. Kesepuluh poin strategis tersebut meliputi landasan hukum, gambaran umum DP4, penyusunan DPS dan DPT, coklit, penetapan dps dan pemilih AC-KWK, tindaklanjut AC-KWK, penetapan DPT, upaya KPU dalam tingkatkan kualitas data pemilih, permasalahan, serta langkah akhir.Dalam pemaparannya viryan menyampaikan ada kurang lebih 800 ribu pemilih yang belum mempunyai KTP Elektronik (KTP-el).  "Saya berharap akan segera ada jalan keluar dalam kasus ini," ucap Viryan. Viryan juga berharap ada penanganan sementara terhadap pemilih yang belum ber KTP-el ini, dengan segera mengeluarkan surat keterangan (suket). "Supaya ada jalan keluar," lanjut Viryan.Sementara itu Arief menegaskan KPU akan selalu berkoordinasi dengan Dukcapil, untuk memperbarui data pemilih. Lembaganya juga memastikan bekerja transparan.  "Agar mudah di akses siapa pun", tambah Arief.Sementara itu komitmen sama disampaikan Zudan yang menegaskan jajarannya bersama KPU akan terus mendorong masyarakat menjadi pemilih dengan memiliki identitas yang ditentukan. "Ini saya kira menjadi kunci dan harus kita sadarkan bersama bahwa yang bisa menyelamatkan hak itu adalah penduduk itu sendiri," ucap Zudan.  Bentuk penyadaran masyarakat menurut dia, jajarannya siap untuk melakukan jemput bola baik dikecamatan, kampus, mall, RT/RW untuk menuntaskan jumlah warga yang belum melakukan perekaman.  Khusus penduduk yang telah 17 tahun jelang pemilihan namun belum memiliki KTP-el, Zudan mengatakan sesuai Undang-undang maka yang bersangkutan dapat masuk sebagai pemilih meskipun belum memiliki e-KTP. Oleh karena itu Dukcapil setelah berkoordinasi dengan KPU maka diterbitkan surat keterangan. "Mereka sudah ada dalam data base, jadi penduduk yang baru berusia 17 tahun itu yang penting berada dalam data base wilayah kabupaten/kota yang sedang melakukan pilkada," tutup Zudan. (hupmas kpu JAP27/foto:ieam/ed diR)

Tanggapan DCS dan DCT Media untuk Ruang Partisipasi Warga

Tangerang, kpu.go.id – Terkait tahapan pencalonan Anggota DPR, DPD, dan DPRD pada Pemilu 2019, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mempublikasikan Daftar Calon Sementara (DCS) dan Daftar Calon Tetap (DCT) bagi bakal calon anggota legislatif yang diajukan oleh partai politik (parpol).Publikasi DCS dan DCT dimaksudkan untuk mendapatkan tanggapan dari masyarakat terkait nama-nama calon. Hasil tanggapan masyarakat tersebut akan dilakukan klarifikasi oleh KPU kepada parpol yang mengajukannya.Hal tersebut disampaikan Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan saat memberikan pengarahan pada Bimbingan Teknis (Bimtek) Pencalonan Anggota DPR, DPD, dan DPRD pada Pemilu 2019, Senin (21/5) di Tangerang Banten.“Tanggapan terkait DCS dan DCT ini bisa menjadi media untuk ruang partisipasi warga masyarakat. Jika ingin meningkatkan kualitas pemilu, bukan hanya cukup datang ke TPS, tetapi harus terlibat aktif di tahapan pemilu, termasuk tahapan pencalonan ini,” jelas Wahyu yang juga membidangi Divisi Pendidikan Pemilih di KPU RI.Menurut Wahyu selain karena ada calon yang meninggal dunia, DCS  masih dapat berubah jika ada tanggapan dari masyarakat yang bisa mengakibatkan calon tersebut Tidak Memenuhi Syarat (TMS). DCS Hasil Perbaikan (DCSHP) disusun kembali oleh parpol dan diserahkan kepada KPU sesuai tingkatannya.“Sebelum masuk DCT ada juga syarat bakal calon yang sebelumnya berstatus penyelenggara negara, ASN, TNI/Polri, yaitu wajib menyampaikan SK pemberhentiannya kepada KPU, apabila tidak disampaikan maka yang bersangkutan tidak akan dicantumkan dalam DCT,” tutur Wahyu di depan peserta Bimtek.Wahyu juga menjelaskan, bagi para penyelenggara negara, ASN, TNI/POLRI yang mencalonkan diri menjadi anggota legislatif, maka wajb mengundurkan diri dengan bukti SK Pemberhentian. Konsekuensinya, jika yang bersangkutan tidak terpilih, maka sudah tidak dapat kembali ke institusi sebelumnya. (hupmas Arf/foto Arf/ed diR)

Perhatikan Empat Isu Utama pada Tahapan Pencalonan

Tangerang, kpu.go.id – Komisi Pemilihan Umum (KPU) kembali menggelar Bimbingan Teknis (Bimtek) Pencalonan Anggota DPR, DPD dan DPRD pada Pemilu 2019 untuk Gelombang II, di Tangerang, Banten Senin (21/5/2018). Gelombang II diikuti oleh 8 KPU provinsi berikut KPU kabupaten/kotanya.Komisioner KPU RI Hasyim Asy’ari pada pengarahannya menekankan pentingnya KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota memperhatikan empat isu utama dalam pencalonan Anggota DPR, DPD, dan DPRD pada Pemilu 2019. Pertama, siapa yang mencalonkan, yang diaturan sudah jelas bahwa untuk DPR dan DPRD berasal dari parpol sementara DPD berasal dari keterpenuhan syarat jumlah dukungan. “Untuk parpol ini juga patut diperhatikan terkait kepengurusan ganda, siapa pengurus parpol yang sah di daerah tersebut,” ujar Hasyim dihadapan peserta bimtek.Kedua, terkait siapa yang dicalonkan. Untuk ini DPR dan DPRD menurut Hasyim haruslah anggota parpol yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Anggota (KTA). Bukti KTA juga untuk mengantisipasi adanya anggota yang telah pindah parpol pada saat pencalonan. Sedangkan yang ketiga, syarat calon, dimana di antaranya ada klausul baru KPU terkait syarat mantan napi korupsi dan laporan harta kekayaan (LHK).“Kalau kita bicara sistem pemerintahan, kesetaraan DPR itu dengan presiden, apabila calon presiden juga tidak boleh mantan napi koruptor dan tidak boleh berbuat tercela, sehingga perlakuannya juga harus setara dengan calon anggota DPR, seperti itu penafsirannya,” jelas Hasyim yang membidangi Divisi Hukum di KPU RI.Isu terakhir, proses pencalonan, tambah Hasyim adalah kapan dan bagaimana pendaftaran, siapa yang boleh tandatangan, apa saja formulirnya, hingga penetapan Daftar Calon Sementara (DCS) dan Daftar Calon Tetap (DCT). Semua harus jelas dan sesuai Peraturan KPU.“Penting juga memerhatikan dalam proses pencalonan, hubungan KPU itu dengan parpol, bukan dengan calon. Jadi KPU tidak melayani calon yang hadir sendiri-sendiri untuk mendaftar, semua harus lewat parpolnya masing-masing,” tambah Hasyim.Sementara itu, Komisioner KPU RI Ilham Saputra juga meminta seluruh peserta dari Komisioner KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota Divisi Teknis serta Kabag/Kasubbag Teknisnya untuk fokus mengikuti bimtek hingga selesai. Dia juga berharap peserta membaca dan memahami secara baik draft Peraturan KPU Pencalonan. “Peraturan KPU Pencalonan ini memang belum ditetapkan, namun substansinya sudah jelas, dan diagendakan besok RDP dengan Komisi II DPR RI,” ujar Ilham. (hupmas Arf/foto: Arf/ed diR)