Berita Terkini

KPU Ajak Milenial Isi Jabatan Penyelenggara

Semarang, kpu.go.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) mendorong keterlibatan generasi muda dalam penyelenggaraan pemilu. Generasi milenial tidak hanya melek pemilu sebagai pemilih semata, lebih dari itu juga diajak untuk mengisi jabatan sebagai penyelenggara pemilu baik tingkat TPS hingga tingkat atas.  "Ayo siapa yang berminat jadi penyelenggara, memang berat tapi akan ada hal baik didalamnya," seru Ketua KPU Arief Budiman saat memberikan kuliah umum dihadapan ribuan mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Jumat (14/9/2018).Undang-undang (UU) Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 sendiri telah memberi ruang yang cukup luas bagi generasi muda untuk berpartisipasi dalam pemilu sebagai penyelenggara, mulai dari menurunkan syarat usia hingga proses rekrutmen.Menurut Arief pengalaman sebagai penyelenggara pemilu akan membuat generasi muda memiliki sikap berintegritas dan bisa memikul amanah yang besar. "Karena integritas itu salah satu cara membuat pemilu baik, tp pemilu baik tdk hanya bs digantung KPU sendirian, butuh partner peserta, pemilih, pemerintah," lanjut Arief. Arief sendiri bercerita bagaimana dirinya ditempa cukup lama berkecimpung didunia kepemiluan Indonesia. Pengalamannya merintis karir dari tingkat bawah penyelenggara pemilu semakin variatif seiring dengan tugas dan kesempatan sesekali melihat pelaksanaan pemilu disejumlah negara. (hupmas kpu dianR/foto: bil/ed diR)

Sah, KPU-Undip Teken MoU Konsentrasi Tata Kelola Pemilu

Semarang, kpu.go.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersama Universitas Diponegoro (Undip) sepakat menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) penyelenggaraan konsentrasi Tata Kelola Pemilu (Prodi TKP) untuk lima tahun kedepan. Penandatanganan MoU dilakukan langsung Ketua KPU Arief Budiman dengan Rektor Undip Yos Johan Utama Jumat (14/9/2018). Hadir dalam kegiatan ini Anggota KPU Evi Novida Ginting Manik serta Ilham Saputra didampingi Sekjen KPU Arif Rahman Hakim, Kepala Biro Perencanaan dan Data Sumariyandono serta Kepala Biro SDM Lucky Firnandy Majanto jajaran rektorat Undip serta ribuan mahasiswa lainnya. Arief Budiman mengaku bersyukur dengan telah ditandatanganinya MoU penyelenggaraan konsentrasi TKP di Undip. Dia meyakini konsentrasi TKP akan membuat jajaran penyelenggara semakin profesional dan berintegritas. Arief menekankan bahwa untuk menjadi penyelenggara pemilu yang cakap maka tidak cukup bermodalkan pengalaman, tetapi juga perlu dibekali dengan teori. "Bagaimana memanage sistem, anggaran, itu tidak bisa diserahkan kepada orang yang hanya berbekal pengalaman tapi juga pengetahuan. Maka kita bekerjasama dengan kampus menyelenggarakan S2," tutur Arief.Dalam kesempatan itu Arief juga mengajak mahasiswa yang tengah menjalani studi S1 untuk ikut terjun sebagai penyelenggara. Menurut dia usai mendapat pengalaman dilapangan, maka para mahasiswa bisa memperdalam ilmunya di konsentrasi TKP strata 2.Dikesempatan yang lain Yos Johan Utama berterimakasih kepada KPU yang telah memilih Undip sebagai salah satu kampus yang menyelenggarakan konsentrasi TKP. Dia bahkan mempertanyakan mengapa kerjasama hanya sebatas konsentrasi sementara ilmu kepemiluan cukup penting untuk digali lebih dalam. "Kalau rencananya mau buat konsentrasi saya tantang saja kurang nonjok. Kenapa tidak jadi prodi (program studi) pemilu. Itu (pemilu) project kita tiap tahun kenapa tidak jadi ilmudan memicu mantan KPU/Bawaslu jadi profesor," tutur Yos.Singkat, Dekan Fisip Undip, Sunarto meyakini ada implikasi positif dan sangat strategis dari kerjasama antara lembaganya dengan KPU. "Semoga niat baik kita mendatangkan manfaat bagi kedua lembaga," tutup Sunarto. Sekadar diketahui, program TKP sendiri telah berlangsung disejumlah universitas ternama di Indonesia. Beberapa di antaranya seperti Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran serta Universitas Airlangga. (hupmas kpu dianR/foto: Bil/ed diR)

Iklan Kampanye Pemilu Difasilitasi 21 Hari

Sanur, kpu.go.id – Selain memfasilitasi Alat Peraga Kampanye (APK), Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Pemilu 2019 juga memfasilitasi iklan kampanye bagi peserta. Total ada 21 hari masa penayangan iklan bagi peserta pemilu yang terpasang di media cetak, elektronik maupun dalam jaringan (online).Adapun untuk peserta perseorangan calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), KPU RI menyerahkan pengaturan anggaran kepada KPU Provinsi. “Untuk besaran anggarannya saat ini belum bisa dipastikan, karena seluruh anggaran fasilitasi tersebut saat ini sedang dibahas dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI,” tutur Kepala Biro Teknis dan Hupmas Nur Syarifah (Inung) di Acara Konsolidasi Regional (Konreg) III Peningkatan Partisipasi Masyarakat, di Sanur, Bali, Kamis (13/9/2018).Selain fasilitasi iklan kampanye, pada rentang waktu 21 hari tersebut KPU juga akan memfasilitasi penyusunan jadwal kampanye rapat umum. Untuk itu, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota sebisa menurut Inung mulai melakukan koordinasi soal zonasi kampanye dengan pemerintah daerah (pemda) masing-masing.“Pemetaan zonasi tersebut diawali oleh KPU kabupaten/kota, dengan membuat keputusan jadwal dan zonasi kampanye DPRD kabupaten/kota. Kemudian KPU kabupaten/kota menyampaikan ke KPU provinsi sebagai bahan menentukan jadwal kampanye DPRD provinsi dan DPD. Kemudian terakhir ke KPU RI untuk penentuan jadwal kampanye DPR RI dan capres-cawapres yang dijadwalkan ke seluruh Indonesia,” jelas Inung.Inung juga mengungkapkan, saat ini KPU tengah membangun Sistem Informasi Kampanye. Sistem tersebut akan mempermudah masyarakat mengakses jadwal kampanye Pemilu 2019.Di kesempatan yang sama, Kasubbag Alokasi dan Pelaporan pada Biro Logistik KPU RI, Aditya Pratama Ramadhan juga menjelaskan bahwa saat ini penyebutan lelang telah berubah menjadi tender, dan diharapkan tender pra DIPA bisa segera dilaksanakan untuk kebutuhan logistik dan kampanye pemilu 2019. Saat ini tender cepat juga sudah bisa dilakukan, dengan rentang waktu 5 hingga 10 hari.“Tender pra DIPA sudah pernah dilakukan di KPU RI, dan nantinya pada bulan Oktober akan dilakukan untuk logistik pemilu 2019, namun kontrak dilaksanakan per-2 Januari 2019. Mengingat sebagian besar penyedia jasa APK adalah perusahaan-perusahaan kecil dengan administrasi kurang bagus, maka Pokja ULP diharapkan dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya,” pungkas Aditya. (hupmas kpu Arf/foto: Ieam/ed diR)

APK Harus Mengedukasi Pemilih

Sanur, kpu.go.id – Alat Peraga Kampanye (APK) pada Pemilu 2019 harus bisa mengedukasi pemilih, memuat visi misi peserta pemilu, sehingga manfaatnya benar-benar dirasakan dan meningkatkan partisipasi masyarakat. Seperti halnya sosialisasi dan pendidikan pemilih, kewajiban ini juga harus didorong kepada peserta pemilu, agar menjadi kepentingan bersama.“Pada dasarnya pemilu berlangsung riang gembira, jika hanya mengandalkan sosialisasi pasti belum optimal, karena KPU juga mempunyai keterbatasan anggaran. Untuk itu, KPU membuka ruang dan kesempatan seluas-luasnya bagi peserta pemilu untuk berkampanye, namun ketentuannya tetap diatur oleh KPU,” tutur Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan saat memberikan pengarahan terkait APK dalam kegiatan Konsolidasi Regional (Konreg) III Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu 2019, di Sanur, Bali, Kamis (13/9/2018).Menurut Wahyu semangat KPU memudahkan semua peserta pemilu. Bentuk dari kemudahan ini peserta juga bisa memproduksi APK secara mandiri. Untuk itu dia berharap jajarannya baik provinsi maupun kabupaten/kota segera membangun komunikasi yang baik dengan peserta pemilu. “Selain itu, KPU juga harus segera berkoordinasi dengan pemerintah daerah (pemda) terkait lokasi pemasangan APK dan zonasi pelaksanaan kampanye,” tambah Wahyu.Terkait media sosial (medsos), Wahyu juga memandang mayoritas pemilih kini telah menggunakan medsos, sehingga perlu untuk mengarahkan peserta pemilu agar juga memanfaatkan medsos sebagai media kampanye. “Hal ini bertujuan agar masyarakat pemilih bisa mendapatkan informasi yang cukup tentang pemilu. Terkait pemberitaan dan media penyiaran, KPU juga telah melakukan MoU (memorandum of understanding) bersama Bawaslu, Dewan Pers, dan KPI,” tuntasnya. (hupmas kpu Arf/foto: Ieam/ed diR)

Strategi Sosialisasi, Tepat Sasaran dan Bebas Konflik

Sanur, kpu.go.id – Sosialisasi dan pendidikan pemilih bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilu. Untuk mengoptimalkan keduanya, perlu strategi tepat sasaran serta tidak menimbulkan konflik dalam pelaksanaannya.Menurut Anggota KPU Hasyim Asy’ari, tujuan utama dari sosialisasi dan pendidikan pemilih agar masyarakat sadar akan hak pilihnya untuk kemudian hadir pada hari pemungutan suara. Untuk itu sosialisasi yang dilakukan harus bersifat psikomotorik atau mampu menggerakkan orang dengan argumentasi yang jelas bahwa yang bersangkutan sadar mau menggunakan hak pilihnya.“Saat melaksanakan sosialisasi juga harus diperhatikan masyarakat seperti apa yang terlibat disitu, kelompok warga usia berapa, bagaimana kondisi sosialnya. Bahasa pesan yang ingin disampaikan juga harus disesuaikan dengan kelompok sasaran tersebut, agar mampu mengubah sikap pasif menjadi aktif dalam pemilu,” jelas Hasyim di depan komisioner dan sekretariat KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota divisi sosialisasi dan pendidikan pemilih, peserta Konsolidasi Regional (Konreg) III Peningkatan Partisipasi Masyarakat pada Pemilu 2019, di Sanur, Bali Kamis (13/9/2018).Seperti untuk sosialisasi di perkampungan, maka yang diperhatikan menurut Hasyim bagaimana aktifitas masyarakat didaerah tersebut, apakah kebiasaan menonton televisi atau mendengarkan radio. “Atau biasa ngopi-ngopi di warung, menonton pertunjukan kesenian. Semua harus diperhatikan, persentase paling tinggi seperti apa aktifitasnya dan siapa saja yang terlibat disitu,” kata Hasyim.Untuk sosialisasi melalui internet, Hasyim beranggapan cara ini cukup berpengaruh, dengan asumsi pemilih muda yang aktif berselancar didunia maya. Meski untuk menjangkau pemilih muda juga perlu dilakukan dengan gaya bahasa yang berbeda. “Pesan yang disampaikan juga harus dengan cara yang berbeda, tidak kaku seperti bahasa peraturan perundangan,” ucap Hasyim.Terakhir Hasyim meminta kepada jajaran KPU untuk bersosialisasi dengan tetap menghindari konflik. Terutama dalam penggunaan kata atau istilah yang dapat menimbulkan persepsi ambigu dimasyarakat. “Seperti soal warna, telunjuk jari, dan angka, harus hati-hati dalam penggunaannya, jangan sampai terkesan memihak,” pinta Hasyim. (hupmas kpu Arf/foto: Ieam/ed diR)

Sanksi DKPP untuk Jaga Kredibilitas Penyelenggara Pemilu

Sanur, kpu.go.id – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dibentuk dalam rangka menjaga kredibilitas penyelenggara pemilu. Selain juga untuk menjaga kemurnian penyelenggaraan pemilu yang yang jujur dan adil (jurdil).Ketua DKPP Harjono menegaskan, DKPP hadir bukan untuk menghukum orang, tetapi menyelamatkan lembaga penyelenggara pemilunya agar tetap mendapatkan kepercayaan masyarakat. Berbeda dengan sanksi pidana yang bertujuan membuat jera, atau sanksi perdata yang  tujuannya ganti rugi, DKPP hadir dengan sanksi kode etik menyelamatkan kredibilitas lembaga.“Jangan sampai karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Jadi sanksi DKPP itu justru untuk menjaga kredibilitas penyelenggara pemilu, mulai dari sanksi ringan hingga sanksi berat pemberhentian,” tutur Harjono di depan 358 peserta Konsolidasi Regional (Konreg) III Peningkatan Partisipasi Masyarakat, di Sanur Bali Kamis (13/9/2018).Semua warga negara menurut Harjono mempunyai hak yang sama untuk memilih. Namun ketika yang bersangkutan memilih untuk mendarmabaktikan diri sebagai penyelenggara pemilu, maka hak tersebut tidak boleh ditampakkan dan harus secara sadar dijaga.“Pemilu itu mahal, mulai dari membangun infrastruktur dan pelaksanaannya, hingga social cost yang tinggi, maka penyelenggara pemilu jangan sampai menambah konflik sosial dan konflik politik. Semua konflik itu didasari karena turunnya kepercayaan publik, hal tersebut yang harus dihindari. Pemilu yang baik itu ukurannya luber jurdil, mulai dari peserta pemilu, masyarakat pemilih, hingga penyelenggara pemilunya,” tutur mantan Hakim MK tersebut.Harjono juga menjelaskan, lembaga kode etik dibentuk karena banyak nasib orang yang bergantung pada lembaga penyelenggara pemilu. Seperti halnya kode etik kedokteran, karena dokter punya kewenangan mutlak penanganan pasien, juga kode etik wartawan dan advokat. Sanksi kode etik di semua lembaga tersebut bukan untuk memecah orang bekerja, tetapi mengeluarkan oknum tersebut dari profesinya, untuk menyelamatkan kredibilitas lembaganya.(hupmas kpu Arf/foto: Ieam/ed diR)