Jakarta, kpu.go.id – Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI di Jalan Imam Bonjol Jakarta pada Selasa (2/7/2019) siang, disambangi rombongan dari Constitutional and Law Reform Commision (CLRC) Papua Nugini. Kehadiran empat delegasi, Mange Matui (Commisioner CLRC), Biteng Nawarec (legal officer CLRC), Nomison Napo (Direktur CLRC) serta Angela Banama Anis (Exe Officer CLRC) adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang pelaksanaan dan regulasi pemilu di Indonesia. Terutama Pemilu Serentak 2019 yang baru saja berlangsung pada 17 April lalu. Beberapa hal yang menarik perhatian para delegasi seperti penggunaan lima surat suara dalam pemilu lalu. Hal yang menurut mereka sangat rumit dilakukan baik pada proses persiapan logistik, pendistribusian hingga pada proses penggunaannya di Tempat Pemungutan Suara (TPS). “Kamu punya lima surat suara, bagaimana anda mengatur kelimanya dalam satu hari. Itu sepertinya mustahil dan kami ingin belajar,” ujar Mange Matui yang mengucapkannya dalam bahasa Inggris. Hal lain yang juga ditanyakan pada pertemuan itu adalah tentang keterlibatan perempuan dalam politik di Indonesia. Keterlibatan tidak hanya sebagai pemilih tapi juga sebagai penyelenggara, maupun peserta pemilu. Mendengar hal itu Ketua KPU RI Arief Budiman menjawab bahwa pemilu di Indonesia sebagai yang terbesar didunia karena dilaksanakan dalam satu hari dan mengikutsertakan jutaan penyelenggara didalamnya. Adapun negara lain seperti India, menurut dia juga besar namun tidak dilaksanakan dalam satu hari melainkan berhari-hari. Arief juga menjelaskan keterlibatan perempuan didalam pemilu di Indonesia sangat penting. Oleh karenanya di Undang-undang (UU) Pemilu yang ada di Indonesia, diatur keterlibatan perempuan 30 persen baik disetiap kepengurusan partai politik maupun pada proses pemilu di setiap daerah pemilihan (dapil). Dipaparan yang lebih rinci, Anggota KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi menjelaskan kepada para delegasi tentang pengguaan sistem informasi di pemilu Indonesia. Sistem informasi seperti Situng, Silon dan Sidalih memudahkan para pemilih untuk ikut mengawal proses yang berjalan. “Seperti Sidalih, mereka yang belum terdaftar dalam DPS bisa melapor untuk dicatat,” kata Pramono. Pada paparannya Pramono juga menambahkan terkait keteribatan perempuan dalam pemilu di Indonesia yang selalu meningkat disetiap waktu pemilu. Mulai dari 1999 hingga pemilu terakhir yang diperkirakan mengalami kenaikan. (hupmas kpu ri dianR/foto: dosen/ed diR)