Berita Terkini

Salah Entri Situng Terjadi di Kubu 01 dan 02

Jakarta, kpu.go.id - Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) menjadi persoalan yang diangkat dalam sidang sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2019, di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (20/6/2019). Dalam permohonannya, Pemohon kubu 02 Prabowo Subianto - Sandiaga Salahuddin Uno menuding terjadi kecurangan salah entri perolehan suara Situng yang mengakibatkan berkurangnya jumlah suara kubunya. Dalam keterangannya, Saksi Ahli Termohon Komisi Pemilihan Umum (KPU), Marsudi Wahyu Kisworo justru menerangkan fakta menarik, di mana kesalahan entri tidak hanya merugikan suara kubu 02 melainkan juga terjadi hal serupa di kubu 01 Joko Widodo - Ma'ruf Amin. "Penambahan dan pengurangan terjadi pada kedua belah pasangan baik 01 atau 02, tidak spesifik pada satu pasangan saja," ungkap Marsudi di hadapan Majelis Hakim. Sebagai contoh, di Provinsi Gorontalo Situng menunjukan perolehan suara 4.451 untuk kubu 01, setelah dilakukan cek fisik C1 ternyata suara kubu 01, 3.811, sehingga ada penambahan suara 640 di 01.  "Sementara itu, di tempat yang sama, kubu 02 menurut Situng 4.784 setelah dilakukan cek fisik C1 ternyata hanya 4.043 penambahan suara 741," jelasnya Selain terjadi di kedua kubu, kesalahan entri juga terjadi secara acak berdasarkan grafik yang muncul dengan pemetaan daerah yang terjadi kesalahan. "Kalau angka itu (salah entri) diuji secara statistik maka terjadi deretan acak," sambungnya. Ahli berpendapat penyebab kesalahan entri tersebut bisa terjadi dikarenakan dua hal, pertama karena operator yang salah menginput dan kedua kesalahan pada form C1 yang diinput. (hupmas kpu bil/foto: JAP/ed diR)

Keterangan Saksi Pemohon Tidak Relevan

Jakarta, kpu.go.id - Sidang sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) kembali berlanjut dengan agenda sidang medengarkan keterangan saksi dan ahli Pemohon, di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Rabu (19/6/2019). Sebanyak lima belas orang saksi ditambah dua ahli dihadirkan pihak pemohon dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Anwar Usman itu. Pada kesempatan pertama, Saksi Pemohon, Agus Maksum memberikan keterangannya di muka sidang. Yang bersangkutan menuding ada 17,5 juta DPT tidak wajar yang kerap disebutnya dengan kata "siluman". Sebagai Termohon, Komisi Pemilihan Umum (KPU) berkesempatan mengajukan pertanyaan kepada saksi yang diwakili tiga juru bicara yakni Ketua Tim Kuasa Hukum Ali Nurdin, Komisioner KPU RI, Hasyim Asy'ari dan Viryan. Ditemui usai sidang diskors, Hasyim menyebut keterangan saksi terkait data 17,5 juta DPT yang disebut bermasalah tidak relevan. Bahkan yang bersangkutan tidak bisa meyakini apakah hadir atau tidak pada hari pemungutan suara. “Dan tidak bisa diyakini apakah jadi suara apa tidak maka kesimpulannya tidak relevan dengan jumlah perolehan suara,” ujar Hasyim. Hasyim juga menyebut bahwa sejumlah keterangan yang disampaikan saksi justru menguntungkan Termohon. Seperti saat yang bersangkutan mengakui bahwa kewenangan menentukan Nomor Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga adalah kewenangan Dirjen Dukcapil. Dikesempatan yang lain Ketua KPU Arief Budiman menyebut keterangan yang disampaikan saksi sesungguhnya telah dijawab seluruhnya oleh Termohon pada sidang sebelumnya. Tidak hanya lisan, bahkan jawaban atas keterangan saksi telah disajikan dalam bentuk buku. "Saya mohon tidak digunakan kata-kata yang menurut saya berlebihan, manipulasi, palsu, siluman, kan ternyata enggak, begitu kita klarifikasi kan ya invalid iya. Tetapi KPU sudah menjelaskan semua termasuk menyelesaikan seluruh data-data yang disebut ganda tadi, bahkan terakhir kan disampaikan saksi hanya tersiksa 200 ribu dan itu masih dugaan ganda 200 ribu yang kemudian kita verifikasi di lapangan,” jelas Arief. (hupmas kpu bil/foto: JAP/ed diR)

KPU Ajukan Penambahan Pagu Indikatif 2020

Jakarta, kpu.go.id – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI meminta persetujuan DPR terkait penambahan Pagu Indikatif 2020 sebesar Rp1.201.388.105.000 pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi II, Rabu (19/6/2019). Pagu Indikatif 2020 KPU RI sendiri sebesar Rp1.9992.861.596.000 yang akan digunakan untuk belanja dan kegiatan meliputi belanja operasional pegawai, belanja operasional kantor serta belanja non operasional. “Belanja Non operasional sebagian besar kami gunakan untuk dukungan kegiatan Pilkada Serentak 2020 di 270 satker,” jelas Sekretaris Jenderal (Sekjen) Arif Rahman Hakim yang hadir didampingi para pejabat dilingkungan KPU RI. Arif dalam kesempatan itu juga meminta persetujuan DPR agar pihaknya dapat merelokasi efisiensi anggaran hasil optimalisasi anggaran 2019 yang akan dimanfaatkan untuk sarana dan prasarana Kantor KPU (pusat dan daerah) yang nilainya sebesar Rp310 Miliar. “Karena ini masih moratorium kami berencana membangun kantor KPU di provinsi, kab/kota,” lanjut Arif. Permintaan persetujuan penambahan anggaran juga disampaikan dua penyelenggara pemilu lainnya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Sekjen Bawaslu Gunawan Suswantoro mengatakan besaran penambahan anggaran Bawaslu untuk 2020 sebesar Rp497.099.425.000 dari Pagu Indikatif 2020 sebesar Rp2.844.862.603.000. Sementara DKPP yang mulai Agustus nanti kesekretariatannya berpindahtangan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebesar Rp10.720.000.000. Wakil Ketua Komisi II DPR, Herman Khaeron memahami permintaan penambahan anggaran yang diajukan persetujuannya oleh para penyelenggara pemilu. Apalagi di 2020 nanti, baik KPU, Bawaslu dan DKPP akan disibukkan dengan kegiatan Pemilihan Kepala Daerah 2020. “Saya kira KPU termasuk yang dianggarkan sebesar itu, tapi melihat urgensinya ini bisa dimaklumi kekurangan itu,” tutur Herman. Herman menjelaskan bahwa usai disampaikan dalam RDP dan diketok, maka pengajuan penambahan anggaran ini akan dibawa oleh Komisi II DPR ke Badan Anggaran (Banggar) untuk kemudian ditindaklanjuti. (hupmas kpu ri dianR/foto: dosen/ed diR)

KPU Bantah Semua Tuduhan Pemohon

Jakarta, kpu.go.id - Sidang kedua Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 menjadi ruang bagi Termohon (Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI) serta Pihak Terkait (TKN 01) memberikan tanggapan atas permohonan Pemohon yang disampaikan pada sidang sebelumnya. Pada kesempatan itu Bawaslu RI juga menyampaikan hasil pengawasannya untuk disandingkan dengan permohonan pemohon yang mendalilkan adanya pelanggaran yang terjadi di Pemilu 2019. Jawaban Termohon sendiri diwakili oleh Ketua Tim Kuasa Hukum Ali Nurdin. Dalam paparannya Termohon membantah seluruh permohonan Pemohon. Beberapa yang dibantah antara lain terkait tuduhan kecurangan masif yang terjadi selama proses Pemilu 2019. Termohon mempertanyakan konsistensi Pemohon dalam mengajukan permohonan, dimana pada Permohonan yang disampaikan 24 Mei 2019 dalil tentang kecurangan masif tidak diajukan sebagaimana yang dibacakan pada sidang perdana Jumat, 14 Juni 2019. “Jika betul-betul Pemohon memiliki buktinya tentu sudah diajukan Pemohon dalam permohonannya. Oleh karenanya permohonan Pemohon pada 24 Mei 2019 menjadi bukti bahwa Termohon telah bekerja dengan benar dalam menyelenggarakan Pilpres 2019,” ujar Ali. Masih tentang dalil kecurangan masif, Termohon juga mempertanyakan detil dari kecurangan masif ini yang diantaranya menyangkut lokasi dan pelaku yang melakukan pelanggaran masif tersebut. Bantahan lain yang disampaikan merespon Daftar Pemilih Tetap (DPT) siluman serta Situng yang bermasalah. Khusus DPT, Termohon menurut Ali, tercatat telah tujuh kali melakukan melakukan kordinasi terkait DPT yang dipersoalkan. Bahkan tidak sampai disitu, kliennya juga langsung menindaklanjuti laporan Pemohon dengan melakukan pengolahan data, berkordinasi dengan Ditjen Dukcapil hingga menindaklanjutinya ke jajaran dibawah. “Intinya persoalan DPT ini sudah diselesaikan bersama-sama,” kata Ali. Adapun terkait Situng, Termohon menurut Ali telah menindaklanjuti setiap kesalahan input baik dari temuan maupun laporan yang disampaikan. Dan untuk 21 TPS yang dilaporkan oleh Pemohon terjadi salah input Situng, menurut Ali jumlahnya sangat kecil dibandingkan dengan jumlah seluruh TPS yang ada di Tanah Air. Atas dasar itu, Termohon menurut Ali menganggap tidak berdasar tuduhan adanya rekayasa Situng untuk memenangkan salah satu pasangan calon di Pemilu 2019. “Jadi tidak benar atau bohong (direkayasa), sebagaimana dikembangkan salah satu pendukung Pemohon WN yang satu hari lalu ditangkap Bareskrim Polri karena menyebarkan berita bohong server KPU disetting untuk memenangkan Jokowi-Ma’ruf dengan tetap menjaga suara di 57 persen,” tambah Ali. Menanggapi permohonan Pemohon yang menginginkan diskualifikasi calon wakil presiden (cawapres) 01 KH Ma’ruf Amin yang disebut melanggar syarat pencalonan, Termohon menurut Ali menganggap status yang bersangkutan sebagai Ketua Dewan Pengawas Syariah di Bank BNI Syariah dan Mandiri Syariah memang tidak perlu dipersoalkan karena kedua bank tersebut bukanlah bagian dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dan terkait dugaan kejanggalan perolehan suara Pemohon disejumlah TPS yang berjumlah nol, Termohon menganggap dalil tersebut sangat tidak berdasar karena fenomena ini tidak hanya dialami Pemohon tapi juga oleh Pihak Terkait. Di akhir pembahasannya, Termohon meminta mahkamah menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya dan menyatakan benar Keputusan KPU RI Nomor 987/PL.1.8-Kpt/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pilpres 2019, DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kab/kota dalam Pemilu 2019. “Menetapkan perolehan suara Polpres 2019, pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin 85.607.362 suara dan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno 68.650.239 suara,” tutup Ali. (hupmas kpu ri dianR/foto: dosen/ed diR)

Polri Tangkap Pelaku Hoaks Server KPU Bocor dan Tersetting

Jakarta, kpu.go.id - Direktorat Siber Mabes Polri berhasil menangkap WN, 54, pelaku penyebar berita bohong (hoaks) bocornya dan tersettingnya server Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI yang sempat viral ditengah masyarakat beberapa waktu lalu. Pelaku ditangkap di Jalan Mangunrejan, Kelurahan Mojogeli, Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali Jawa Tengah, setelah sebelumnya menyebarkan informasi bahwa server KPU telah bocor dan diatur (setting) angka 57 persen untuk salah satu pasangan calon. “Tersangka juga sudah mengakui bahwa data yang diperoleh juga berdasarkan informasi maupun data yang dia terima dari beberapa medsos. Jadi yang bersangkutan tidak melakukan penelitian sendiri, pendalaman, krosek, hanya pedoman pada informasi di medsos,” jelas Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri, Kombes Pol Rickynaldo Chairul. Ricky mengatakan dari tangan pelaku diamankan tiga buah handphone (Blackberry, Nokia dan ASUS), SIMCard Telkomsel, SIMCard XL, 1 KTP dan 2 buah kartu ATM Mandiri. Pelaku menurut dia dijerat Pasal 14 ayat 1 dan 2 dan Pasal 15 UU 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 45 ayat 3 Jo Pasal 27 ayat UU 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU 11 tahun 2008 tentang ITE, Pasal 310 KUHP dan/atau Pasal 311 KUHP dan/atau Pasal 207 KUHP. “Dengan ancaman hukuman pidana penjara setinggi-tingginya 10 tahun dengan denda paling banyak Rp750 juta,” jelas Ricky. Bukti KPU Independen dan Server Kredibel Sementara itu Anggota KPU RI, Viryan mengapresiasi kerja kepolisian yang kembali berhasil mengungkap kasus hoaks pemilu yang berulang kali dialamatkan kepada lembaganya. Pria asal Kalimantan Barat kembali menjelaskan bahwa langkah KPU membawa setiap kasus hoaks ke ranah hukum adalah bentuk ketegasan atas semua informasi bohong yang jika dibiarkan akan mengurangi bahkan menghilangkan kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu. “Pada prinsipnya pemilu itu bicara kepercayaan publik, disisi lain kami menghormati kebebasan setiap warga negara, pemilih atau pendukung peserta pemilu untuk berpendapat. Namun apabila apa-apa yang disampaikan itu tidak benar dan berdampak pada ketidakpercayaan publik terhadap KPU (distrust) atau mendelegitimasi proses pemilu maka KPU penting untuk menyelesaikan mengungkap hal-hal ini dan melaporkan kepada pihak berwenang,” kata Viryan. Viryan pun kembali mengajak masyarakat untuk cermat dalam bermedia sosial. Apabila menemukan informasi yang tidak jelas tentang kepemiluan maka dia meminta agar hal tersebut dikonfirmasi. “Silakan konfirmasi kepada jajaran kami di kab/kota, provinsi, humas kami untuk mendapatkan kebenaran informasi,” tutup Viryan. (hupmas kpu dianR/foto: dosen/ed diR)

Polri Tangkap Pelaku Hoaks Server KPU Bocor dan Tersetting

Jakarta, kpu.go.id – Direktorat Siber Mabes Polri berhasil menangkap WN, 54, pelaku penyebar berita bohong (hoaks) bocornya dan tersettingnya server Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI yang sempat viral ditengah masyarakat beberapa waktu lalu. Pelaku ditangkap di Jalan Mangunrejan, Kelurahan Mojogeli, Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali Jawa Tengah, setelah sebelumnya menyebarkan informasi bahwa server KPU telah bocor dan diatur (setting) angka 57 persen untuk salah satu pasangan calon. “Tersangka juga sudah mengakui bahwa data yang diperoleh juga berdasarkan informasi maupun data yang dia terima dari beberapa medsos. Jadi yang bersangkutan tidak melakukan penelitian sendiri, pendalaman, krosek, hanya pedoman pada informasi di medsos,” jelas Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri, Kombes Pol Rickynaldo Chairul. Ricky mengatakan dari tangan pelaku diamankan tiga buah handphone (Blackberry, Nokia dan ASUS), SIMCard Telkomsel, SIMCard XL, 1 KTP dan 2 buah kartu ATM Mandiri. Pelaku menurut dia dijerat Pasal 14 ayat 1 dan 2 dan Pasal 15 UU 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 45 ayat 3 Jo Pasal 27 ayat UU 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU 11 tahun 2008 tentang ITE, Pasal 310 KUHP dan/atau Pasal 311 KUHP dan/atau Pasal 207 KUHP. “Dengan ancaman hukuman pidana penjara setinggi-tingginya 10 tahun dengan denda paling banyak Rp750 juta,” jelas Ricky. Bukti KPU Independen dan Server Kredibel Sementara itu Anggota KPU RI, Viryan mengapresiasi kerja kepolisian yang kembali berhasil mengungkap kasus hoaks pemilu yang berulang kali dialamatkan kepada lembaganya. Pria asal Kalimantan Barat kembali menjelaskan bahwa langkah KPU membawa setiap kasus hoaks ke ranah hukum adalah bentuk ketegasan atas semua informasi bohong yang jika dibiarkan akan mengurangi bahkan menghilangkan kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu. “Pada prinsipnya pemilu itu bicara kepercayaan publik, disisi lain kami menghormati kebebasan setiap warga negara, pemilih atau pendukung peserta pemilu untuk berpendapat. Namun apabila apa-apa yang disampaikan itu tidak benar dan berdampak pada ketidakpercayaan publik terhadap KPU (distrust) atau mendelegitimasi proses pemilu maka KPU penting untuk menyelesaikan mengungkap hal-hal ini dan melaporkan kepada pihak berwenang,” kata Viryan. Viryan pun kembali mengajak masyarakat untuk cermat dalam bermedia sosial. Apabila menemukan informasi yang tidak jelas tentang kepemiluan maka dia meminta agar hal tersebut dikonfirmasi. “Silakan konfirmasi kepada jajaran kami di kab/kota, provinsi, humas kami untuk mendapatkan kebenaran informasi,” tutup Viryan. (hupmas kpu dianR/foto: dosen/ed diR)