Berita Terkini

Gedung KPU Kota Bandar Lampung dan Pringsewu Diresmikan

Bandar Lampug, kpu.go.id- Setelah selesai dikerjakan selama lebih kurang satu tahun, akhirnya, pada Selasa (18/11), gedung KPU Kota Bandar Lampung dan gedung KPU Kabupaten Pringsewu diresmikan. Peresmian tersebut dihadiri Ketua KPU RI Husni Kamil Manik, Walikota Badar Lampung Herman HN, Ketua beserta Anggota KPU Provinsi Lampung dan 14 Anggota KPU Kabupaten/Kota se-Provinsi Lampung.Upacara peresmian ditandai dengan penandatangan prasasti oleh Ketua KPU Husni Kamil Manik dan Walikota Bandar Lampung Herman HN, serta penandantangan prasasti KPU Kabupaten Pringsewu oleh Husni Kamil Manik, dilanjutnya pengguntingan pita oleh Walikota Bandar lampung.Dalam sambutannya, Husni mengatakan, bagi KPU kantor merupakan sesuatu yang mahal. Dimana sampai saat ini KPU Provinsi Lampung mengalami masalah dengan keadaannya kantor yang masih berpindah-pindah. “Hingga kini, KPU baru memiliki gedung definitif, termasuk aset yang dikelola oleh KPU, 25% dari 531 satuan kerja yang KPU kelola dan ini akan bertambah 18 unit satuan kerja seiring bertambahnya daerah otonomi baru satu provinsi, yakni Kalimantan Utara dan 17 kabupaten daerah otonomi baru,” paparnya.KPU menargetkan dalam lima tahun ke depan, sebelum pemilu nasional tahun 2019 yang akan diselenggarakan secara serentak antara pemilu legislatif dan pemilu presiden, seluruh pembangunan kantor KPU di daerah telah rampung, termasuk Kantor KPU Pusat. Pembangunan tersebut, menurut Husni, membutuhkan prioritas-prioritas.Ia berharap, keberadaan kantor yang telah definitif ini memperkuat kemandirian KPU dari intervensi pihak manapun, baik dari pihak pemerintah maupun non-pemerintah.Gedung KPU Kota Bandar Lampung yang baru diresmikan itu memiliki luas bangunan 597 meter persegi dan luas tanah 2000 meter persegi. Sedangkan gedung KPU Kabupaten Pringsewu dengan luas bangunan 972 meter persegi dan luas tanah 2000 meter persegi.Dengan telah selesainya pembangunan gedung KPU Kota Bandar Lampung dan KPU Kabupaten Pringsewu, maka akan sangat membantu tugas-tugas KPU di masa mendatang. Terlebih lagi dengan adanya dukungan dan kerjasama dari semua pihak, maka tugas dan fungsi KPU akan dapat semakin optimal. (dosen/red. FOTO KPU/dosen/Hupmas)

Usai Dilantik, 70 Anggota KPU di 14 Kab/Kota se-Provinsi Lampung Jalani Orientasi

Bandar Lampung, kpu.go.id- Usai dilantik, Senin (17/11), 70 Anggota KPU Kabupaten/Kota se-Provinsi Lampung langsung menjalani orientasi tugas yang diselenggarakan oleh KPU Provinsi Lampung. Kegiatan yang dilaksanakan di Hotel Novotel Jl. Gatot Subroto, Bandar Lampung ini dihadiri Ketua KPU RI Husni kamil Manik.Ketua KPU Provinsi Lampung, Nanang Trenggono, dalam sambutan dan sekaligus membuka acara orientasi tugas, mengatakan, tahun 2015 pihaknya akan menyelenggarakan pemilukada di tujuh Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung. “Meski Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Pemilihan Gubenur, Bupati, dan Walikota masih harus dibahas di DPR tetapi sebagai penyelenggara pemilu, kita harus siap dengan segala kemungkinan,” kata Nanang. Oleh karena itu, lanjutnya, penting bagi para komisioner dan jajarannya untuk senantiasa mengikuti perkembangan informasi, terutama segala sesuatu yang berkaitan dengan dinamika pembahasan pemilu dan pemilukada. Nanang menambahkan, Provinsi Lampung adalah salah satu contoh, dimana penyelenggaraan pemilukada tertunda sampai tiga kali dari jadwal yang telah ditentukan karena tidak mendapat alokasi anggaran yang cukup dari pemerintah daerah. Pembahasan penyelenggaraan Pemilukada Gubernur Lampung bahkan sampai melibatkan pemerintah pusat. Hal ini menjadi catatan penting agar ke depan, komunikasi eksternal KPU dapat diperbaiki untuk membangun dan menjaga hubungan yang baik dengan mitra kerja di daerah.“Hal ini tentu menjadi pembelajaran berharga bagi kita yang akan menyelenggarakan Pemilu DPR, DPD dan DPRD bersamaan dengan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019,” ujarnya.Sedangkan Ketua KPU RI Husni Kamil Manik dalam sambutannya terlebih dahulu mengucapkan selamat kepada anggota KPU di 14 Kab/Kota se-Provinsi Lampung yang baru saja dilantik.Ia mengatakan, ada prinsip yang sangat penting yang harus dimiliki anggota KPU, yaitu memegang teguh kemandirian. “Siapa pun yang mencoba menggangu kemandirian dari anggota KPU maka kita harus selalu bisa menghadapinya dan menghindari, baik dalam bentuk intervensi-intervensi, bujuk rayu pihak lain yang ingin mempengaruhi sikap dan ketegasan,” kata Husni. Ia berharap, sikap kemandirian ini dilanjutkan dengan satu sikap profesional, dimana penyelenggara pemilu harus tahu mana yang menjadi tugas, kewajiban dan tanggungjawabnya. “Untuk menjadi profesional harus banyak belajar, banyak mencoba hingga dengan sendirinya akan timbul ide kreatifitas-kreatifitas,” imbau Husni.Orientasi tugas ini dijadwalkan berlangsung selama tiga hari, mulai 18-20 Nopember 2014. Prinsipnya, orientasi diarahkan untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi anggota KPU di 14 Kab/Kota se-Provinsi Lampung periode 2014-2019 yang baru saja dilantik sebagai penyelenggara Pemilu. (dosen/red. FOTO KPU/dosen/Hupmas)

Pelaksanaan E-Voting Butuh Uji Coba dan Konsensus

Padang, kpu.go.id- Ketua KPU RI Husni Kamil Manik menegaskan meski terdapat peluang penggunaan e-voting pada pemilihan gubernur, bupati dan walikota, peluang tersebut tidak serta merta dapat diterapkan. Kerangka hukum yang tersedia dan kondisi masyarakat Indonesia yang sudah familiar dan adaptif dengan teknologi informasi dan komunikasi belum cukup sebagai argumentasi untuk menerapkan e-voting. “E-voting tidak otomatis dapat diterapkan pada pemilihan gubernur, bupati, dan walikota tahun depan (2015). Implementasinya tidak sekadar mengadakan perangkat teknologi dan mendistribusikannya ke tempat pemungutan suara (TPS) serta mengajak masyarakat untuk berpartisipasi. Perlu ada sejumlah proses seperti diseminasi, percobaan, evaluasi dan konsensus dari peserta Pemilu,” terang Husni saat menjadi pembicara utama pada acara evaluasi penyelenggaraan Pemilu Tahun 2014 KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota se Sumatera Barat di Pangeran Beach Hotel, Jumat (14/11). Meski peluang penerapan e-voting dalam pemilihan gubernur, bupati dan walikota yang direncanakan pada September 2015 tidak serta merta dapat dilaksanakan, tetapi penggunaan teknologi informasi untuk membantu kecepatan dan akurasi pelaksanaan setiap tahapan tetap diperlukan. Adopsi teknologi, kata Husni, akan membantu upaya KPU dalam menerapkan manajemen kepemiluan yang transparan, akuntabel, efektif dan efesien. KPU, kata Husni, penting menjaga dan menumbuhkan dua variabel demokrasi dalam pemilihan kepala daerah, yaitu kontestasi dan partisipasi. Derajat kompetisi yang sehat antar kandidat akan tercipta jika penyelenggara dapat memberikan pelayanan yang adil dan setara kepada semua kandidat. Kemampuan menjaga independensi penyelenggara menjadi salah satu kunci utama terselenggaranya kontestasi yang jauh dari konflik. Untuk itu, kata Husni, rekruitmen penyelenggara yang akan bertugas dalam pemilihan gubernur, bupati dan walikota harus mempertimbangkan kejadian pada Pemilu DPR, DPD dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014. “Penyelenggara yang terbukti melakukan pelanggaran dan telah dikenai sanksi pada Pemilu lalu jangan sampai ditunjuk lagi menjadi penyelenggara pada pemilihan gubernur, bupati, dan walikota,” ujarnya. Selain itu, lanjut Husni, transparansi dan akuntabilitas yang telah diterapkan pada Pemilu DPR, DPD dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden harus dapat diimplementasikan pada pemilihan gubernur, bupati dan walikota. Sebab penyelenggara berkewajiban menyampaikan informasi penyelenggaraan Pemilu kepada masyarakat. “Untuk itu, kami meminta KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota menata dan memperbaiki pengelolaan desain website masing-masing sebagai salah satu infrastruktur penting bagi KPU dalam berkomunikasi dengan publik,” ujarnya. Husni juga menyinggung pelaksanaan Pemilu serentak tahun 2019 yang dipastikan jauh lebih berat dibanding Pemilu 2014. Karena itu, kata Husni, sambil mempersiapkan penyelenggaraan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota, KPU juga mulai mempersiapkan penyelenggaraan Pemilu serentak 2019. “Banyak hal yang harus kita benahi. Salah satunya penguatan kapasitas penyelenggara pada level kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) yang akan menyelenggarakan pemungutan dan penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS),” ujarnya. Pada Pemilu DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014, kata Husni, secara umum kegiatan pemungutan suara dapat dilaksanakan tepat waktu, di mana TPS sudah ditutup pada pukul 13.00. Namun untuk penghitungan suara yang diwajibkan selesai pada hari yang sama, tidak semua KPPS dapat menyelesaikannya. “Apalagi Pemilu tahun 2019, ada penggabungan Pemilu DPR, DPD dan DPRD dengan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, secara teknis tentu akan lebih rumit. Karena itu diperlukan manajemen administrasi kepemiluan yang lebih paripurna,” ujarnya. (GD/red. FOTO KPU/Hupmas) 

Evaluasi Pemilu untuk Tata Kelola yang Lebih Baik

Padang, kpu.go.id- Komisi Pemilihan Umum (KPU) berkewajiban melakukan evaluasi penyelenggaraan tahapan Pemilu. Kegiatan evaluasi bertujuan untuk mengukur dan menilai kesesuaian kinerja penyelenggara dengan kerangka hukum Pemilu. Agar pelaksanaan evaluasi berlangsung efektif dan objektif, maka penilaian harus berdasarkan fakta dan catatan peristiwa yang terjadi dalam setiap tahapan Pemilu.Demikian ditegaskan Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) Husni Kamil Manik pada pembukaan evaluasi penyelenggaraan Pemilu Tahun 2014 yang diselenggarakan KPU Provinsi Sumatera Barat bersama KPU Kabupaten/Kota se-Sumatera Barat di Pangeran Beach Hotel, Jumat (14/11) malam. “Dalam mendiskusikan berbagai hal yang terjadi dalam setiap tahapan jangan hanya berdasarkan asumsi, tetapi harus disertai dengan data-data yang konkret,” ujarnya.Evaluasi, kata Husni, diperlukan sebagai antisipasi agar kesalahan yang terjadi tidak terulang lagi pada Pemilu berikutnya. Husni memberikan beberapa contoh perbaikan pelaksanaan tahapan yang dicapai dari waktu ke waktu berkat adanya kegiatan evaluasi dan tindaklanjut terhadap hasil evaluasi tersebut. “Misalnya dengan menggunakan aplikasi sistem informasi logistik (Silog), KPU telah berhasil menekan jumlah surat suara tertukar pada Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD kemarin,” ujarnya. Husni mengatakan pada Pemilu 2004, kasus surat suara tertukar cukup masif, tidak hanya terjadi antar provinsi tetapi juga terjadi antar pulau. Sementara pada Pemilu 2009, surat suara tertukar antar pulau berkurang, tetapi surat suara tertukar untuk tingkat regional masih cukup banyak. Pada Pemilu 2014, surat suara tertukar lebih banyak terjadi antara daerah pemilihan (dapil) di kabupaten/kota yang sama. Untuk kasus surat suara tertukar antar dapil di tingkat provinsi dan pusat, jumlah sangat kecil.Kegiatan evaluasi, kata Husni, sangat membantu KPU merumuskan kebijakan yang lebih sesuai dengan prinsip-prinsip Pemilu. Misalnya untuk menangani kasus surat suara tertukar pada Pemilu 2009, KPU mengambil keputusan tidak menggelar pemungutan suara ulang (PSU). Surat suara tertukar yang sudah tercoblos dihitung sebagai suara partai, padahal sistem Pemilu yang digunakan proporsional terbuka. “Aturan inilah yang kita perbaiki pada Pemilu 2014. Jika terdapat surat suara yang tertukar kemudian tercoblos oleh pemilih, maka dilakukan PSU untuk menjamin hak setiap calon,” ujarnya. Husni juga memberikan catatan pada pelaksanaan tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu. Saat itu tim verifikator KPU sempat kelabakan menghadapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan semua partai politik mendaftar dan mengikuti verifikasi ulang, termasuk partai politik hasil Pemilu 2009 yang lolos ke parlemen. “Awalnya kita hanya mengatur waktu untuk melakukan verifikasi terhadap parpol di luar parpol yang lolos ke parlemen. Setelah putusan MK, semuanya wajib diverifikasi. Hal ini membuat petugas kita kelabakan. Ke depan, waktu untuk melaksanakan tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik perlu ditata ulang,” ujarnya. Sementara penggunaan aplikasi sistem informasi partai politik (sipol) yang disediakan KPU untuk pendaftaran partai politik belum sepenuhnya berjalan efektif. Dalam penggunaannya masih terdapat kendala-kendala teknis baik di jajaran personel maupun perangkat teknologinya. Hal ini terjadi karena waktu bagi KPU untuk menyiapkan aplikasi tersebut sangat terbatas. Selain itu, bimbingan teknis (bimtek) kepada petugas dan sosialisasi kepada penyelenggara belum maksimal.  Untuk konteks partisipasi pemilih, kata Husni, jika membaca angka statistik, secara nasional terjadi peningkatan partisipasi pemilih yang menggunakan hak suaranya di tempat pemungutan suara. Partisipasi pemilih pada Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014 mencapai 75,11 persen meningkat dibanding Pemilu Tahun 2009 dengan tingkat partisipasi 71 persen. Sementara partisipasi pemilih pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 hanya 70,59 persen, menurun dari Pemilu Tahun 2009 dengan tingkat partisipasi 71,7 persen.Tetapi dalam perspektif akademis, kata Husni, terdapat keragaman dalam mendefenisikan partisipasi masyarakat pada kegiatan Pemilu. Pertama, partisipasi diartikan sebagai partisipasi yang dilakukan orang biasa pada penyelenggaraan Pemilu. Merujuk pada defenisi tersebut, maka partisipasi yang dilakukan perguruan tinggi, pegiat demokrasi, dan media massa tidak dapat dikategorikan sebagai partisipasi masyarakat. Kedua, partisipasi harus dilakukan oleh masyarakat dengan kesadaran sendiri. Masyarakat dalam berpartisipasi terbebas dari kooptasi pemerintah dan tangan-tangannya. Tidak ada unsur paksaan baik dengan pendekatan kekuasaan maupun uang untuk mempengaruhi pemilih.Ketiga, partisipasi harus dapat mempengaruhi kebijakan publik. Untuk itu, dalam pelaksanaan kampanye, idealnya peserta Pemilu lebih banyak menggunakan komunikasi dua arah.Partisipasi, kata Husni, tidak sepenuhnya dapat dimaknai hanya dengan melihat angka statistik dan aspek-aspek teknis. Karena itu, kehadiran golongan putih (golput) tidak serta merta dapat dianggap sebagai bentuk kegagalan penyelenggara dalam melakukan sosialisasi dan pendidikan pemilih. Sebab golput ada juga yang muncul dengan dasar yang sangat rasional. Seseorang dapat saja menjadi golput karena tidak yakin partai politik dan calon anggota legislatif dapat memperjuangkan aspirasinya.  “Untuk dapat menilai berbagai peristiwa Pemilu secara objektif maka diperlukan evaluasi yang berbasis riset. Kita sedang mengembangkan evaluasi ke arah sana. Kegiatan ini rencananya akan mulai kita lakukan tahun depan. Untuk saat ini mekanisme evaluasi baru sebatas mengundang semua stakeholders Pemilu untuk mengungkapkan catatannya dalam pelaksanaan setiap tahapan Pemilu,” ujarnya. (GD/red. FOTO KPU/Hupmas) 

Surat KPU Nomor 1873/SJ/XI/2014

Jakarta, kpu.go.id- Menindaklanjuti Surat KPU Nomor 1667/KPU/XI/2014 tanggal 4 November 2014 perihal Pelaksanaan Pemilukada Serentak Pasca Perpu Nomor 1 Tahun 2014, bersama ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:Selengkapnya Surat KPU Nomor 1873/SJ/XI/2014 perihal Penyusunan Anggaran Tahapan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Tahun 2015 klik di sini