Strategi Sosialisasi, Tepat Sasaran dan Bebas Konflik
Sanur, kpu.go.id – Sosialisasi dan pendidikan pemilih bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilu. Untuk mengoptimalkan keduanya, perlu strategi tepat sasaran serta tidak menimbulkan konflik dalam pelaksanaannya.
Menurut Anggota KPU Hasyim Asy’ari, tujuan utama dari sosialisasi dan pendidikan pemilih agar masyarakat sadar akan hak pilihnya untuk kemudian hadir pada hari pemungutan suara. Untuk itu sosialisasi yang dilakukan harus bersifat psikomotorik atau mampu menggerakkan orang dengan argumentasi yang jelas bahwa yang bersangkutan sadar mau menggunakan hak pilihnya.
“Saat melaksanakan sosialisasi juga harus diperhatikan masyarakat seperti apa yang terlibat disitu, kelompok warga usia berapa, bagaimana kondisi sosialnya. Bahasa pesan yang ingin disampaikan juga harus disesuaikan dengan kelompok sasaran tersebut, agar mampu mengubah sikap pasif menjadi aktif dalam pemilu,” jelas Hasyim di depan komisioner dan sekretariat KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota divisi sosialisasi dan pendidikan pemilih, peserta Konsolidasi Regional (Konreg) III Peningkatan Partisipasi Masyarakat pada Pemilu 2019, di Sanur, Bali Kamis (13/9/2018).
Seperti untuk sosialisasi di perkampungan, maka yang diperhatikan menurut Hasyim bagaimana aktifitas masyarakat didaerah tersebut, apakah kebiasaan menonton televisi atau mendengarkan radio. “Atau biasa ngopi-ngopi di warung, menonton pertunjukan kesenian. Semua harus diperhatikan, persentase paling tinggi seperti apa aktifitasnya dan siapa saja yang terlibat disitu,” kata Hasyim.
Menurut Anggota KPU Hasyim Asy’ari, tujuan utama dari sosialisasi dan pendidikan pemilih agar masyarakat sadar akan hak pilihnya untuk kemudian hadir pada hari pemungutan suara. Untuk itu sosialisasi yang dilakukan harus bersifat psikomotorik atau mampu menggerakkan orang dengan argumentasi yang jelas bahwa yang bersangkutan sadar mau menggunakan hak pilihnya.
“Saat melaksanakan sosialisasi juga harus diperhatikan masyarakat seperti apa yang terlibat disitu, kelompok warga usia berapa, bagaimana kondisi sosialnya. Bahasa pesan yang ingin disampaikan juga harus disesuaikan dengan kelompok sasaran tersebut, agar mampu mengubah sikap pasif menjadi aktif dalam pemilu,” jelas Hasyim di depan komisioner dan sekretariat KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota divisi sosialisasi dan pendidikan pemilih, peserta Konsolidasi Regional (Konreg) III Peningkatan Partisipasi Masyarakat pada Pemilu 2019, di Sanur, Bali Kamis (13/9/2018).
Seperti untuk sosialisasi di perkampungan, maka yang diperhatikan menurut Hasyim bagaimana aktifitas masyarakat didaerah tersebut, apakah kebiasaan menonton televisi atau mendengarkan radio. “Atau biasa ngopi-ngopi di warung, menonton pertunjukan kesenian. Semua harus diperhatikan, persentase paling tinggi seperti apa aktifitasnya dan siapa saja yang terlibat disitu,” kata Hasyim.
Untuk sosialisasi melalui internet, Hasyim beranggapan cara ini cukup berpengaruh, dengan asumsi pemilih muda yang aktif berselancar didunia maya. Meski untuk menjangkau pemilih muda juga perlu dilakukan dengan gaya bahasa yang berbeda. “Pesan yang disampaikan juga harus dengan cara yang berbeda, tidak kaku seperti bahasa peraturan perundangan,” ucap Hasyim.
Terakhir Hasyim meminta kepada jajaran KPU untuk bersosialisasi dengan tetap menghindari konflik. Terutama dalam penggunaan kata atau istilah yang dapat menimbulkan persepsi ambigu dimasyarakat. “Seperti soal warna, telunjuk jari, dan angka, harus hati-hati dalam penggunaannya, jangan sampai terkesan memihak,” pinta Hasyim. (hupmas kpu Arf/foto: Ieam/ed diR)
Bagikan:
Telah dilihat 692 kali