
Refleksi Akhir Tahun 2017, Menakar Kesiapan KPU dalam Pilkada 2018 dan Pemilu 2019
Jakarta, kpu.go.id – Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggelar diskusi publik refleksi akhir tahun 2017 dengan tema “Menakar Kesiapan KPU Selenggarakan Pilkada 2018 dan Pemilu 2019, Jumat (22/12) di Jakarta.
Diskusi
tersebut menghadirkan narasumber dari KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu),
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Komisi II DPR RI, dan pegiat pemilu
dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), serta diikuti oleh para
pemangku kepentingan seperti partai politik (parpol), kementerian/lembaga, pegiat
pemilu, organisasi masyarakat, dan media massa.
Ketua
KPU RI Arief Budiman menyampaikan bahwa KPU butuh masukan-masukan sebagai
catatan untuk kinerja KPU selama tahun 2017. Refleksi akhir tahun ini memberi
manfaat untuk seluruh komponen bangsa yang beragam dan kontribusi positif bagi
kehidupan demokrasi dan pemilu di Indonesia.
“Pilkada
serentak 2018 itu bersifat strategis, karena hanya berjarak 10 bulan dari
pelaksanaan Pemilu 2019. Apabila pelaksanaan pilkada 2018 berjalan baik, maka
meningkatkan kepercayaan masyarakat pada pelaksanaan pemilu 2019, namun apabila
pilkada dianggap gagal, maka tingkat kepercayaan akan turun,” tutur Arief.
Anggaran
untuk Pilkada 2018 sebanyak 171 daerah sebesar Rp. 11.929.075.433.219 sesuai
Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) yang sudah ditandatangani, tambah Arief. Pilkada
2018 tersebut melibatkan 277.555 orang PPK dari 5.551 kecamatan, 323.630 orang
PPS dari 64.726 kelurahan/desa.
Sementara
itu, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraeni menguraikan tantangan KPU
seperti kompleksitas teknis penyelenggaraan pemilu beban berat bagi KPU dengan
desain yang kurang kompatible, contohnya dengan tiga orang PPK. Kemudian
tantangan integritas dan netralitas, uji materi UU pemilu, adaptasi aturan baru
berpotensi sengketa hukum, menjaga animo dan stamina pemilih, seleksi penyelenggara
yang berhimpitan dengan pilkada 2018 dan pemilu 2019, harapan besar publik pada
inovasi, keterbukaan, dan partisipasi yang meningkat.
“Tantangan
lain yaitu sinergitas antar penyelenggara pemilu, pusaran politik sektarian dan
menguatnya politik identitas dengan defisit programatik, dan konsolidasi hak
pilih dan prasyarat administrasi kependudukan di tengah kompetisi yang
kompetitif,” tambah Titi.
Pada
kesempatan tersebut, Anggota Bawaslu Afifuddin mengungkapkan sebagai lembaga
penyelenggara pemilu itu sosial public
trust itu penting, terutama KPU. Afif juga mengapresiasi anugerah peringkat
pertama untuk KPU atas keterbukaan informasi publik. Tetapi Afif mengingatkan, kalau
sudah berada di atas, harus antisipasi jangan sampai turun, karena sudah tidak
bisa naik lagi.
“Bawaslu
memberikan catatan selama 8 bulan ini, antar lembaga penyelenggara pemilu harus
lebih sering koordinasi informal. Bawaslu juga berharap ada hubungan baik
antara KPU dan Bawaslu, terutama di provinsi dan kabupaten/kota,” ujar Afif.
Senada
dengan Afif, Anggota DKPP Alfitra Salam mengusulkan KPU dalam membuat peraturan
terlebih dahulu diselesaikan di hulu, hilir dengan stakeholder kemudian, jadi
dibicarakan dengan Bawaslu dan DKPP, juga diberdayakan mantan anggota KPU,
Bawaslu dan DKPP dalam sebuah Focus Group Discussion (FGD). Alfitra juga
meminta KPU tetap melindungi hak suara warga yang belum mepunyai e-KTP.
“Kami
juga mengusulkan agar ada staf ahli yang diberdayakan untuk pendampingan di
Papua, mengingat indeks sengketa yang tinggi di Papua, sehingga tidak sering
ada pemungutan suara ulang lagi di Papua,” usul Alfitra.
Pada
kesempatan yang sama, Ketua Komisi II DPR RI Zainuddin Amali mengungkapkan ada
atau tidak adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait konsultasi yang
final mengikat itu, tidak menjadi hambatan, karena Komisi II DPR RI selalu
mengedepankan semangat mitra yang setara, dan DPR tidak menempatkan posisis di atas
mitra.
“Saya
sangat setuju soal peraturan KPU itu diomongkan terlebih dahulu antara KPU,
Bawaslu, dan DKPP sebelum RDP di Komisi II, karena ketiganya satu kesatuan
penyelenggara pemilu, sehingga tidak terekspos tidak harmonis. Kami juga
memantau KPU, Bawaslu, dan DKPP masih bekerja on the track, tidak ada tahapan
yang terlampaui, dan semua masih dalam koridor hukum,” tutur Zainuddin. (Arf/red. FOTO Dosen/Humas KPU)